BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setiap individu pasti pernah
merasakan rasa sakit, dan tidak menyukainya. Alasan seseorang untuk melakukan
perawatan darurat endodontik adalah rasa sakit yang terkadang diikuti juga dengan
pembengkakan. Diperlukan suatu
pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai aspek endodonsia karena jika
terjadi ketidakberhasilan dalam pengaplikasiannya, akan timbul akibat yang
serius bagi pasien.
Nyeri tetap tidak akan hilang
jika diagnosisnya tidak tepat atau perawatannya tidak benar, dan karenanya
keadaan ini bisa memperparah keadaan. Penyebab kedaruratan seperti ini adalah
kombinasi iritan yang mengiduksi inflamasi hebat di dalam pulpa dan jaringan
periradikuler. Bakteri dan produk sampingnya telah diketahui merupakan salah
satu elemen utama dalam kedaruratan dental.
Bakteri adalah penyebab
patosis jaringan pulpa dan periapeks yang penting. Iritasi pada jaringan
periradikuler akan mengakibatkan inflamasi dan dilepaskannya kelompok mediator
kimia yang akan mengawali inflamasi. Nyeri timbul akibat dua faktor yang
terkait dengan infamasi yakni mediator kimia dan tekanan. Mediator kimia akan
menyebabkan peningkatan tekanan cairan yang secara langsung akan menstimulasi
reeseptor nyeri, sedangkan tekanan merupakan faktor yang lebih penting.
1.2
Batasan Masalah
A.
FAAL
1.
Etiologi Nyeri
2.
Mekanisme Nyeri
3.
Kualitas Nyeri
B.
ORAL BIOLOGI
1.
Immunopatogenesis
Penyakit Pulpa
2.
Hubungan
Penyakit Jantung dengan Endodontik
3.
Kelainan
Homeostasis
4.
Fokal Infeksi
5.
Faktor Virulensi
Bakteri
C.
KONSERVASI
1.
Etiologi
Penyakit Pulpa
2.
Klasifikasi
Penyakit Pulpa
3.
Pemeriksaan
Klinis
4.
Diagnosis dan
Diagnosis Banding
5.
Prognosis
6.
Rencana
Perawatan
7.
TRIAD Endodontik
8.
Perawatan
Darurat Endodontik
9.
Mekanisme
Penyembuhan
10. Evaluasi Pasca Perawatan
D.
RADIOLOGI
1.
Gambaran
Radiografi
E.
FARMAKOLOGI
1.
Anestesi Lokal
2.
Antibiotik
3.
Analgesik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Faal
2.1.1 Etiologi Nyeri
a.
Penyebab
yang berhubungan dengan fisik.
Penyebab
yang berhubungan dengan fisik misalnya trauma baik mekanik, termis, kimiawi,
maupun elektrik, neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah, dll. Trauma
mekanik menimbulkan nyeri karena
ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan ataupun
luka. Trauma termis menimbulkan nyeri karena panas atau dingin. Trauma kimiawi
menyebabkan nyeri karena sraf bersentuhan dengan zat asam atau basa yang kuat.
Trauma elektrik karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor
rangsangan nyeri.
b. Penyebab yang berhubungan dengan psikis.
Penyebab
yang berhubungan dengan psikis dapat terjadi karena adanya trauma psikologis
(psychogenik pain).1
2.1.2 Mekanisme Nyeri
Rangsang nyeri
pada pulpa > pengeluaran mediator inflamasi > merangsang reseptor nyeri
> N. Aferen (Aᵞ dan C) dan N.Trigeminus > Ganglion Trigeminus > Cornu
dorsalis medulla spinalis > melalui jalur Trigeminotalamik > Thalamus
> melalui jalur Talamokortikal > Cortex Cerebri > persepsi nyeri.
Teori
Hipersensitivitas Dentin
Ada tiga teori tentang mekanisme nyeri,
yaitu:
a.
Teori Persarafan Langsung.
Saraf
memang ada di dentin. Namun, saraf-saraf yang ini hanya terdapat di predentin
dan sepertiga dalam dari dentin terimeneralisasi. Saraf tidak dijumpai di
sepertiga luar, di perbatasan email-dentin atau perbatasan sementum-dentin yang
merupakan daerah yang sangat sensitif. Lebih jauh lagi, tidak seperti pada
jaringan yang mengandung saraf lainnya, zat penimbul nyeri atau zat pereda
nyeri yang diaplikasikan ke dentin tidak menimbulkan potensial aksi (respon
saraf). Oleh karena itu, konsensusnya adalah bahwa walaupun saraf yang berasal
dari trigeminus memang terdapat di dentin, stimulasi langsung dari saraf-saraf
ini tidak merupakan mekanisme utama dalam menimbulkan sensitivitas dentin.
b.
Teori Persarafan Odontoblas.
Teori
ini awalnya timbul ketika diketahui bahwa secara embriologi odontoblas berasal
dari batang saraf dan bahwa pewarnaan odontoblas untuk asetilkolin adalah
positif. Akan tetapi, penelitian yang kemudian dilakukan menunjukkan bahwa
prosesus odontoblas tidak mengisi seluruh dentin dan bahwa potensial membran
odontoblas masih terlalu rendah bagi berlangsungnya transduksi. Walaupun
demikian, teori ini memperoleh kredibilitasnya kembali ketika ditemukan bahwa
pada beberapa gigi prosesus odontoblas
benar-benar berada sepanjang ketebalan dentin dan bahwa gap junction benar-benar ada di antara odontoblas dan mungkin
antara odontoblas dengan saraf.
c.
Teori Hidrodinamik.
Merupakan
teori yang paling bisa diterima dalam proses penjalaran nyeri dari email sampai
ke pulpa. Teori ini diperkenalkan oleh branstormm (1960) yang mengatakan
apabila adanya rangsangan dapat menyebabkan cairan dalam tubulus dentin
bergerak naik turun sehingga cairan tersebut akan menekan pembuluh saraf dalam
tubulus dentin yang akan membawa stimulus ke pulpa. Hal ini dibuktikan dengan
membesarnya tubulus dentin pada gigi yang sensitif dibandingkan dengan gigi
yang nonsensitif.
Secara
skematis mekanismenya:
Stimulus→email→dentin (cairan tubulus dentin bergerak naik turun)→sel saraf
pada odontoblas→pulpa→SSP→memerintahkan neuron motorik untuk memunculkan gerak
refleks atau reaksi nyeri.2
2.1.3 Kualitas Nyeri
Banyak
elemen yang berperan dalam pengalaman nyeri. Oleh karena itu, pengungkapan
nyeri sangat bervariasi dan sumber serta penyebabnya mungkin sukar
diidentifikasi.
Sejumlah
karakter nyeri yang terjadi pada dan sekitar gigi (misalnya hiperalgesia
terjadi pada inflamasi) dapat terjadi oleh adanya sensitisasi nosiseptor.
Banyak mediator inflamasi, neuropeptid, faktor pertumbuhan dan sitokin lain
yang terlibat dalam cedera jaringan dan respons tubuh. Kumpulan respons ini
memberikan variabilitas yang lebar dalam respons terhadap cedera jaringan.
Faktor-faktor
sosial, budaya dan gender serta usia, semua mempengaruhi pengalaman nyeri
melalui komponen emosi-motivasi. Contohnya, ambang rangsang nyeri adalah sama
di berbagai kelompok rasial tetapi persepsi nyeri bisa berbeda antara kelompok
yang satu dengan yang lain. Faktor sosial-budaya menentukan apa yang paling
dirasakan pasien.1
2.2 Oral Biologi
2.2.1 Immunopatogenesis Penyakit Pulpa
Jaringan
pulpa normal dan tidak terinflamasi mengandung sel imunokompeten seperti
limfosit T, limfosit B, makrofag, dan sel dendritik yang mengekspresikan
molekul kelas II yang secara morfologik serupa dengan makrofag dalam jumlah
yang cukup banyak.
Jaringan
pulpa akan mengadakan respon terhadap iritan dengan reaksi inflamasi
non-spesifik dan reaksi imunologi spesifik. Inflamasi pulpa akibat karies
dimulai sebagai respon seluler kronik yang ditandai adanya limfosit, sel-sel
plasma, dan makrofag. Respon terhadap karies oleh kompleks dentin-pulpa
meliputi pembentukan dentin peritubuler, menurunnya permeabilitas tubulus
dentin dan dengan pembentukan dentin tersier . Dentin tersier memiliki tubulus
lebih sedikit dan mungkin berfungsi sebagai barier terhadap karies yang sedang menyerbu.
Setelah
pulpa terbuka karena karies, berbagai spesies bakteri, yang oportunis dari
flora oral akan berkoloni pada pulpa yang terbuka tersebut. Leukosit PMN yang
merupakan tanda inflamasi akut secara kemotaksis akan tertarik ke daerah
terinflamasi. Akumulasi leukosit PMN akan menyebabkan terbentuk abses. Jaringan
pulpa bisa tetap terinflamasi dalam waktu yang lama atau juga bisa dengan cepat
menjadi nekrosis.3
2.2.2 Hubungan Penyakit Jantung dengan Endodontik
Suatu
riwayat medis singkat; berisi pertanyaan yang hati-hati, harus diperoleh
sedapat mungkin. pertanyaan harus dibuat untuk menyingkapkan adanya oenyakit
sistemik yang dicurigai . Dalam keadaan tertentu, dokter yang merawat pasien
harus dimintai konsul.
Bila
pasien mempunyai riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung valvular,
dokter umumnya menginginkan dilakukan perawatan endodontic daripada ekstraksi.
Penyakit kardiovaskular sedang meningkat, maka pada pasien-pasien tersebut
harus dilakukan premedikasi. Pada semua kasus dengan risiko, perawatan
endodontik, terutama instrumentasi saluran akar, harus dilakuakan setelah
pemberian premedikasi antibiotika : 2 gr penicillin V satu jam sebelum operasi
dan 1 gr enam jam setelah operasi sebagai dianjurkan oleh American Heart Association.4
Sebelum memberikan perawatan, ada baiknya kita
menganalisis penyebab nyeri gigi pada
pasien yang memiliki riwayat penyakit jantung. Beberapa penyakit memberikan
nyeri alihan pada gigi. Daerah anatomis di luar kepala dan leher dapat
menyebabkan nyeri alihan pada gigi seperti penyakit jantung. Perbedaan nyeri
yang disebabkan oleh jantung dengan yang disebabkan oleh gigi yaitu nyeri
alihan akibat jantung nyeri singkat yang biasanya terjadi pada daerah posterior
mandibula sebelah kiri, nyerinya berdurasi dalam hitungan menit, dan pemicunya
adalah penggunaan tenaga yang berlebih atau kecapaian. Sedangkan nyeri yang
disebabkan oleh penyakit gigi bersifat menusuk dan berdenyut, pemicunya adalah
panas atau dingin, dan durasinya hitungan jam dan hari.5
2.2.3 Kelainan Homeostasis
Homeostasis
adalah mekanisme keseimbangan tubuh. Salah satu sensor homeostasis yang
terdapat di rongga mulut adalah indra pengecap. Indra pengecap sensitif
terhadap perubahan kondisi tubuh. Misalnya :
§ Perubahan rasa pengecap asin, berhubungan dengan
tekanan darah. Apabila rongga mulut kita merasakan asin dari biasanya, ada
kemungkinan kita mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi.
§ Rasa manis juga indicator homeostasis. Apabila
seseorang memiliki keinginan mengkonsumsi makanan manis artinya lemak didalam
tubuh mulai tertimbun. Itu merupakan gejala awal penyakit sistemik.
§ Rasa pengecap umami adalah rasa gurih yang dapat
menimbulkan nafsu makan. Rasa umami biasa didapat melalui penyedap makanan atau
vetsin. Rasa ini merangsang sel dalam darah secara terus menerus. Akibatnya sel
mengalami kejenuhan (fatigue) dan
menyebabkan kerusakan sel. Akibatnya tubuh terasa kaku dan mengalami nyeri
kepala. Jika dikonsumsi/digunakan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan
kanker.
§ Rasa pahit merupakan sistem proteksi yang paling
mudah ditemukan. Rasa pahit diludah akibat tubuh yang tidak sehat disebabkan
adanya infeksi dalam tubuh. Tubuh segera bereaksi dengan mengeluarkan kalsium
dan merangsang rasa pahit. Rasa pahit tersebut dijadikan acuan untuk mengetahui
apakah infeksi yang terjadi disebabkan kanker, kelainan jantung, atau hanya
sekedar terlalu keras berolahraga.
Pada pasien yang mengalami kelainan homeostasis
tidak boleh dianastesi local untuk perawatan gigi karena beresiko terjadinya
perdarahan di daerah suntikan.
Kelainan kelenjar endokrin.
Sel endokrin dalam pulau-pulau langerhans. Empat
jenis sel penghasil hormone yaitu :
o Sel alfa :
mensekresikan glucagon yang meningkatkan kadar gula darah.
o Sel beta :
mensekresikan insulin yang menurunkan kadar gula darah.
o Sel delta :
Mensekresi somatostatin yang menghambat sekresi glucagon dan insulin.
o Sel f :
Mensekresi polipeptida pancreas.
Abnormalitas sekresi kelenjar endokrin mengakibatkan
diabetes mellitus. Diabetes mellitus terjadi karena defisiensi insulin.
Penyebabnya adalah faktor genetic,
obesitas, penyakit auto-imun, virus, faktor lingkungan ekonomi dan budaya.
Gejala diabetes adalah ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan glukosa
darah) dan gangguan metabolisme karbohidrat yang mengakibatkan efek glikosuria
dan poliuria.
Individu penderita diabetes secara statistic
memiliki resiko lebih besar terhadap jantung koroner, kebutaan, gangguan
sirkulasi infeksi, penyembuhan yang lambat, gangguan ginjal.6
2.2.4 Fokal Infeksi
Fokal infeksi yaitu pusat atau suatu daerah didalam tubuh yang
dimana kuman atau basil-basil dari kuman tersebut dapat menyebar ke tempat lain
dalam tubuh dan dapat menyebabkan penyakit. Sumber infeksi dari salah satu
organ tubuh berasal dari gigi. Salah satu penjalaran kuman dari pusat infeksi
sampai ke organ tubuh tersebut dibawa melalui aliran darah/limfe atau dapat
pula secara kontaminasi.
Sumber infeksi dalam rongga mulut:
1.
Periodontium :
jaringan untuk melekatkan gigi dalam tulang alveolus.
a.
Pada serat
periodonsium yang rusak, gigi akan goyang dan kuman-kuman akan lebih mudah
mencapai daerah ujung akar gigi dan masuk ke saluran darah.
b.
Pyorhea atau
gejala keluarnya darah dari satu gusi yang berasal dari peradangan karena
rusaknya periodonsium.
2.
Periapikal :
ujung dari akar gigi.
a.
Penyebab dari
periapikal adalah penyebab yang paling sjaringan periapikal sering.
b.
Pulpa gigi yang
nekrosis akibat karies profunda member jalan bagi bakteri untuk masuk ke dalam.
c.
Infeksi akan
menyebar ke daerah yang minimal resistensi.
3.
Pulpa gigi.
a.
Berasal dari
kuman-kuman di daerah gusi juga sisa-sisa fragmen gigi yang tertinggal, karies
dan lubang-lubang baru setelah pencabutan batas tempat akar gigi.
b.
Mikroorganisme
yang mempengaruhi dental pulp dapat tersebarke gigi lain berdekatan atau daerah
periapikal melalui ekstensi atau melalui pembuluh darah.
c.
Trauma, iritasi
dan peradangan adalah konstributor utama penyebaran infeksi di pulpa.
Mekanisme penyebaran infeksi gigi:
a.
Disebabkan oleh
infeksi kronis di suatu tempat atau gigi.
b.
Toxin, bakteri
sisa-sisa dari kotoran maupun mikroba penginfeksi dari gigi menyebar ke tempat
lain di tubuh seperti ginjal, jantung, mata,kulit.
c.
Menembus masuk
ke dalam aliran darah.
d.
Melalui suatu
lesi atau kerusakan yang ditimbulkan oleh trauma mekanis, misalnya pada
tindakan pencabutan gigi.
Cara penyebaran infeksi odontogenik di region maksilofacial:
a.
Percontinutatum
ke daerah-daerah sekitarnya.
b.
Sisemik sebagai
focus infeksi.
Jaringan-jaringan dari fokal infeksi:
a.
Kepala dan
leher.
b.
Mata.
c.
Sequel
intracanal.
d.
System
respirator.
e.
System
cardiovascular.
f.
Jalur
gastrointestinal.
g.
Fertilisasi,
kehamilan, berat lahir.
Sumber infeksi didalam rongga mulut dan sebagainya. Sebagai fokus
atau fokal infeksi yang ditimbulkan disebut infeksi lokal.7
2.2.5 Faktor Virulensi Bakteri
Virulensi
adalah derajat tingkat pathogenesis yang diukur oleh banyaknya organism yang
diperlukan untuk menimbulkan penyakit pada jangka waktu tertentu. Virulensi
berkaitan erat dengan infeksi dan penyakit.
Faktor
virulensi bakteri adalah fimbria, kapsul, vesikel ekstrasel, lipopolisakarida
(LPS), enzim, asam lemak rantai pendek dan produk berberat molekul rendah
seperti amonia dan H2S. Fimbria bakteri berperan penting bagi perlekatan bakteri
ke permukaan atau ke bakteri lain. Fimbria juga penting dalam hubungan sinergi
di antara bakteri. Kapsul adalah faktor resisten yang signifikan bagi bakteri
yang memungkinkannya mampu menghindari fagositosis.
1.
Lipopolisakarida (LPS).
LPS ditemukan pada
permukaan bakteri gram negatif dan memiliki banyak efek biologis yang dapat
menginduksi penyakit periradikuler. LPS memiliki antigen nonspesifik yang tidak
dapat dinetralkan dengan sempurna oleh antibodi. Antigen LPS akan mengaktifkan
cascade komplemen baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Ketika LPS
dilepas dari dinding sel, LPS disebut endotoksin.
Endotoksin mampu
berdifusi melintasi dentin. Kandungan LPS didalam saluran akar gigi yang
menimbulkan gejala (simtomatik) dan disertai lesi radiografis serta
mengeluarkan eksudat ternyata lebih tinggi daripada kandungan LPS pada gigi
yang asimtomatik.
2.
Enzim.
Bakteri menghasilkan
enzim-enzim (protease) yang bisa menetralkan immunoglobulin dan komponen komplemen.
Baru-baru ini telah terdeteksi adanya gen bagi kolagenase, suatu metaloprotease
yang terkait dengan penyebaran selulitis, pada galur Porphyromonas gingivalis yang diisolasi dari infeksi endodonsia.
Selain itu, Enzim hidrolisis yang dilepas dari leukosit PMN dalam infeksi yang
purulen memiliki efek yang membahayakan bagi jaringan sekitarnya.
3.
Vesikel Ekstrasel.
Vesikel mengandung
enzim atau produk lain yang dapat mempengaruhi sel penjamu. Vesikel ini
terlihat dalam hemaglunasi, hemolisis, adhesi bakteri dan aktivitas
proteolitik.
4.
Asam Lemak.
Bakteri anaerob
mengasilkan asam lemak rantai pendek seperti asam propionate, butirat dan asam
isobutirat. Asam-asam ini adalah faktor virulensi yang aktif dalam mempengaruhi
kemotaksis neutrofil, degranulasi, luminesensi kimia, fagositosis dan perubahan
intrasel yang lain. Asam butirat memiliki inhibisi terhadap blastogenesis sel T
yang lebih besar daripada asam propionat dan isobutirat. Asam butirat ternyata
dapat menstimulasi pembentukan interleukin-1 yang menyebabkan resorpsi tulang
dan penyakit periradikuler.
5.
Poliamin.
Sel pejamu dan hampir
semua bakteri, terutama bakteri gram-negatif mengandung banyak sekali poliamin.
Poliamin seperti putresin, kadaverin, spermidin, dan spermin adalah poliamin
yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel, regenerasi jaringan dan modulasi
inflamasi. Jumlah putresin dan poliamin total adalah lebih tinggi pada pulpa
yang nekrosis yang nyeri pada perkusi atau pada gigi dengan nyeri spontan. Gigi
yang memiliki saluran sinus (fistel) mengandung kadaverin yang sangat besar di
dalam pulpanya.8
2.3 Konservasi
2.3.1 Etiologi Penyakit Pulpa
Sebab-sebab dari penyakit pulpa adalah sebagai
berikut.
1.
Fisis
A. Mekanis
Injuri
pulpa secara mekanis ini biasanya disebabkan oleh trauma atau pemakaian
patologik gigi.
Injuri
traumatik dapat disertai atau tidak disertai dengan fraktur mahkota atau akar.
Injuri traumatik pulpa dapat disebabkan karena adanya pukulan keras pada gigi,
baik sewaktu olah raga, kecelakaan, atau ketika perkelahian. Selain itu, injuri
traumatik pulpa juga dapat disebabkan oleh prosedur kedokteran gigi. Misalnya,
terbukanya pulpa secara tidak sengaja ketika ekskavasi struktur gigi yang
terkena karies.
Pulpa
juga dapat terbuka atau hampir terbuka oleh pemakaian patologik gigi, baik
abrasi maupun atrisi bila dentin sekunder tidak cukup cepat ditumpuk.
B.
Termal
Penyebab
termal injuri pulpa adalah panas yang didapat karena preparasi kavitas, dan
konduksi panas dari tumpatan.
Panas
karena preparasi kavitas merupakan panas yang ditimbulkan oleh bur ketika
sedang mempreparasi kavitas. Ketika menggunakan bur, sebaiknya gunakan
pendingin agar injuri pulpa dapat dihindari. Bukti menunjukkan bahwa kerusakan
pulpa lebih cepat disembuhkan bila preparasi kavitas dilakukan dibawah semprotan
air.
Konduksi
panas dari tumpatan dihasilkan dari tumpatan metalik. Tumpatan metalik yang
dekat pada pulpa tanpa suatu dasar semen perantara dapat menyalurkan secara
cepat perubahan panas ke pulpa dan mungkin dapat merusak pulpa tersebut.
2.
Kimiawi
Aplikasi
suatu pembersih kavitas pada lapisan dentin yang tipis dapat menyebabkan
inflamasi pulpa. Pada suatu studi, pembersih kavitas seperti asam sitrat
menyebabkan respon radang yang sangat dalam yang secara berangsur-angsur
berkurang dalam kira-kira satu bulan.
Erosi
yang lambat dan progresif pada permukaan labial atau fasial leher gigi akhirnya
dapat mengiritasi pulpa dan dapat menyebabkan kerusakan permanen.
3.
Bakterial
Penyebab paling umum
injuri pulpa adalah bakteri. Bakteri atau produk-produknya mungkin masuk ke
dalam pulpa melalui suatu keretakan di dentin, baik dari karies maupun
terbukanya pulpa karena kecelakaan, dari perluasan infeksi dari gusi atau
melalui peredaran darah.9
2.3.2 Klasifikasi Penyakit Pulpa
a.
Hiperemi Pulpa
Penumpukan darah secara berlebihan
pada pulpa, yang disebabkan oleh kongesti vaskular. Hiperemi pulpa ada dua
tipe:arteri (aktif) dan vena (pasif).
Ø Gejala :
Ditandai dengan rasa sakit
yang tajam dan pendek. Umumnya rasa sakit timbul karena rangsangan air,
makanan, dan udara dingin.
b.
Pulpitis Reversibel
Yaitu suatu kondisi inflamasi
pulpa ringan sampai sedang yang disebabkan oleh adanya jejas, tetapi pulpa masih mampu kembali pada
keadaan tidak terinflamasi setelah jejas dihilangkan. Rasa sakit biasanya
berlangsung sebentar, yang dihasilkan oleh jejas termal.
Ø Gejala :
Penyebab rasa sakit umumnya
peka terhadap suatu stimulus, seperti air dingin dan aliran udara. Rasa
sakitnya tajam dan hanya sebentar.
c.
Pulpitis Irreversibel
Yaitu keadaan ketika
vitalitas jaringan pulpa tidak dapat dipertahankan,tetapi gigi masih dapat
dipertahankan didalam rongga mulut setelah perawatan endodontik. Kerusakan
pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif
atau terganggunya aliran darah pulpa akibat trauma atau pergerakan gigi dalam
perawatan orthodontia dapat pula menyebabakan pulpitis irreversibel. Lambat
laun pulpa akan menjadi nekrosis.
Ø Gejala :
Rasa sakit biasanya berlanjut
jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan,
tanpa penyebab yang jelas. Pasien dapat melukiskan rasa sakit sebagai menusuk,
tajam-menusuk, atau menyentak-nyentak, dan umumnya adalah parah.
d.
Nekrosis Pulpa
Yaitu kematian proses lanjutan dari radang
pulpa akut maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat
trauma. Ada dua tipe nekrosis pulpa yaitu tipe koagulasi dan tipe likuefaction.9
2.3.3 Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis untuk
penyakit pulpa adalah dengan melakukan tes klinis, yaitu:
a.
Perkusi
Perkusi dapat menetukan ada
tidaknya penyakit periradikuler. Respon positif yang jelas menandakan adanya
imflamasi periodontium. Cara melakukan perkusi adalah dengan mengetuk ujung
kaca mulut yang dipegang parallel atau tegak lurus terhadap mahkota pada
permukaan insisal atau oklusal mahkota. Tes perkusi lainnya adalah dengan
meminta pasien menggigit objek keras misalnya gulungan kapas, pada gigi yang
dicurigai.
b.
Palpasi
Palpasi menentukan seberapa
jauh proses inflamasi telah meluas ke arah periapeks. Respon positif pada
palpasi menandakan adanya inflamasi periadikuler. Palpasi dilakukan dengan
menekan mukosa diatas apeks dengan kuat. Penekanan dilakukan dengan ujung jari.
c.
Tes kevitalan pulpa
Stimulasi lansung pada
dentin, dingin, panas, dan tes elektrik akan menentukan respon terhadap
stimulus dan kadang-kadang dapat mengidentifikasikan gigi yang dicurigai karena
timbulnya respon yang abnormal.10
2.3.4 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis
1.
Pulpitis Reversible.
Berdasarkan gejala dan
tes klinis. Rasa sakit tajam, berlangsung beberapa detik, berhenti bla stimulus
dihilangkan. Biasanya ditangani dengan membuang penyebabnya kemudian restorasi
2.
Pulpitis Ireversible.
Tes pulpa listrik
menginduksi suatu respon yang ditandai oleh variasa arus dibandingkan keadaan
normal. Termobilitas, perkusi dan palpasi adalah negatis PSA, pulpotomi,
pulpektomi dan pencabutan
Diagnosis
Banding
1.
Pulpitis reversible
Rasa sakit umunya tidak
terus-menerus, berlangsung beberapa detik sedangkan pulpitis ireversible, rasa
sakit dapat berlangsung beberapa menit atau lebih lama.
2.
Pulpitis ireversible
Pada pulpitis
reversible, rasa sakit yang disebablan oleh stimulus thermal akan menghilang
begitu stimulus thermal menghilang atau diambil. Sedangkan pada pulpitis
ireversible, rasa sakt tetap ada setelah stimulus diambil.9
2.3.5 Prognosis
1.
Pulpitis reversible
Prognosis untuk pulpa
adalah baik bila iritasi diambil cukup dini. Kalau tidak kondisinya dapat
berkembang menjadi pulpitis ireversible.
2.
Pulpitis ireversible.
Prognosis pada
gigiadalah baik jika pulpa diambil dan pada gigi dilakukan terapi endodontik
dan restorasi yang tepat9
2.3.6
Rencana
Perawatan
Langkah-langkah
perawatan saluran akar :
a. Preparasi
akses dengan tujuan :
- Memperolejh
akses yang lurus.
- Menghemat
jaringan gigi.
- Membuka
atap pulpa.
b. Penentuan
panjang kerja
Dilakukan untuk
memperoleh jarak dari apeks yang telat bagi preparasi saluran akar dan kemudian
obturasi panjang optimal adalah kurang dari 1-2mm dari apeks. Prosedur
perawatan dapat berakhir pada 0-2 mm dari apeks jika giginya sudah nekrosis dan
0-3 mm jika pulpa sudah vital.
c. Pembersihan
dan pembentukkan saluran akar
Pengangkatan pulpa
saluran akar menggunakan teknik ekstirpasi yaitu dengan menggunakan jarum
ekstirpasi yang ditusukkan ke dalam pulpas sampai sedikit lebih pendek dari
panjang kerja, kemudian gagangnya beberapa kali ditarik.
Teknik pembentukkan
seluran akar :
- Preparasi
standar.
- Preparasi
berbentuk corong : crown down dan step back.
Selama membentuk
saluran akar, irigasi harus dilakukan, irigasi yang umunya dipakai adalah
larutan NaOCl 2,5%, sifat irigasinya ideal adalah :
- Pelarut
debris jringan
- Tidak
toksis
- Tegangan
permukaan rendah
- Pelumas
- Dapat
membuang snear layer
- Faktor
lain ( ketersediaan, harga, kemudahan, ketahanan, penyimpanan)
d. Obturasi
(pegisian saluran akar).
Tujuan dilakukannya
obturasi adalah menciptakan kerapatan yang sempurna sepanjang sistem saluran
akar dan korona sampai apeks material obturasi ada yang solid ( gutaperca, kon
perak, kirgi) dan semi solid atau pasta (ZnO dan eugenol). Teknik kondensasi
dengan gutaperca dapat menggunakan
kondensasi lateral ataupun kondensasi vertikal.
e. Restorasi.
Pilihan mengenai restoasi
yang bagaimana yang akan disebut setelah perawatan seluran akarnya dimulai,
walaupun keputusan final mengenai restorasi yang tepat sering hanya dapat
diambil ketika perawatan sedang dilakukan. 9
2.3.7 TRIAD Endodontik
Triad
endodontik merupakan tiga tahapan yang harus dilakukan pada prosedur endodontik
yang digambarkan dalam bentuk segitiga dimana tahapan yang pertama mempengaruhi
tahapan berikutnya. Tahapan-tahapan ini yaitu :
2.3.7.1
Akses yang Lurus11
Preparasi akses memiliki beberapa tujuan
yaitu (1) memperoleh akses yang lurus, (2) menghemat jaringan gigi dan (3)
membuka atap pulpa untuk memajankan orifis dan membuang tanduk pulpa.
Teknik akses
Bur yang dipakai pada preparasi akses
adalah bur fisur lurus atau tirus, kadang-kadang ditambah dengan bur bulat.
Langkah – langkah dalam preparasi akses yaitu :
a.
Buat kavitas akses kasar ke dalam dentin, mendekati
kamar pulpa dengan henpis kecepatan tinggi.
b.
Tembus dan buka atap kamar pulpa dengan bur kecepatan
tinggi. Ada baiknya mengukur jarak antara permukaan insisal atau oklusal dengan
radiograf. Jarak ini ditransfer ke bur agar diperoleh pedoman sebarapa dalam
harus mengebur.
c.
Cari lokasi orifis dengan sonde endodonsia (sonde
lurus)
d.
Buang rak dentin yang bisanya menutupi dan menghalangi
pandangan ke orifis pada molar dengan bur bulat kecil yang memiliki shak
panjang atau fisur tirus kecil atau dengan bur intan.
e.
Eksplorasi saluran akar dengan kirgi kecil sebelum
memperoleh akses lurus, hal ini untuk menentukan apakah saluran akar cukup
lebar untuk mengakomodasikan GGd. Evaluasi dilakukan dengan kirgi kecil (ukuran
10 atau 15) diset pada panjang kerja perkiraan untuk masing - masing saluran
akar, tiap saluran akar dieksplorasi dan dimulai dengan kirgi yang terkecil
kemudian diteruskan ke yang lebih besar dengan tetap pada panjang kerja
perkiraan agar diperoleh patensi.
f.
Kadang – kadang instrument kecil pun tidak dapat
mencapai panjang kerja. Hal ini mungkin disebabkan oleh sumbatan di dalam
saluran akar atau karena konstriksi (instrument makin lama makin serat dan
kemudian berhenti di saluran akar yang kecil).
g.
Saluran akar kecil harus cukup lebar bagi lewatnya GGd.
Hasil yang paling baik dicapai dengan metode preparasi step-back.
h.
Setelah preparasi step-back dilakukan, segmen korona
siap di GGd. Pada sebagian kasus GGd yang digunakan adalah nomor 2,3 dan 4.
i.
Jalankan bur no 2 atau 3 dengan kecepatan sedang dan
tekanan ringan beberapa mm ke dalam saluran akar. Jangan ditekan ke arah
lateral, dan jangan membuat akses lurus dengan bur no 2 atau no 3.
j.
Jalankan bur no 4 sampai mendekati kedalaman yang
dicapai oleh bur no 3. Gunakan bur no 4 untuk memperoleh akses lurus. GGd
selalu digunakan menjauhi bifurkasi akar agar tidak terjadi perforasi akar.
k.
Akses lurus diperiksa dengan kirgi yang harus dapat
lewat tanpa hambatan ke dalam saluran akar.
Menetukan panjang kerja
a.
Film diagnostic yang dibuat dengan teknik kesejajaran
diukur dari titik acu ke apeks menggunakan penggaris endodonsia yang mempunyai
millimeter.
b.
Panjang diperoleh dari panjang radiografis dikurangi 3
mm.
c.
Stopper instrument sesuai dengan panjang kerja
perkiraan dipasang pada masing-masing kirgi kecil.
d.
Ukuran kirgi yang dipakai untuk mengeksplorasi saluran
akar makin besar sampai diperoleh ukuran kirgi yang mengunci di dalam saluran
akar pada panjang kerja perkiraan atau sedikit lebih pendek.
e.
Pada gigi berakar lebih dari satu, semua saluran akar
harus diberi kirgi
2.3.7.2
Pembersihan dan pembentukan saluran akar.11
a.
Penentuan kirgi master.
Kirgi apeks master (KAM) adalah kirgi
terbesar yang bisa agak sesak pada ujung panjang kerjanya. KAM ditentukan
dengan menempatkan kirgi secara pasif dan bertahap dengan ukuran sepanjang
kerja hingga akhirnya diperoleh kirgi terbesar sepanjang kerja yang ujungnya
agak sesak.
b.
Preparasi akses.
Tujuan dari preparasi apeks ini adalah
(1) membantu agar instrument, material dan zat kimia tetap bekerja di
lingkungan saluran akar, tidak melewatinya. (2) untuk menciptakan atau
mempertahankan suatu barier guna mengkondensasikan gutaperca. Instrument yang
digunakan adalah instrument yang besarnya satu atau dua nomor lebih kecil dari
KAM. Instrument ini dimasukkan ke dalam panjang kerja, digerakkan ke segala
arah dan menyentuh ujung yang buntu di semua daerah.
c.
Ekstirpasi pulpa.
Pembuangan pulpa vital dan nekrotik
sampai bersih benar dari daerah akar disebut debridement. Pembuangan ini
dilakukan dengan jarum ekstirpasi. Jarum ekstirpasi harus sesuai dengan dimensi
saluran akarnya tetapi tidak boleh terlalu pas sehingga dapat menyangkut pada
dinding. Jarum ekstirpasi ditusukkan ke dalam pulpa sampai sedikit lebih
pendek dari panjang kerja. Gagangnya diputar beberapa kali kemudian ditarik.
d.
Preparasi standar.
Preparasi berbentuk corong merupakan preparasi
yang umum digunakan. Cara melakukannya (1) jajagi saluran akar hingga mencapai
panjang kerja dengan kirgi kecil, (2) preparasi dentin korona guna mempermudah
penempatan kirgi besar, dengan memakai GGd atau instrumen pembuka orifis atau
kirgi genggam, (3) tentukan ukuran KAM, (4) lebarkan saluran akar apkes dengan
teknik step-back atau crown-down untuk membersihkan dan membentuk saluran akar.
Teknik step-back pasif
Ini adalah langkah setelah akses lurus
dan KAMnya ditentukan. Setelah prepaasi apeks, penirusan saluran akar
(berbentuk corong ke arah korona) sisanya dilakukan dengan memendekkan panjang
kerja sepanjang 0,5 mm setiap kali mennganti kirgi dengan satu nomor yang lebih
besar. Setiap selesai menggunakan kirgi step-back, lakukan rekapitulasi dengan
kembali ke panjang KAM (atau kirgi yang lebih kecil). Instrumen dirotasikan
untuk mengeluarkan debris tetapi tidak melebarkan saluran akar di apeks.
Bahan irigasi
§
Irigasi saluran akar dan antiseptik
Ada 3 macam irigasi saluran akar yang digunakan yaitu :
1)
Larutan H2O2 3 %.
2)
Larutan NaOCl 1 %,2% dan 5%.
3)
Providon iodine seperti septadine, isodine, ataupun
betadine gargie.
§
Indikasi dari obat irigasi tersebut antara lain
:
1)
Melarutkan kotoran jaringan pulpa.
2)
Secara mekanis mengeluarkan kotoran-kotoran yang
melekat pada saluran akar.
3)
Membunuh kuman-kuman.
4)
Memutihkan jaringan gigi.
5)
Melicinkan saluran akar.
§
Efek samping yang dapat ditimbulkan akibat
pemakaian irigasi adalah:
1)
Konsentrasi pekat NaOCl dapat merangsang jaringan periapikal.
2)
Pemakaian H2O2 3% saja dapat mengakibatkan iritasi
jaringan periapikal.
3)
Pemakaian septadine ataupun betadine yang berlebihan
dapat menimbulkan stomatitis (peradangan jaringan lunak mulut).
§
Cara pemakaian
Ke dalam saluran akar diirigasikan H2O2 3 % baru kemudian larutan NaOCl.
Karena pemakaian H2O2 akan
terurai menjadi H2O + O2 dimana
O2 akan mengiritasi
jaringan periapikal dan menimbulkan rasa sakit. Oleh karena itu, harus
dinetralisir dengan NaOCl dan akan terjadi reaksi NaOCl + H2O2 → NaOCl + H2O + O2.
Pemakaian septadine, isodine, maupun
betadine dapat cara menyemprotnya kedalam saluran akar. Setelah saluran akar di
irigasi, maka tahap selanjutnya adalah sterilisasi saluran akar.
Obat-obatan antar
kunjungan / non-spesifik
§
CHKM(Chlorophenol Kainfer Menthol)
Sifat-sifatnya :
o
Desinfeksi dan sifat mengiritasinya kecil.
o
Mempunyai spectrum anti bakteri yang luas.
Indikasi :
o
Semua perawatan saluran akar gigi.
o
Gigi yang mempunyai kelainan apikal.
§
Clesatin : mempunyai sifat dan indikasi
pemakaian yang sama dengan chkm.
§
Cresophene : dipakai pada gigi dengan
periodontitis apikalis tahap awal akibat instrumentasi berlebih.
§
Formokresol
Sifatnya :
o
Desinfeksi
o
Mumifikasi jaringan pulpa.
Indikasi :
o
Fiksasi pada perawatan pulpotomi.
o
Kasus-kasus darurat dimana peradangan pulpa
masih dalam kamar pulpa.
§
TKF (TriKresol Formalin)
Bahan ini mempunyai sifat merangsang
jaringan periapikal sehingga mengakibatkan jaringan menjadi nekrosis.
§
Eugenol
Sifatnya sedatif (menenangkan rangsangan atau kegelisahan).
Misalnya : diazepam.
Indikasi :
o
Pemakaian setelah pulpektomi.
o
Sebagai bagian dari sealer saluran akar.
o
Sebagai campuran dari tambalan sementara.
§
CMCP
Merupakan desinfektan yang stabil dan
efektif pemakaiannya. Obat ini digunakan pada gigi non vital.
Cara penggunaan :
Keringkan saluran akar dengan papper point
kemudian ambil kapas kecil dan basahi obat sterilisasi saluran akar dan
diletakkan di atas kamar pulpa dan diatasnya di tutup dengan tambalan
sementara.
2.3.7.3
Obturasi.11
Obturasi
bertujuan untuk menciptakan kerapatan yang sempurna sepanjang system saluran
akar, dari korona sampai ke ujung apeks.
1.
Material
Obturasi Inti
Sifat Material
Obturasi yang Diinginkan
·
Mudah dimasukkan
ke dalam saluran akar.
·
Dapat menutup
saluran akar lateral dan apeks dengan baik.
·
Tidak mengerut
setelah dimasukkan dalam saluran akar.
·
Kedap cairan.
·
Dapat membunuh
bakteri atau setidaknya menghalangi pertumbuhan bakteri.
·
Radiopak.
·
Tidak membuat
struktur gigi berubah warna.
·
Tidak
mengiritasi jaringan periapeks atau memengaruhi struktur gigi.
·
Steril atau
mudah disterilkan.
·
Mudah
dikeluarkan dari saluran akar.
a. Material Solid
1) Gutaperca
Komposisi. Komponen
utama gutaperca adalah oksida seng (ZnO), sekitar 75%. Gutapercanya adalah
sekitar 20% dan memberikan sifat yang unik pada konnya seperti sifat plastis.
Komponen sisanya terdiri dari zat pengikat, zat pengopak (opaque), dan zat warna.
Keuntungan. Pertama adalah plastisitasnya; gutaperca dapat
beradaptasi terhadap ketidakteraturan pada saluran akar yang telah dipreparasi.
Kedua, gutaperca relatif mudah ditangani dan dimanipulasi meskipun teknik
obturasinya cukup kompleks. Ketiga, gutaperca mudah dikeluarkan dari saluran
akar, baik sebagian ketika akan empreparasi pasak, atau seluruhnya ketika akan
melakukan perawatan ulang. Keempat, toksisitasnya relatif ringan karena hampir
tidak berubah selama berkontak dengan jaringan ikat. Kelima, gutaperca bersifat
swa-sterilisasi, yaitu tidak memfasilitasi pertumbuhan bakteri. Dan terakhir,
adalah gutaperca dapat dikendalikan panjangnya.
2) Kon Perak
Walaupun keberhasilan dalam kerapatan jangka
pendeknya sebanding dengan keberhasilan kerapatan gutaperca, untuk jangkan
panjang, kon perak bukan pilihan yang baik. Masalahnya adalah ketidakmampuannya
untuk beradaptasi dan toksisitas dari korosinya. Selain itu, kekerasan dan
kecekatannya dalam saluran akar, kom perak akan sukar diangkat seluruhnya jika
harus dilakukan rawat ulang, atau diambil sebagian ketika harus membuat
preparasi untuk pasak. Ditambah, jika berkontak dengan bur kerapatannya akan
pecah.
3) Kirgi sebagai Material Inti
Kekurangan utamanya adalah bahwa. Karena kompleksnya
saluran akar dan desain kirginya, kerapatan yang sempurna tidak akan pernah
tercapai.
Pengambilan kembalinya akan sukar andaikata gigi harus
dirawat ulang atau diperlukan pemasangan pasak.
b. Material Semisolid
1) Oksida Seng (ZnO) dan Eugenol
Formula pasta ini diklaim memiliki sifat
antimikroba, aktivitas terapi biologik, dan keunggulan lainnya walaupun tidak
ada bukti bahwa pasta itu berperan menguntungkan sebagai material obturasi.
2) Plastik
Semen saluran akar berbasiskan resin seperti AH26
dan Diaket telah dianjurkan sebagai material obturasi tunggal. Semen saluran
akar ini memiliki kekurangan yang sama dengan pasta sehingga tidak banyak dipakai.
2. Siler Saluran Akar
Sifat Siler Saluran Akar yang
Diinginkan
·
Toleransi
jaringan.
·
Tidak mengkerut
ketika mengeras.
·
Waktu pengerasan
yang lambat.
·
Keadhesifan.
·
Keradiopakan.
·
Tidak mewarnai
gigi.
·
Larut dalam
pelarut.
·
Tdak larut dalam
cairan jaringan dan jaringan mulut.
·
Bersifat
bakteriostatik.
·
Menciptakan
kerapatan yang baik.
a. Berbasis OSE
Keuntungan utamanya adalah riwayat keberhasilannya
yang telah berlangsung lama. Kualitas positifnya jelas mengalahkan aspek
negatifnya, yaitu mewarnai gigi, waktu pengerasan yang sangat lambat, tidak
adhesif, dan larut.
b. Plastik
Contohnya adalah AH26. Sifatnya adalah antimikroba,
adhesi, waktu kerja yang lama, mudah mengaduknya, dan kerapatan yang sangat
baik.
Kekurangannya adalah mewarnai gigi, relatif tidak
larut dalam pelarut, agak sedikit toksik jika belum mengeras, dan agak larut
pada cairan mulut.
c. Kalsium Hidroksida
Memiliki sifat antimikroba dan kerapatan jangka
pendek yang adekuat. Tidak direkomendasikan.
d. Semen Ionomer Kaca
Keuntungannya bisa beradhesi ke dentin sehingga
diharapkan bisa menciptakan kerapatan yang baik di apeks dan korona dan
biokompatibel.
Kekerasan dan ketidaklarutannya menyukarkan
perawatan ulang jika diperlukan dan menyukarkan pembuatan pasak.
3. Tahap Obturasi
Ø Buat campuran siler saluran akar dan aplikasikan ke
dinding saluran akar.
Ø Masukkan kon master, tanpa dilapisi siler, secara
perlahan agar kelebihan siler dan udara bisa menyingkir.
Ø Beri tanda panjang yang dikehendaki pada kon
aksesori dengan menjepitnya dengan pinset, sebelum penguak dimasukkan dan
dikeluarkan.
Ø Penguak yang panjangnya telah ditandai didesakkan ke
arah apeks diantara kon master dan dinding saluran akar dengan tekanan yang
kuat untuk menciptakan ruangan bagi kon aksesori berikutnya.
Ø Untuk membebaskan penguak, putar penguak bolak balik
pada sumbu panjangnya. Setelah penguak diangkat maka segera masukkan kon
gutaperca aksesori yang telah diukur ke ruang yang telah terkuak itu.
Ø Setelah memasukkan satu atau dua kon, boleh saja
dibuatkan radiograf sehingga jika panjang kon tidak sesuai dapat diganti dengan
kon master yang baru yang pas dan sesuai panjangnya.
Ø Ulangi tahap ini sampai penguak tidak dapat lagi
melewati sepertiga apeks saluran akar. Pada tahap ini, obturasi diperiksa
dengan radiograf.
Ø Potong kelebihan gutaperca dengan instrument panas.
Ø Mampatkan gutaperca panas di daerah servikal dengan
kondensasi vertikal.
Ø Bersihkan kamar pulpa dengan seksama memakai kapas
yang dibasahi alkohol atau kloroform.
Ø Tutup dengan tambalan sementara atau permanen.
Ø Buat radiograf setelah gigi ditambal dan isolator
karet dilepas. (Walton, Grossman)
2.3.8 Perawatan Darurat Endodontik
Kedaruratan
endodontik dikaitkan dengan nyeri dan/atau pembengkakan serta memerlukan
diagnosis dan perawatan yang segera.
Kedaruratan
endodontik dibagi menjadi dua kategori, yaitu kedaruratan prarawat dan
kedaruratan antar-kunjungan dan pasca obturasi.
1.
Kedaruratan
Prarawat
Kedaruratan prarawat adalah situasi ketika pasien
datang pertama kali dengan nyeri parah dan/atau pembengkakan. Biasanya timbul
problem dalam diagnosis dan perawatannya.
2.
Kedaruratan
Antar-Kunjungan dan Pascaobturasi
Kesakitan pada saat perawatan ini disebut juga
sebagai flare-up. Walaupun merupakan
suatu kejadian yang tidak mengenakkan, keadaan ini lebih mudah ditangani karena
gigi penyebabnya telah teridentifikasi dan diagnosisnya telah ditegakkan.
Selain itu, preklinik telah memiliki pengetahuan menganai prosedur sebelumnya
dan akan bisa mengoreksi problem ini dengan lebih baik.12
Untuk memudahkan pemilihan suatu rencana perawatan
yang efektif, keadaan darurat juga diklasifikasikan menjadi pulpitis reversibel
akut dan pulpitis ireversibel akut.
1.
Pulpitis
Reversibel Akut
Pulpitis reversibel akut dapat dirawat berhasil
dengan prosedur paliatif. Menemukan gigi yang terlibat biasanya adalah suatu
proses mudah, pasien dapat menunjukkan gigi yang sakit. Diagnosis dan asal mula
kondisi dapat ditegaskan oleh pemeriksaan visual, taktil, termal, dan
pemeriksaan radiografik gigi yang diisolasi.
Bila suatu restorasi yang belum lama dibuat
mempunyai titik kontak premature, memperbaiki kontur gigi yang tinggi ini
biasanya akan meringankan rasa sakit dan memungkinkan pulpa sembuh kembali.
Bila keadaan nyeri yang bertahan ini timbul setelah preparasi kavitas, atau
karena pembersihan kavitas secara kimiawi atau kebocoran restorasi, maka
restorasi harus diambil dan diganti dengan semen sedative misalnya semen
seng-oksida-eugenol. Cara yang sama dapat digunakan bila karies berulang
terjadi.
2.
Pulpitis
Ireversibel Akut
Bila pasien memberikan gambaran rasa sakit yang berlangsung
bermenit-menit sampai berjam-jam, atau rasa sakitnya adalah spontan atau
mengganggu tidurnya, atau timbul bila membungkuk, kemungkinan besar bahwa
pasien lebih memerlukan pulpektomi pada gigi bersangkutan yang terserang
daripada terapi paliatif untuk meringankan gejala rasa sakit.13
Perawatan terhadap keadaan darurat endodontik.
1. Pulpektomi
Pulpektomi
adalah tindakan mengambil seluruh jaringan pulpa dari saluran akar dan korona
gigi.
a. Pulpektomi Vital
Pulpektomi
vital sering dilakukan pada gigi dengan karies yang telah meluas kea rah pulpa,
atau gigi yang mengalami fraktur.
Teknik
:
·
Diagnosis (foto
roentgen I).
·
Anestesi Lokal.
·
Isolasi
(absolut).
·
Preparasi
kavitas dengan bur bulat, 3% perdarahan dihentikan dengan H2O2.
·
Pembersihan
biomekanis dengan jarum ekstirpasi, bur gates, reamer, file, dan lain-lain.
·
Menentukan
panjang kerja, foto jarum (foto roentgen II), endometer lanjutan biomekanikal.
·
Irigasi H2O2
3% + Ultrasonik NaOCl 5%, keringkan dengan paper point.
·
Pengisian
saluran akar bergantung pada restorasi akhir (foto roentgen III).
·
Tambalan
sementara Zn(PO)4 atau oksida seng eugenol.
·
Tambalan tetap.
b. Pulpektomi Devital
Pulpektomi
devital sering dilakukan pada gigi pasien yang tidak tahan terhadap anestesi,
juga sering dilakukan untuk gigi sulung.
Teknik
:
·
Diagnosis (foto
roentgen I).
·
Isolasi
(relatif/absolut).
·
Preparasi
kavitas, keringkan.
·
Peletakan bahan
devitalisasi (Toxavit).
·
Tambalan
sementara, semen oksida seng eugenol atau semen Zn(PO)4 R/Analgetik.
·
Ekstirpasi
pulpa, preparasi saluran akar, irigasi NaOCl 5%, H2O2 3%,
foto jarum, endometer (foto roentgen II), ultrasonik.
·
Keringkan,
peletakan kapas steril, tambalan sementara.
·
Pengisian
saluran akar dengan pasta tubli seal + gutap semen.
·
Tambalan tetap.
c. Pulpektomi Nonvital
Pulpektomi
nonvital dilakukan pada gigi yang didiagnosis gangren pulpa atau nekrosis.
Teknik
:
·
Diagnosis (foto
roentgen I).
·
Isolasi
(relatif/absolut).
·
Trepanasi
preparasi kavitas, preparasi saluran akar secara manual dan ultrasonik.
·
Irigasi H2O2
3%, NaOCl 5%, keringkan dengan saluran akar dengan paper point.
·
Peletakan bahan
desinfektan, septomixine dan lain-lain.
·
Tambalan
sementara semen Zn(PO)4, R/ Antibiotik, R/ Analgesik (hanya jika
sakit).
·
Pengisian
saluran akar dengan gutaperca + pasta tubli seal (foto roentgen III).
·
Tambalan tetap.14
2. Pulpotomi
Pulpotommi
adalah pengambilan pulpa mahkota secara bedah. Pulpotomi bertujuan untuk
mempertahankan vitalitas pulpa radikuler dan membebaskan rasa sakit pada pasien
dengan pulpalgia akut. Ketika melakukan pulpotomi, hanya daerah terinfeksi dan
terinflamasi yang diambil, sedangkan jaringan pulpa vital yang tidak terinfeksi
di dalam saluran akar ditinggalkan.
Berdasarkan
bahan dressing yang digunakan, pulpotomi diklasifikasikan menjadi pulpotomi
kalsium hidroksida, dan pulpotomi formokresol.
a. Pulpotomi Kalsium Hidroksida
Kalsium
hidroksida digunakan karena kemampuannya membentuk jembatan dentin dan
memelihara vitalitas sisa pulpa.
Teknik
:
·
Gigi dianestesi
lokal.
·
Pasang isolator
karet.
·
Medan operasi
didisinfeksi dengan antiseptik yang cocok.
·
Gunakan bur
steril untuk membuka kamar pulpa dan mengambil seluruh atap kamar pulpa.
·
Kendalikan
pendarahan dengan kapas gulung steril basah.
·
Ambil bagian
korona pulpa dengan ekskavator sendok.
·
Kamar pulpa
diirigasi dengan larutan anestetik.
·
Kamar pulpa
dikeringkan dengan kapas.
·
AplikasikanCa(OH)2
pada pulpa yang telah diamputasi.
·
Di atasnya
diaplikasikan suatu base semen.
·
Restorasi
permanen diletakkan di atas base.
·
Lepas isolator
karet, cek oklusi.
b. Pulpotomi Formokresol
Formokresol
merupakan bahan yang mendisinfeksi dan memfiksasi jaringan pulpa.
Teknik
:
·
Lakukan anestesi
gigi.
·
Ambil atap kamar
pulpa.
·
Kuret dan ambil
jaringan pulpa mahkota sampai orifis saluran.
·
Irigasi dan
bersihkan kamar pulpa dengan larutan anestesi local untuk menaikkan hemostasis.
·
Letakkan
gulungan kapas yang dibasahi dengan formokresol diatas punting pulpa, dan tutup
jalan masuk kavitas dengan Cavit.
·
Berikan
analgesik bila diperlukan.
·
Minta pasien
untuk kembali dalam beberap hari mendatang untuk menyelesaikan perawatan endodontik.13
2.3.9
Mekanisme
Penyembuhan
Terjadi dari
tepi ke pusat lesi. Proses terjadi berdasarkan pembuangan daerah infeksi dalam
saluran akar (jaringan pulpa nekrotik, flora endodontik, dan produk radang yang
dibersihkan dalam saluran akar) merangsang kegiatan sel-sel penyembuh
berproliferasi ke daerah infeksi
Proses penyembuhan
· Setelah jaringan terinfeksi dibuang, keadaan ini
mendorong pembentukan jaringan ikat baru
· Akibat tindakan ekstirpasi pulpa, terjadi perdarahan yang
merupakan asal dari fibrin clot pada apeks
Organisasi fibrin clot
Proses inflamasi terjadi
(terdapat eksudat)
↓
Terjadi proliferasi
mesenkim (3-4 hari setelah luka)
↓
Fibroblas (aktif dalam
keadaan normal/patologis) dan sel lain dari jaringan sekitarnya bergerak ke
tengah lesi dan sekitar fibrin clot (jaringan baru ini disebut jaringan
granulasi/precursor to repair)
↓
Beberapa hari setelah
preparasi saluran akar, jaringan granulasi tumbuh pada pulpo-periodonsium
complex
↓
Merupakan pertahanan
terhadap proses instrumentasi saluran akar (J.granulasi mengandung banyak :
makrofag, limfosit, plasmasit ; sedikit PMN)
↓
Kapiler baru tumbuh,
dikelilingi oleh jaringan mesenkim
↓
Substansi dasar
(glikosaminoglikan, glikoprotein, glikolipid, air) membantu penyembuhan sel →
perantara nutrisi dan metabolisme
↓
Reaksi penyembuhan
ditandai oleh terjadinya fibroplasia jaringan melalui pembentukan jaringan
fibrosa
↓
Terjadi aposisi
sementum dan tulang alveolar, sebagai reaksi terhadap lisis sewaktu radang
periapeks dan karena dukungan ion Ca dan PO4 yang stabil dalam serum dan CES
↓
Perbaikan jaringan
periapeks ditandai oleh proliferasi fibroblas, infiltrasi sel inflamasi dan
akumulasi mukopolisakarida* sulfat yang diikuti dengan deposisi kolagen dan
pembentukan tulang
*mukopolisakarida merupakan binding material, mengawali
mineralisasi/deposisi lipid.
Reaksi
immunologik jaringan periapeks disebabkan oleh interaksi antara mikroorganisme
dengan jaringan periapeks, yaitu PMN, lisosom, makrofag, limfosit, sel plasma,
antibodi, dan sistem komplemen15
Zona Penyembuhan
a. Zona Eksudat
(Akut)
· Zona Infeksi (zona nekrosis, pusat pus / abses)
Saluran akar yang terinfeksi / nekrosis mengandung :
- Pus berisi sel mati, komponen destruktif yang dilepaskan
oleh fagosit, produk selama & akhir proteolisis (dekomposisi protein).
- Leukosit PMN.
- Ada/ tidak kehadiran mikroorganisme .
· Zona kontaminasi (zona eksudatif primer)
Respon langsung terhadap elemen toksik yang keluar dari
saluran akar :
- Eksudat (akut) mempertahankan dari vasodilatasi, eksudasi
cairan, infiltrasi sel; elemen toksik ditambah aksi antibakteri dari cairan
inflamasi.
- Sel pertahanan utama :
1. Leukosit PMN (awal).
2. Makrofag : pada darah berasal dari sel mononuklear; pada
jaringan berasal dari sel histiosit (muncul kemudian karena kurang motile dan
bertahan lebih lama dari pada PMN)
b. Zona Proliferasi (Kronik)
· Zona Iritasi (zona granulomatosa, zona proliferatif
primer)
Toksisitas menurun - semakin jauh dari kanal foramen.
- Fungsi : pertahanan, penyembuhan, perbaikan.
- Jaringan granulasi : proliferasi kapiler &
pembentukan fibroblas.
- Granulomatosa : jaringan granulasi + sel pertahanan.
- Sel pertahanan utama : limfosit, sel plasma, makrofag
pada darah dan jaringan, dan sel cadangan (undifferentiated mecemchymal cell).
- Sel mediator inflamasi : antibodi dari sel plasma,
limfokin dari limfosit T, histamin, serotonin (5-hydroxytryptamine) dari
basofil.
- Badan Russel : sel plasma membesar dengan sejumlah
inklusi antibodi.
- Eosinofil (muncul kemudian) : ditarik oleh sel mast eosinophyl
chemotactic factor (ECF-A) dan limfokin ECF-A, eosinofil memodulasi
inflamasi dan alergi dengan merusak substansi vasoaktif (platelet activating
factor/ PAF dan slow reacting substance of anaphylaxis/ SRS-A).
- Foam cell : makrofag setelah memakan sel dengan
degenerasi lemak.
- Lingkungan yang baik untuk osteoklas.
- Kristal kolesterol.
- Cluster epithelial & strands.
Zona Stimulasi (zona encapsulation, zona produksi fibrosis)
Toksisitas tereduksi pada stimulan ringan
- Aktivitas fibroblas → pembentukan kolagen.
- Lingkungan yang baik untuk aktivitas osteoblas.
1. Aposisi tulang & bukti garis membalik (garis
demarkasi).
2. Hyperostosis reaktive ketika lesi mengganggu cortical
plate.16
2.3.10 Evaluasi Pasca Perawatan
Penentuan
berhasil atau tidaknya perawatan diambil dari :
a.
Pemeriksaan
klinis.
Yang paling dinilai adalah tanda
dan gejala klinis, yang apabila jelas sekali indikasi kegagalan.
Berhasil
apabila tidak ada nyeridan gejala, namun penyakit tanpa gejala yang signifikan
merupakan keadaan yang umum terjadi.
Kriteria klinis keberhasilan
perawatan yang disusun oleh Bennet dan kawan-kawannya adalah :
· Tidak
adanya nyeri atau pembengkakan
· Hilangnya
saluran sinus
· Tidak
ada fungsi yang hilang
· Tidak
ada bukti kerusakan jaringan lunak termasuk tidak adanya sulkus yang dalam pada
pemeriksaan dengan sonde periodontium.
b.
Temuan
radiografis.
Tiga
kriteria dalam hasil
radiografis, yaitu:
· Berhasil,
jika tidak ada lesi apeks yang resorptif secara radiologis. Yang berarti bahwa
suatu lesi yang terdapat saat perawatan telah membaik atau tidak ada timbul
lesi yang tidak ada saat perawatan. Keberhasilan benar-benar terjadi jika
radiolusensi tidak berkembang atau hilang setelah interval 1-4 tahun.
· Gagal,
jika kelainanya menetap atau berkembangnya suatu tanda penyakit yang jelas
secara radiografis. Secara khusus, terdapat lesi radiolusen yang telah
membesar, telah menjadi persisten atau telah berkembang mulai di saat perawatan.
· Meragukan,
jika terdapat tanda-tanda yang mencerminkan ketidakpastian.
c.
Pemeriksaan
histologis.
Secara histologis,perawatan yang
berhasil ditandai dengan perbaikan struktur periapeks dan tidak adanya
inflamasi. Dua penelitian yang telah memeriksa hasil perawatan secara
histologist memberikan kesimpulan yang berbeda, karena kedua penelitian itu
dilakukan pada mayat, status praperawatan dan faktor-faktor klinis lain yang
terkait dengannya tidak diketahui.16
2.4 Radiologi
2.4.1 Gambaran Radiografi
Suatu pulpa yang terinflamasi dengan aktifitas
dentinoklas dapat memperlihatkan pembesaran ruang pulpa yang berubah abnormal
dan merupakan tanda patologis dari resorbsi interna.
Lesi radiolusensi
1. Lamina
dura didaerah apeks tidak ada karena telah teresorbsi.
2. Keradiolusensinya
sering memiliki tampilan hanging drop of oil.
3. Radiolusensi
akan tetap tidak berubah di apeks, tidak terpengaruh oleh posisi penyudutan
tabung sinarnya.
4. Penyebabnya
biasanya jelas yaitu pulpa nekrosis.
Lesi radioopak
1. Lesi ini
telah merupakan condensing osteitis. Tampilannya menyebar (difus) dan opak dan
secara histologis memperlihatkan adanya peningkatan tulang trabikuler.
2. Pada
radiografinya berupa batas yang menyebar dan susunan konsentris yang kasar
mengelilingi apeks.
3.
Nekrosis pulpa dan lesi inflamasi yang
radiolusen bisa ada atau tidak. Sering, condensing osteeitis ini dijumpai
bersama-sama penyakit periodontitis apikalis. Pulpanya sering vital dan
terinflamasi.17
2.5 Farmakologi
2.5.1 Anestesi Lokal
Faktor yang mempengaruhi
anastesi :
1.
Kekhawatiran dan kecemasan
Emosi berperan dalam persepsi pasien mengenai
perawatan dan juga mengenai reaksi terhadap nyeri. Pasien akan menjadi cemas
dan khawatir akibat cerita seram yang didengarnya mengenai nyeri itu sendiri
saat perawatan endodonsi.
2.
Kelelahan
Selama menderita sakit gigi banyak pasien tidak
tidur dengan nyenyak berhari-hari lamanya. Pada akhirnya pasien dalam
menanggulangi stress menurun dan kurang dapat mentoleransi nyeri.
3.
Inflamasi Jaringan
Jaringan
terinflamasi menyebabkan ambang rangsang persepsi nyeri menurun. Jaringan yang
terinflamasi jauh lebih sensitive terhadap stimulus yang lebih rendah dimana
jaringan terinflamasi lebih sukar dianastesi.
4.
Kegagalan anastesi
Weinstein
dan kawan-kawan melaporkan bahwa kesukaran yang telah dialami dalam memperoleh
anastesia mungkin menyebabkan ketidakstabilan anastesi si masa depan.
Anastesi
Mandibula
Anestetik
yang paling umum digunakan adalah lidokain 2% dengan epinefrin 1:100.000.
Kecuali disebutkan lain, larutan
anestetik yang digunakan adalah larutan tersebut.
Lidokain
adalah obat yang aman dan efektif. Vasokontriksi pada umumnya merupakan bahan
yang aman. Pada sejumlah kecil keadaan, yakni pada pasien yang sedang minum
antidepresan trisiklik atau agen pemblok adrenergic nonselektif, atau pasien
dengan penyakit jantung sedang sampai parah terdapat potensi untuk timbul
masalah.
Tanda-tanda keberhasilan atau kegagalan anastesi setelah injeksi :
1. Rasa
kebas dibibir (5-7 menit).
Berarti injeksi telah memblok saraf kejaringan
lunak bibir. Walaupun tidak berarti bahwa pulpa telah teranastesi. Jika
kebaalan bibir tidak timbul, berarti anastesi blok gagal.
2. Awitan
anastesi pulpa (10-15 menit).
3. Durasi.
Durasi anastesi pulpa mandibula cenderung lebih
sering di molar dan premolar, dan sedikit kurang berhasil di gigi anterior.
4. Keberhasilan.
Anastesi
pulpa pada mandibula cenderung lebih sering dimolar dan premolar dan sedikit
kurang berhasil di gigi anterior.
Anastesi Maksila
Kecuali disebutkan lain, larutan anastetik yang
digunakan adalh larutan konvensional yakni lidokain 2% dengan apinefrin
1:100.000.
Secara klinis anastesia lebih mudah berhasil di
maksila daripada dimandibula. Injeksi yang paling umum untuk daerah maksila
adalah injeksi infiltrasi.
Faktor
yang berkaitan dengan anastesi maksila
1. Rasa
baal dibibir.
Biasanya terjadi dalam beberapa menit. Anastesi
jaringan lunak tidak berhubungan sepenuhnya dengan durasi anastesi pulpa karena
pulpa tidak teranastesi sama lamanya dengan jaringan lunak.
2. Keberhasilan
dan kegagalan.
Infiltrasi maksila lebih berhasil daripada blok
nervus alveolaris inferior.
3. Awitan
anastesi (3-5 menit) di pulpa.
4. Durasi
pada sepertiga pasien anastesi pulpa pada:
Gigi anterior menurun sekitar kurang lebih 30
menit, dan menghilang kurang lebih 60 menit. Pada gigi premolar dan molar satu,
pasien tidak mengalami anastesi pulpa kurang lebih 45 menit dan sebagian hilang
sekitar 60 menit.17
2.5.2 Antibiotik
Antibiotik adalah bahan penolong teraupetik
yang tidak ternilai harganya. Digunakan sebagai pelindungan profilaktik pada
pasien yang secara media membahayakan dan pada keadaan khusus, suatu perawatan
tambahan infeksi periapikal akut atau infeksi periodontal.
Jangan memberikan resep antibiotik tanpa
pengetahuan pasti apakah pasien tidak alergi terhadap bat tersebut. Penggunaan
antibiotik bisaanya dibatasi pada perawatan tambahan penyakit periapikal akut
dan periodontal dan hanya bila benar benar diperlukan.
Antibiotik yang paling
sering digunakan pada perawatan endodontik darurat adalah :
1.
Penicilin
Efektif terhadap kasus gram dan terutama
strain varidans, bakteri seperti batang, bakteri aerob. Cara kerjanya dengan
menghambat sintetis dinding sel pada waktu perkembang biakan mikroorganisme.
Kekuatan mikrobanya adalah bakterisidal.
Penicilin V dengan asam stabil adalah
antibiotika pilihan yang diberikan lewat mulut pada pasien yang secara medis
membahayakan.. pedoman standar yang dianjurkan untuk prosedur perawatan gigi ;
penicilin V 20 gram diminum 1 jam sebelum perawatan, selanjutnya 1,0 gram 6 jam
kemudian.
2.
Erythomychin
Digunakan bila elergi terhadap penicilin. Cara
kerjanya menghambat sinlesis protein, spektrum. Antibakterialnya adalah
penicilin. Merupakan asam labial , yang sebaiknya digunakan bersama makanan.
Dapat diberikan dalam bentuk tablet dengan lapisan yang gak dapat dilarutkan
oleh asam , untuk menjamin tingkat daerah yang efektif dan untuk mencegah
inaktivitas oleh asam lambung.
3.
Cerhalexin
Berguna untuk merawat endodontik darurat
adalah cephalexin 250-500 mg tiap 6 jam, clidamycin phospate 150-300 mg tiap 6
jam, tetracyline hydrochloride 250-300 mg tiap 6 jam
Tetracyline adalah yang paling tidak efektif
diantara semua antibiotik untuk keadaan darurat endodonsia.18
3.5.3 Analgesik
1.
Indikasi dan kontraindikasi analgesik
a. Indikasi:
o
Aspirin : nyeri kecil
o Ibuprofen
: nyeri keci, nyeri sedang, nyeri berat.
o
Acethaminophen : nyeri kecil, nyeri sedang,
nyeri berat.
o
Golongan salisilat : sakit gigi dan sakit
kepala
o
Paraminolfenol : sama dengan salisilat tetep
untuk jangka pendek.
o Orhydrocodeine
: nyeri berat.
b.
Kontra indikasi
o Aspirin
: ulserasi peptis, systemic steroid, tidak di sarankan untuk anak-anak karena
bisa menyebabkan Reye’s syndrome.
o
Paracetamol : penyakit jantung.
o Analgesik
tidak di anjurkan secara continue.
c.
Dosis
Analgesik
(non narkotik)
|
Nama
Dagang
|
Batas Dosis
(mg)
|
Dosis perhari
(mg)
|
Acimetaminophen
|
Rylenol etal
|
325-1000
|
4000
|
Aspirin
|
Naspro
|
325-1000
|
4000
|
Diflunisal
|
Dolobid
|
250-1000
|
1500
|
Diclofenol potasium
|
Cataflam
|
50-100
|
150-200
|
Etodolac
|
Lodine
|
200-400
|
1200
|
Fenoprofen
|
Nalfon
|
200
|
1200
|
Flurtiprofen
|
Ansaid
|
50-100
|
200-300
|
Ibuprofen
|
Motrin etal
|
200-400
|
2400
|
Ketorolac
|
Toradol
|
10 (oral)
|
40
|
Naproxen Na
|
Anaprox etal
|
220-550
|
1650
|
Naproxen
|
Naprosyn
|
250-500
|
1500
|
Ketaprofen
|
Orudis
|
25-75
|
300
|
Rofecoxib
|
Vioxx
|
12,5-50
|
50
|
Opioid Analgesik
|
Dosis (mg)
|
Codeine
|
60
|
Oxycodone
|
5-6
|
Hydrocodone
|
10
|
Dhydrocodone
|
60
|
Propaxyphene
|
102
|
Proxyphene
|
146
|
Mependen
|
90
|
Tramadol
|
50
|
Penggunaan Analgesik
v Nyeri ringan sampai sedang.
Tablet
aspirin, 300 mg (1-3x, setiap 4-6 jam)
Paracetamol tablet, 500 mg (1-2x,
setiap 6 jam)
Ibuprofen tablet, 600 mg (1-2x,
setiap 4-6 jam)
v Nyeri sedang sampai berat.
Dihydrocodeine
tablet, 30 mg (setiap 4-6 jam) setelah makan.
v Nyeri berat.
Tablet
pethidine, 25 mg (2-4x, setiap 4 jam).
v Nyeri ringan atau kecil.
200-400
mg ibuprofen.
650 mg
aspirin.
Kalau
ibuprofen diindikasikan, gunakan: 600-1000 acetaminophen.
v Nyeri sedang.
600-800
mg ibuprofen.
400 mg
ibuprofen + analgesik combo = 60 mg codeine.
Kalau di
kontraindikasikan yang di atas.
600-1000
mg acetaminophen + opiate = 60 mg codeine.
v Nyeri berat.
600-800
mg ibuprofen + analgesik combo = 10 mg oxycodone
Jika di
kontraindikasikan gunakan
1000 mg
acetaminophen + apiate = 10 mg oxycodone
Efek samping
-
Golongan pirazolon : agrunositosis dengan
gejala demam tinggi, lemas, luka di tenggorokan.
-
Golongan asam organic lainnya; gangguan
penecernaan hipertensi, dll.
-
Gangguan lambung, usus, kerusakan darah,
kerusakan hati, dan ginjal serta reaksi alergi pada kulit, jika diguakan dalam
jangka waktu panjang serta dosis yang tinggi.18
BAB III
KESIMPULAN
·
Fokal infeksi
yaitu pusat atau suatu daerah didalam tubuh dimana kuman atau basil-basil dari
kuman tersebut dapat menyebar ke tempat lain dalam tubuh dan dapat menyebabkan
penyakit.
·
Faktor virulensi bakteri adalah fimbria,
kapsul, vesikel ekstrasel, lipopolisakarida (LPS), enzim, asam lemak rantai
pendek dan produk berberat molekul rendah seperti amonia dan H2S.
· Dalam
penegakan diagnosis penyakit pulpa, dilakukan tes klinis berupa perkusi,
palpasi dan tes kevitalan pulpa.
·
Triad
endodontik merupakan tiga tahapan yang harus dilakukan pada prosedur endodontik
yang digambarkan dalam bentuk segitiga dimana tahapan yang pertama mempengaruhi
tahapan berikutnya.
· Kedaruratan endodontik dikaitkan dengan nyeri
dan/atau pembengkakan serta memerlukan diagnosis dan perawatan yang segera.
· Rencana
perawatan yang dapat dipertimbangkan untuk kedaruratan endodontik adalah
pulpektomi ataupun pulpotomi.
·
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Asmadi. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika. 2008. P. 146-7
2.
Walton, Richard E. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Ed.3. Jakarta: EGC. 2008. P.
33
3.
Walton, Richard E. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Ed.3. Jakarta: EGC. 2008. P. 36
4.
Grossman LI. Oliet S. Rio CED. Ilmu Endodontik dalam Praktik. Ed.11.
Jakarta: EGC. 1995. 142
5. Cohen,
Stephen dan Richard C.Burns. Pathways of
The Pulp. Mosby Co. St. Loius. 2002. 53
6.
Asmadi. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika. 2008. P. 148
8.
Walton, Richard E. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Ed.3. Jakarta: EGC. 2008. P.
321-2
9.
Grossman LI., Oliet S., Rio CED. Ilmu Endodontik dalam Praktik. Ed.11.
Jakarta: EGC. 1995. 65-84
10.
Walton Richard E. Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Ed. 3. Jakarta: EGC. 2008. P. 66-7
11. Walton
Richard E. Torabinejad M. Prinsip
dan Praktik Ilmu Endodonsia. Ed.
3. Jakarta: EGC. 2008. P. 204-285
12. Walton
Richard E. Torabinejad M. Prinsip
dan Praktik Ilmu Endodonsia. Ed.
3. Jakarta: EGC. 2008. P. 332
13.
Grossman LI. Oliet S. Rio CED. Ilmu Endodontik dalam Praktik. Ed.11.
Jakarta: EGC. 1995. P.20-1, 114-9
14. Rasinta Tarigan. Perawatan
Pulpa Gigi. Ed. 2. Jakarta : EGC. 2006. P. 145-9
16. Walton Richard E., Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Ed.
3. Jakarta : EGC. 2008. P. 317-8, 60-70, 375-8, 341-2, 115-129.
17. Walton Richard E., Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Ed.
3. Jakarta : EGC. 2008. P. 31-35, 114 – 131
18. Cohen,
Stephen dan Richard C.Burns. Pathways of
The Pulp. Mosby Co. St. Loius. 2002.