BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit jaringan periradikular dapat terjadi
akibat pulpa yang mengalami pulpitis irreversible ataupun nekrosis. Berlainan
dengan jaringan pulpa, jaringan periradikuler memiliki sumber sel tak
terdiferensiasi yang jumlahnya hampir tak terbatas dan berpartisipasi baik
dalam inflamasi maupun perbaikan. Interaksi antara iritan yang berasal dari
ruang pulpa dengan pertahanan pejamu akan mengaktifkan serangakaian reaksi
untuk melindungi pejamu. Reaksi yang muncul sangat komplek dan biasanya
diperantarai oleh mediator inflamasi non-spesifik atau reaksi imun spesifik.
Dalam penegakan diagnosis penyakit periradikular,
dilakukan tes klinis perkusi dan palpasi. Pasien dengan respon positif
mengindikasikan adanya lesi periradikuler dan harus dilakukan perawatan. Untuk
mendapat prognosis baik, rencana perawatan yang dapat dipertimbangkan adalah
drainase, pengilangan iritan, dan perawatan saluran akar, sesuai dengan lesi
yang akan dirawat.
1.2
Batasan masalah
A. Oral Biologi
1.
Mekanisme nyeri pulpa
2.
Klasifikasi nyeri
3.
Intesitas nyeri
4.
Kualitas nyeri
5.
Sel somatik dan imunokompeten
6.
Imunopatogenesis penyakit pulpa dan
periradikular
7.
Respon imun
8.
Biologi pulpa dan periradikular
9.
Etiologi dan patognesis penyakit pulpa
dan periradikular
10.
Faktor virulensi bakteri
11.
Biofilm saluran akar
12.
Hubungan pulpa dengan agen infeksi dan
agen non-infeksi
B. Konservasi
1.
Pemeriksaan klinis
2.
Klasifikasi penyakit periradikular
3.
Diagnosis dan diagnosis banding penyakit
periradikular
4.
Prognosis penyakit periradikular
5.
Rencana perawatan penyakit periradikular
6.
Evaluasi pasca perawatan penyakit
periradikular
7.
Mekanisme penyembuhan
C.Interpretas radiograf
pada penyakit periapeks
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Oral Biologi
2.1.1
Mekanisme nyeri pulpa
Saraf sensoris yang mempersarafi pulpa adalah saraf
campuran yang mengandung baik akson mielin maupun tidak bermielin. Akson
bermielin digolongkan menurut diameter dan kecepatan konduksinya. Termasuk
dalam golongan ini adalah akson Aδ,
diameter 1-6μm, yang merupakan saraf bermielin dengan
konduksi lambat dan yang jumlahnya paling banyak. Saraf sensoris bermielin
bercabang makin banyak ketika naik ke arah korona. Pada akhirnya saraf ini akan
kehilangan selubung mielinnya dan berakhir sebagai cabang-cabang tak bermielin
baik di bawah odontoblas, sekitar odontoblas, maupun sepanjang prosesus
odontoblas dalam tubulus dentin. Di sana saraf ini membentuk sinsitium saraf
yang disebut pleksus subodontoblas Raschkow. Stimulus serabut ini akan
menghasilkan nyeri tajam yang cepat yang relative mudah ditentukan lokasinya.
Akson nosiseptif tidak bermielin, atau serabut c
(diameternya <1μm), adalah saraf yang paling
banyak terutama ditemukan pada inti pulpa. Kecepatan konduksinya lebih lambat
daripada serabut Aδ, dan stimulasi serabut ini
menghasilkan nyeri yang lebih lambat awitannya dan sifatnya tumpul serta
menyebar.
Terdapat beberapa teori mekanisme nyeri :
ü Persarafan
langsung dari dentin
Dentin memiliki ujung serat saraf sensorik dan
akan menerima rangsang yang jatuh pada dentin tersebut.
stimulus→email→dentin→pulpa→sensasi→reaksi
nyeri
ü Teori
persarafan odontoblast
stimulus→email→dentin→ditangkap oleh serat
tomes→sel saraf pada odontoblast→pulpa→SSP anterior→memerintahkan neuron
motorik untuk memunculkan gerak refleks atau reaksi nyeri.
ü Teori
hidrodinamik
stimulus→email→dentin(cairan tubulus dentin
bergerak naik turun)→sel saraf pada odontoblas→pulpa→SSP→memerintahkan neuron
motorik untuk memunculkan gerak refleks atau reaksi nyeri.1
2.1.2
Klasifikasi nyeri
a. Nyeri Spontan (tanpa rangsangan)
Nyeri spontan timbul
tanpa adanya stimulus. Jadi nyeri yang mengagetkan pasien atau timbul tanpa
sebab disebut neri spontan. Nyeri spontan jika digabung dengan nyeri intens
biasanya mengindikasikan adanya penyakit pulpa atau penyakit periradikular yang
parah. Nyeri ini adalah tanda dari pulpitis ireversibel.
b. Nyeri tidak spontan (dengan rangsangan)
Nyeri tidak spontan
merupakan rasa tidak enak yang timbul dari terangsangnya jalur nyeri oleh
stimulus yang menyebabkan atau memungkinkan kerusakan jaringan. Nyeri ini dapat
hilang apabila rangsangan dihilangkan.
c. Membedakan nyeri akut dan nyeri kronis
·
Nyeri akut
adalah rasa yang tidak enak yang timbul dari terangsangnya jalur nyeri oleh
stimulus yang menyebabkan atau memungkinkan kerusakan jaringan. Nyeri akut
berlangsung dalam hitungan menit (kurang dari 6 bulan). Ditandai dengan
peningkatan nadi dan respirasi. Respon pasien dapat berupa menangis atau
mengerang dan fokus pada nyeri.
·
Nyeri
kronis adalah nyeri yang timbul tanpa adanya stimulus dan kerusakan jaringan
yang jelas. Suatu rasa yang tidak begitu mengganggu sehingga pasien tidak
mengeluh tentang nyeri. Nyeri kronis berlangsung lebih dari 6 bulan.2
2.1.3
Intensitas nyeri
Nyeri Intens adalah nyeri yang baru terjadi,tak
dapat diredakan oleh analgesik dan menyebabkan pasien mencari pertolongan.Nyeri
yang sudah berlangsung lama biasanya tidak intens. Nyeri yang sifatnya ringan
atau sedang dengan durasi yang lama tidak dengan sendirinya bersifat diagnostik
secara endodonsia. Nyeri intens dapat
timbul dari pulpitis ireversibel atau periodontitis atau abses apikalis
simtomatik (akut).2
2.1.4
Kualitas nyeri
a. Nyeri cepat
·
Disalurkan
ke medulla spinalis oleh serat Aδ
·
Dirasakan
dalam waktu 0,1 detik
·
Lokalisasi
jelas, seperti menusuk
·
Berespon
terhadap rangsangan mekanis dan suhu
b. Nyeri lambat
·
Disalurkan
ke medulla spinalis oleh serat c
·
Dirasakan
dalam waktu 1 detik
·
Lokalisasi
kurang jelas, berdenyut, pegal
·
Berespon
terhadap rangsangan kimiawi3
2.1.5
Sel
somatik dan imunokompeten
a.Sel somatik
Sel somatik adalah sel-sel
penyusun tubuh dengan jumlah kromosom 2n (diploid). Dalam proses pertumbuhan
makhluk hidup multiseluler sel somatik mengalami proses pembelahan mitosis. Terdapat
beberapa sel somatik pada pulpa seperti:
·
Odontoblas
Odontoblas adalah sel pulpa yang paling khas.
Sel ini membentuk lapisan tunggal diperifernya dan mensintesis matriks yang
kemudian termineralisasi dan menjadi dentin. Dibagian mahkota ruang pulpa
terdapat odontoblas yang jumlahnya banyak sekali dan bentuknya seperti kubus
relatif besar. Jumlahnya di daerah itu sekitar 45.000 dan 65.000/mm2.
Di daerah serviks dan tengah-tengah akar jumlahnya lebih sedikitb dan
tampilannya lebih gepeng (skuamosa). Morfologi sel umumnya secara signifikan
mencerminkan aktivitas fungsionalnya, dan sel yang lebih besar memiliki kapasitas mensintesis lebih
banayak matriks. Odontoblas adalah sel akhir yakni tidak mengalami lagi
pembelahan sel. Seumur hidupnya, yang bisa sama dengan umur vitalitas pulpa,
odontoblas mengalami masa fungsional, transisi, transisional, dna fase
istrahat, yang masing-masing berbeda dalam ukuran dan ekspresi organelnya.
Odontoblas terdiri atas dua komponen structural
dan fungsional utama yakni badan sel dan prosesus sel. Badan sel terletak
dissebelah matriks dentin tak termineralisasi (predentin). Prosesus sel memanjang ke
luar kea rah tubulus di dentin dan predentin. Sampai dimana prosesu odontoblas
berjalan di tubulus.
Badan sel adalah bagian dari sel yang
begrfungsi sintesis dan mengandung nucleus yang terletak dibasal serta struktur
organel didalam sitoplasma yang adalah khas dari suatu sel pensekresi. Selama
dentinogenesis aktif, reticulum endoplasma dan apparatus golgi tampak menonjol
disertai banyak mitokondria dan vesikel. Badan sel dilengkapi dengan berbagai junction
ayng kompleks yang mengandung gap
junction, tight junction, dan desmosom yang lokasinya bbervariasi dan ditentukan
oleh fungsinya. Junction mengisolasi
lokasi tempat terbentuknya dentin dan mengatur aliran zat ke dalam dan
keluar area. Produk ekskresi dari odontoblas ke dalam membrane sel diujung
perifer badan sel dan ujung basal dari prosesus sel. Pada mulanya produk ini
mencakup komponen matriks yang di sekresi ke luar. Odontoblas bekerja paling
aktif selama dentinogenesis primer dan selama pembentukan dentin
reparatif. Aktivitas nya banyak
berkurang selama dentinogenesis sekunder sedang berjalan.
·
Preodontoblas
Odontoblas baru dapat tumbuh setelah odontoblas
yang lama hilang akibat cedera. Namun tumbuhnya odontoblas baru hanya baru
terjadi jika pada zona kaya akan sel telah ada preodontoblas. Preodontoblas
adalah sel yang telah terdiferensiasi sebagian sepanjang garis odontoblas.
Preodontoblas ini akan bermigrsi ke tempat terjadinya cedera dan melanjutkan
differensiasinya pada tenpat tersebut.
·
Fibroblast
Preodontoblas adalah tipe sle yang paling umum
terlihat dalam jumlah yang paling besar di pulpa mahkota. Sel ini menghasilkan
dan mempertahankan kolagen serta zat dasar pulpa juka ada penyakit. Seperti
odontoblas , penonjolan organel sitoplasmanya berubah-ubah sesuai dengan
aktivitasnya. Makin aktif selnya, makin menonjol organel dan komponen lainnya
yang diperlukan untuk sintesis dan sekresi. Akan tetapi, tidak seperti
odontoblas, sel-sel ini mengalami kematian apoptosis dan diganti jika perlu
oleh maturasi dari sel-sel yang kurang terdiferensiasi.
·
Sel Cadangan (Sel Tak Berdiferensiasi)
Sel ini merupakan sumber bagi sel jaringan ikat
pulpa. Sel precursor ini ditemukan di zona kaya akan sel dan inti pulpa serta
dekat sekali dengan pembuluh darah. Tampaknya, sel-sel ini merupakan sel yang
pertama kali membelah ketika terjadi cedera. Sel ini akan berkurang jumlahnya sejalan dengan meningkatnya kalsifikasi pulpa
dan berkurangnya aliran darah akan menurunkan kemampuan regeneratifnya.
·
Sel-Sel Sistem Imun
Makrofag, limfosit T, dan sel dendritik
merupakan penghuni seluler yang normal dari pulpa. Sel dendritik dan
ptosesusnya ditemukan diseluruh lapisan
odontblas dan memiliki hubungan dekat dengan elemen veskular dan elemen saraf.
Sel-sel ini merupakan bagian Dario system respon imun awal dan pemantau (surveillance) dari pulpa. Sel ini akan
menangkap dan memaparkan antigen terhadap sel T residen dan makrofag. Secara
kolektif, kelompok sel ini merupakan sekitar 8% populasi sel dalam pulpa.
Pulpa gigi terdiri dari jaringan penghubung
vascular yang terdapat didalam dinding dentin yang kerasa. Meskipun sama dengan
jaringan penghubung lainnya didalam badan manusia, jaringan ini khusus dan
lingkungannya.4
b. Sel imunokompeten
Sel imunokompeten adalah sel yang mampu membedakan sel
tubuh dengan zat asing dan menyelenggarakan inaktivasi atau perusakan benda-benda
asing. Sel imunokompeten yang berperan dalam respon imunologik pada inflamasi
pulpa adalah limfosit T, limfosit B (lebih sedikit), makrofag, dan sel
dendritik yang mengekspresikan molekul kelas II yang secara morfologik serupa
dengan makrofag dalam jumlah yang cukup banyak.
Sel dendritik merupakan salah satu antigen-presenting cell (APC) yang berbentuk seperti dendrit pada
saraf namun berfungsi untuk menstimulasi molekul pada pengaktivan sel T bukan
berfungsi sebagai sel saraf. Sel ini pada pulpa terletak di perifer jaringan,
dimana biasanya antigen masuk. Fungsi utama sel dendritik ini adalah
memperingatkan sistem imun untuk mengeleminasi secara efektif.5
2.1.6
Imunopatogenesis
penyakit pulpa dan periradikular
Reaksi pertahanan kompleks dentin-pulpa yang
penting adalah: 1) sklerosis tubuler di dalam dentin, 2) dentin reaksioner
dianntara dentin dan pulpa, 3) peradangan pulpa. Semua reaksi pertahanan ini
bergantung pada adanya jaringan pulpa yang vital.
1. Sklerosis tubuler
Suatu proses dimana mineral diletakkan didalam lumen
tubulus dentin dan bisa dianggap sebagai ekstensi mekanisme normal dari
pembentukan dentin peritubuler. Reaksi jaringan, yang memerlukan pengaruh
odontoblas vital, biasanya terlihat pada daerah perifer karies dentin.
Sklerosis tubuler mengakibatkan terjadinya daerah yang strukturnya lebih
homogen. Sklerosis tubuler merupakan suatu pelindung dalam arti ia menurunkan
permeabilitas jaringan, seningga mencegah penetrasi asm dan toksin-toksin
bakteri.
2. Dentin reaksioner
Suatu lapisan dentin yang terbentuk diantara dentin dan
pulpa, sebagai suatu reaksi terhadap rangsang yang terjadi didaerah perifer.
Oleh karena itu, penyebaran dentin reparatif terbatas didaerah dibawah
rangsang. Dentin reaksioner terbentuk sebagai atas rangsang yang ringan. Tetapi
keparahan yang meningkat akan menimbulkan kerusakan odontoblas yang meningkat
pula serta displasia dentin reaksioner yang baru terbentuk. Rangsang yang
sangat hebat dapat mengakibatkan kematian odaotoblast dan pada keadaan ini tak
akan ada dentin reaksioner yang terbentuk.
Akan tetapi, kadang-kadang ada sel-sel lain didalam pulpa yang
berdiferensiasi menjadi sel atubuler yang terkalsifikasi. Suplai darah kedalam
dianggap merupakan faktor penting dalam menentukan kesanggupan pulpa membentuk
dentin reaksioner. Oleh karena itu, diperlukan gigi muda mampu membentuk dentin
reaksioner dari pada gigi tua.
3. Peradangan pulpa
Peradangan pulpa merupakan reaksi jaringan ikat vaskuler
yang sangat penting terhadap cedera. Macam reaksi (respon) pulpa sebagian
disebabkan oleh lama atau intensitas rangsangnya. Pada lesi karies dentin yang
berkembang lambat, stimulus yang mencapai pulpa adalah toksin bakteri dan
sengatan termis dan osmotis dari daerah sekitarnya. Reaksi terhadap rangsangan
yang ringan akan berupa inflamasi kronik. Akan tetapi, pada saat organisme itu
mencapai pulpa sehingga pulpa berkontak dengan karies, maka akan terjadi
inflamasi akut bersama-sama dengan kronik. Reaksi peradangan mempunyai komponen
vaskuler dan seluler. Komponen seluler, pada peradangan kronik denagan
dijumpampainya sel-sel limfosit,sel plasma,monosit dan mokrofag. Suatu waktu
mungkin terjadi peningkatan produksi kolagen yang mengakibatkan terjadinya
fibrosis. Reaksi peradangan kronik tidak akan membahayakan vitalitas pulpa.
Pada
imunopatogenesis lesi periradikular terdapat banyak sekali antigen
potensial yang berakumulasi dalam pulpa nekrosis, yang terdiri atas sejumlah
spesies mikroorganisme beserta toksinnyaa, dan jaringan pulpa yang telah
berubah. Saluran akar merupakan jalur untuk sensitisasi. Adanya antigen
potensial dalam saluran akar dan immunoglobulin IgE serta sel mast
dalam pulpa yang mengalami kelainan patologis serta lesi periradikuler,
mengindikasikan tarjadinya reaksi imunologi tipe I. pada lesi ini berbagai
kelas immunoglobulin, termasuk antibody spesifik terhadap sejumlah spesies
bakteri dalam saluran akar yang terinfeksi. Selain itu, dalam lesi
periradikuler manusia terdapat pula berbagai tipe sel imunokomplemen seperti
sel penyaji antigen, makrofag, leukosit PMN, dan sel B serta sel T. Keberadaan
kompleks imun dan sel imunokompeten seperti sel T mengindikasikan bahwa berbagai
tipe reaksi imunologi (tipe II sampai IV) dapat memulai, memperkuat, atau
memperparah lesi inflamasi ini.6
2.1.7 Respon imun
Seperti halnya jaringan ikat
lain pada tubuh, jaringan pulpa akan mengadakan respon terhadap iritan dengan:
1. Reaksi
inflamasi non spesifik
2. Reaksi
imunologi spesifik
Inflamasi pulpa akibat karies
dimulai sebagai respon seluler kronik yang ditandai oleh adanya limfosit,
sel-sel plasma dan makrofag.respon terhadap karies oleh pulpa dentinal kompleks
meliputi pembentukan dentin peritubuler, menurunnya permeabilitas tubulus
dentin, dan sering dengan pembentukan dentin tersier. Dentin tersier tidak
teratur ini memiliki tubulus lebih sedikit dan mungkin berfungsi sebagai barier
terhadap karies yang sedang menyerbu. Pada umumnya pulpa tidak akan mengalami
inflamasi yang payah (tidak ireversibel) jika kariesnya tidak berpenetrasi ke
dalam pulpa.
Setelah
pulpa terbuka karena karies, berbagai spesies bakteri yang oportunis dan flora
oral akan berkoloni pada pulpa yang terbuka tersebut. Leukosit polimorfonukleus
(PMN) yang merupakan tanda dari inflamasi akut, secara khemotaktik akan
tertarik ke daerah terinflamasi dalam waktu yang lama, atau bisa juga dengan
cepat menjadi nekrosis. Dinamika reaksi pulpa ini terkait dengan virulensi
bakteri, respon pejamu, jumlah sirkulasi pulpa dan derajat drainasenya. Karena
jaringan pulpa terkurung oleh jaringan keras, jaringan pulpa yang terinflamasi
dikatakan berlokasi dalam lingkungan yang unik yaitu lingkungan low
compliance. Keadaan yang low compliance ini akan meningkatkan
tekanan intrapulpa ketika sel-sel dan cairan inflamasi ekstravaskuler
terakumulasi. Meningkatnya tekanan ini selanjutnya akan mengganggu sirkulasi
pulpa yang normal dan fungsi sel, sehingga sel-sel akan lebih rentan terhadap
cedera atau takkan mati.6
2.1.8
Biologi
pulpa dan periradikular
a.
Anatomi
pulpa
Pulpa gigi adalah jaringan lunak dari bagian
gigi. Umumnya jaringan pulpa mengikuti garis luar bentuk gigi. Bentuk garis
luar ruang pulpa mengikuti bentuk mahkota gigi dan bentuk gigi saluran pulpa
mengikuti akar gigi. Pulpa gigi dalam rongga berasal dari jaringan mesenkim dan
mempunyai berbagai fungsi yaitu: sebagai pembentuk, penahan, mengandung zat-zat
makanan, mengandung sel-sel saraf sensori. Fungsi permulaan dari pulpa gigi
adalah memebentuk dentin. System yang sensori yang kompleks dari pulpa ialah
mengontrol peredaran dan sensasi rasa sakit.
Bagian-bagian
pulpa:
1. Ruang
pulpa : Rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah korona gigi dan selalu
tunggal.
2. Tanduk
pulpa : Ujung dari ruang pulpa.
3. Saluran
pulpa/saluran akar : Rongga yang terdapat pada bagian akar gigi.
4. Foramen
apical : Ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks akar berupa suatu
lubang kecil.
5. Supplementary
kanal : Beberapa akar gigi yang mungkin mempunyai lebih dari satu foeramen. Dalam hal ini saluran tersebut
mempunyai dua atau lebih cabang dekat apikalnya yang disebut multiple foramina/supplementary canal.
6. Orrifice/eritrance
into the pulp canal : Pintu masuk ke saluran akar gigi saluran pulpa
dihubungkan dengan ruang pulpa.
b.
Histologi
pulpa
Pada pulpa secara histology terdapat 4 zona,
yaitu:
·
Odontoblastik
layer
Lapisan ini terdiri dari badan sel odontoblas
dan prosesus odontoblas. Badan sel membentuk daerah odontoblastik dan prosesus
odontoblas berlokasi di dalam matriks predentin dan tubuli dentin meluas ke
dalam dentin. Pada daerah odontoblastik ini terdapat kapiler dan saraf sensoris
yang tidak bermielin di sekeliling badan sel.
Pada potongan histologik, odontoblas kelihatan
berderet dalam suatu susunan memagari pada perifer pulpa. Lapisan predentin
berkalsifikasi akan mengahasilkan tubulus dentin dan dentin diantara tubuli ini
disebut dentin intertubular. Selain itu terdapat prosesus odontoblastik, dentin
sekunder dan dentin reparatif
·
Free-cell zone
Daerah ini disebut juga daerah Weil adalah
daerah pulpa yang relatif aselular terletak sebelah sentral dari daerah
odontoblas. Daerah ini berisi fibroblas, sel mesenkim, dan makrofag
·
Rich-cell zone
Zona ini berisi subsatansi dasar (substansi
gelatinus yang disusun oleh proteoglikan, glikoprotein, dan air), fibroblast,
kolagen sel mesenkim yang tidak berkembang dan sel sistem imun.
·
Pulp core
Daerah ini berisi pembuluh darah dan saraf
yang tertanam di dalam matriks pulpa bersama-sama dengan fibroblast.7
c. Biologi periradikular
Periodontium, jaringan yang
mengelilingi dan merupakan tempat tertanamnya akar gigi terdiri atas sementum,
ligamen periodontium dan tulang alveolus. Jaringan ini berasal dari folikel
dentalis yang mengelilingi organ email; pembentukannya dimulai ketika
perkembangan akarnya mulai berlangsung.
1.
Sementum
Sementum adalah jaringan yang menyerupai
tulang yang menutupi akar dan menyediakan perlekatan bagi serabut periodontium
utama. Terdapat tipe sementum.
1)
Sementum
serabut intrinsik aseluler primer. Ini adalah sementun yang
pertama kali terbentuk dan telah ada sebelum serabut periodontium utama terbentuk
sempurna. Jaringan ini meluas dari tepi servikal ke sepertiga akar gigi pada
beberapa gigi dan mengelilingiseluruh akar pada jumlah gigi lainnya.
2)
Sementum
serabut ekstrinsik aseluler primer. Ini adalah sementum yang
terus-menerus terbentuk sekitar serabut periodontium primer setelah keduanya
telah digabungkan ke dalam sementum serabut intrinsik aseluler primer.
3)
Sementum
serabut intrinsik seluler sekunder. Sementum ini memiliki
penampilan seperti tulang dan hanya memainkan peran yang kecil dalam perlekatan
serabut.
4)
Sementum
serabut campuran seluler sekunder. Sementum ini adalah suatu tipe
adaptif dari sementum seluler yang melibatkan serabut periodontium sambil terus
berkembang.
5)
Sementum
afibriler aseluler. Ini adalah sementum yang terdapat pada
email yang tidak berperan dalam perlekatan serabut.
Walaupun kadang-kadang
mengandung sel, sementum tidak memiliki vaskularisasi dan tampaknya lebih tahan
terhadap resorpsi dibanding tulang.
2.
Ligamen periodontium
Merupakan jaringan khusus,
fungsinya sebagian berikatan dengan keberadaan bundel serabut kolagen yang
tersusun secara khusus yang mendukung gigi dalam soketnya dan menyerap gaya
oklusi sehingga tidak ditransmisikan ulang ke sekitarnya. Rongga ligamen
periodontium tidak luas, antara 0,21 mm pada gigi muda sampai 0,15 mm pada gigi
tua.
Rongga
periodontium dipagari oleh ostoeblas dan osteoklas. Diantara serabut-serabut
periodontium utama terjalin jaringan ikat longgar yang mengandung fibroblas,
sel cadangan, makrofag, osteoklas, pembuluh darah, saraf dan pembuluh limfe.
3. Tulang
Alveolus
Tulang
rahang disebut sebagai prosesus alveolaris. Tulang yang memagari soket dan
tempat melekatnya serabut periodontium utama disebut tulang alveolus
proprium. Tulang alveolus meiliki libang kecil bagi masuknya pembuluh,
saraf, jaringan ikat, yang lewat dari prosesus alveolaris ke rongga
periodontium. Walaupun memiliki lubang-lubang kecil, tulang alveolus propium
tetap lebih padat dari tulang kanselus yang mengelilinginya dan meiliki
tampilan opak yang jelas pada radiograf.8
2.1.9 Etiologi dan pathogenesis penyakit pulpa dan periradikular
·
Etiologi
Penyakit Pulpa
Sebab-sebab
dari penyakit pulpa adalah sebagai berikut.
1. Fisis
A.
Mekanis
Injuri
pulpa secara mekanis ini biasanya disebabkan oleh trauma atau pemakaian
patologik gigi.
Injuri
traumatic dapat disertai atau tidak disertai dengan fraktur mahkota atau akar.
Injuri traumatik pulpa dapat disebabkan karena adanya pukulan keras pada gigi,
baik sewaktu olah raga, kecelakaan, atau ketika perkelahian. Selain itu, injuri
traumatic pulpa juga dapat disebabkan oleh prosedur kedokteran gigi. Misalnya,
terbukanya pulpa secara tidak sengaja ketika ekskavasi struktur gigi yang
terkena karies.
Pulpa
juga dapat terbuka atau hampir terbuka oleh pemakaian patologik gigi, baik
abrasi maupun atrisi bila dentin sekunder tidak cukup cepat ditumpuk.
B.
Termal
Penyebab
termal injuri pulpa adalah panas yang didapat karena preparasi kavitas, dan
konduksi panas dari tumpatan.
Panas
karena preparasi kavitas merupakan panas yang ditimbulkan oleh bur ketika
sedang mempreparasi kavitas. Ketika menggunakan bur, sebaiknya gunakan
pendingin agar injuri pulpa dapat dihindari. Bukti menunjukkan bahwa kerusakan
pulpa lebih cepat disembuhkan bila preparasi kavitas dilakukan dibawah
semprotan air.
Konduksi
panas dari tumpatan dihasilkan dari tumpatan metalik. Tumpatan metalik yang
dekat pada pulpa tanpa suatu dasar semen perantara dapat menyalurkan secara
cepat perubahan panas ke pulpa dan mungkin dapat merusak pulpa tersebut.
2. Kimiawi
Aplikasi suatu pembersih kavitas pada lapisan dentin
yang tipis dapat menyebabkan inflamasi pulpa. Pada suatu studi, pembersih
kavitas seperti asam sitrat menyebabkan respon radang yang sangat dalam yang
secara berangsur-angsur berkurang dalam kira-kira satu bulan.
Erosi yang lambat dan progresif pada permukaan
labial atau fasial leher gigi akhirnya dapat mengiritasi pulpa dan dapat
menyebabkan kerusakan permanen.
3.
Bakterial
Penyebab
paling umum injuri pulpa adalah bakteri. Bakteri atau produk-produknya mungkin
masuk ke dalam pulpa melalui suatu keretakan di dentin, baik dari karies maupun
terbukanya pulpa karena kecelakaan, dari perluasan infeksi dari gusi atau
melalui peredaran darah.
·
Etiologi
Penyakit Periapeks
1. Periodontitis Apikalis Akut
Iritanya meliputi mediator inflamasi dari pulpa yang
terinflamasi irreversibel atau toksin bakteri dari pulpa nektorik, zat-zat
kimia seperti irigan atau desinfektan, restorasi yang hiperoklusi,
instrumentasi yang berlebihan, dan keluarnya material obturasi ke jaringan
periapeks. Pulpanya dapat pulpa yang terinflamasi ireversibel atau pulpa
nekrotik.
2. Periodotitis Apikalis Kronik
Periodontitis apikalis kronik timbul akibat nekrosis
pulpa dan biasanya merupakan lanjutan dari periodontitis apikalis akut.
3. Condensing Osteitis
Penyebab utama condensing osteitis adalah penyebaran
iritan dari saluran akar ke jaringan periradikuler.
4. Abses Apikalis Akut
Abses apikalis akut merupakan respons inflamasi yang
parah terhadap iritan mikroba dan nonbakteri dari pulpa nekrotik.
5. Abses Apikalis Kronik
Penyakit ini merupakan akibat dari nekrosis pulpa
dan biasanya diasosiasikan dengan periodontitis apikalis kronis yang telah
membentuk abses. Abses telah menenyebar melalui tulang dan jaringan lunak untuk
membentuk stoma saluran sinus pada mukosa oral, atau terkadang hingga ke kulit
wajah.2
6. Eksaserbasi Akut Suatu Lesi Kronis
Daerah periradikuler mungkin bereaksi terhadap
stimulus noksinus dari suatu pulpa yang sakit, yang menderita penyakit periradikular
kronis. Terkadang, karena kemasukan produk nekrotik dari pulpa yang sakit, atau
karena bakteri dan toksinnya, lesi yang kelihatan tidak aktif ini dapat
bereaksi dan dapat menyebabkan suatu respon inflamatori akut. Penurunan daya
tahan tubuh pada keberadaan bakteri dan pelepasan bakteri dari saluran akar
atau iritasi mekanis selama preparasi saluran akar juga dapat memicu respon
inflamatori akut.
7. Granuloma
Sebab perkembangan suatu granuloma adalah matinya
pulpa, diikuti oleh suatu infeksi ringan atau iritasi jaringan periapikal yang
merangsang suatu reaksi seluler produktif. Suatu granuloma hanya berkembang
beberapa saat setelah pulpa mati. Pada beberapa kasus, suatu granuloma
didahului oleh abses alveolar kronis.
8. Kista Radikular
Kista radikular mensyaratkan injuri fisis, kimiawi,
bacterial yang menyebabkan matinya pulpa, diikuti oleh stimulasi sisa
epitellial Malassez, yang biasanya dijumpai pada ligament periodontal.
9.
Resorpsi
Eksternal Akar
Resorpsi eksternal adalah inflamasi periradikular
yang disebabkan oleh trauma, kekuatan berlebihan, granuloma, kista, tumor
rahang sentral, replantasi gigi, bleaching
gigi, impaksi gigi, dan penyakit sistemik.9
·
Patogenesis
Jaringan pulpa akan mengadakan respons terhadap
iritan dengan (1) reaksi inflamasi nonspesifik dan (2) reaksi imunologi
spesifik. Inflamasi pulpa akibat karies dimulai sebagai respons seluler kronik
yang ditandai oleh adanya limfosit, sel-sel plasma, dan makrofag. Respons terhadap
karies oleh kompleks dentin-pulpa meliputi pembentukan dentin peritubuler,
menurunnya permeabilitas tubulus dentin, dan sering, dengan pembentukan dentin
tersier. Dentin tersier tidak teratur ini memiliki tubulus lebih sedikit dan
mungkin berfungsi sebagai barier terhadap karies yang sedang menyerbu. Umumnya,
pulpa tidak akan mengalami inflamasi yang parah (tidak ireversibel), jika
kariesnya tidak berpenetrasi ke dalam pulpa.
Setelah pulpa terbuka karena karies, berbagai
spesies bakteri yang oportunis dari flora oral akan berkoloni pada pulpa yang
terbuka tersebut. Leukosit polimorfonuklear, yang merupakan tanda dari
inflamasi akut, secara kemotaktik akan tertarik ke daerah terinflamasi.
Akumulasi leukosit polimorfonuklear akan menyebabkan terbentuknya abses.
Jaringan pulpa bisa tetap terinflamasi dalam waktu yang lama, atau bisa juga
dengan cepat menjadi nekrosis. Karena jaringan pulpa terkurung oleh jaringan
keras, jaringan pulpa yang terinflamasi dikatakan berlokasi dalam lingkungan
yang low compliance. Keadaan low compliance ini akan meningkatkan
tekanan intrapulpa ketika sel-sel dan cairan inflamasi ekstravaskuler
terakumulasi. Meningkatnya tekanan ini selanjutnya akan mengganggu sirkulasi
pulpa yang normal dan fungsi sel, sehingga sel-sel akan lebih rentan terhadap
cedera atau akan mati.
Patosis jaringan periradikuler dapat terjadi akibat
pulpa yang nekrosis, yaitu dari bakteri atau produk sampingnya dan
iritan-iritan lain dari pulpa yang nekrosis yang berdifusi dari saluran akar ke
arah periapeks sehingga timbul lesi inflamasi yang parah. Jaringan
periradikuler memiliki sumber sel tak terdiferensiasi yang jumlahnya hampir tak
terbatas dan berpartisipasi baik dalam inflamasi maupun perbaikan. Interaksi
antara iritan yang berasal dari ruang pulpa dengan pertahanan pejamu akan
mengaktifkan serangkaian reaksi untuk melindungi pejamu. Reaksi yang muncul
sangat kompleks dan biasanya diperantarai oleh mediator inflamasi nonspesifik
dan reaksi imun spesifik.
ü Mediator Nonspesifik Lesi Periradikuler
Mediator nonspesifik reaksi inflamasi adalah
neuropeptid, peptid fibrinolitik, kinin, fragmen komplemen, amin vasoaktif,
enzim lisosom, metabolit asam arakhidonat dan sitokin.
Berkontaknya faktor Hageman dengan kolagen dari
enzim membrane basalis seperti kalikrein atau plasmin, atau endotoksin yang
berasal dari saluran akar yang teinflamasi, akan mengaktifkan kaskade pembekuan
darah dan system fibrinolitik. Fibrinopeptid yang dilepaskan oleh molekul
fibrinogen dan produk degradasi fibrin yang dilepaskan selama proses
proteolisis dari fibrin oleh plasmin turut berperan dalam timbulnya inflamasi.
Trauma pada jaringan periapeks selama perawatan saluran akar dapat juga
mengaktifkan system kinin dan, pada gilirannya, system komplemen.
Cedera fisik atau kimia dapat menyebabkan lepasnya
amin vasoaktif seperti histamine, yang dapat menarik (kemitaktik) leukosit dan
makrofag. Selain itu, enzim lisosom dapat menyebabkan lepasnya C5 dan membentuk
C5a, suatu komponen kemotaktik yang poten, serta pembebasan bradikinin aktif
dari kininogen plasma. Bermacam-macam sitokin seperti interleukin, faktor
nekrosis tumor, dan faktor pertumbuhan terlibat dalam perkembangan dan
kelanjutan lesi periradikuler.
ü Mediator Spesifik Lesi Periradikuler
Selain mediator nonspesifik dalam reaksi inflamasi,
reaksi imunologi juga berpartisipasi dalam pembentukan dan kelanjutan patosis
periradikuler. Banyak sekali antigen
potensial yang berakumulasi dalam pulpa nekrosis, yang terdiri atas sejumlah
spesies mikroorganisme beserta toksinnya, dan jaringan pulpa yang telah
berubah. Adanya antigen potensial dalam saluran akar dan immunoglobulin IgE
serta sel mast dalam pulpa yang mengalami kelainan patologis serta lesi
periradikuler, mengindikasikan terjadinya reaksi imunologi tipe I.
Pada lesi ini terdapat berbagai kelas
immunoglobulin, termasuk antibody spesifik terhadap sejumlah spesies bakteri
dalam saluran akar yang terinfeksi. Dalam lesi periradikuler manusia juga
terdapat berbagai tipe sel imunokompeten seperti sel penyaji antigen (Iaantigen-expressing nonlymphoid cells),
makrofag, leukosit polimorfonuklear, dan sel B serta sel T. Keberadaan
kompleks-imun dan sel imunokompeten seperti sel T mengindikasikan bahwa reaksi
imunologi (tipe II sampai IV) dapat memulai, memperkuat, atau memperparah lesi
inflamasi ini.10
2.1.10 Faktor
virulensi bakteri
Faktor
virulensi bakteri adalah sebagai berikut.
1. Fimbria
Fimbria bakteri berperan penting bagi perlekatan
bakteri ke permukaan atau ke bakteri lain. Fimbria juga berperan penting dalam
hubungan sinergi diantara bakteri.
2. Kapsul
Kapsul adalah faktor resisten yang signifikan bagi
bakteri yang memungkinkannya mampu menghindari fagositosis.
3. Lipopolisakarida
Lipopolisakarida ditemukan pada permukaan bakteri
Gram-Negatif dan memilikibanyak sekali efek biologis yang dapat menginduksi
penyakit periradikuler. Lipopolisakarida memiliki antigen nonspesifik yang
tidak dapat dinetralkan dengan sempurna oleh antibody. Antigen lipopolisakarida
akan mengaktifkan cascade komplemen baik melalui jalur klasik maupun jalur
alternatif. Ketika lipopolisakarida dilepas dari dinding sel, lipopolisakarida
disebut endotoksin. Endotoksin mampu berdifusi melintasi dentin. Kandungan
lipopolisakarida di dalam saluran akar gigi yang menimbulkan gejala dan
disertai lesi radiografis serta mengeluarkan eksudat tenyata lebih tinggi
daripada kandungan lipopolisakarida pada gigi yang asimtomatik.
4. Enzim
Bakteri menghasilkan enzim-enzim yang bisa
menetralkan immunoglobulin dan komponen komplemen.
5. Vesikel Ekstrasel
Vesikel ekstrasel dapat berupa endotoksin bebas,
bleb, dan fragmen membrane luar. Vesikel mengandung enzim atau produk lain yang
dapat memengaruhi sel pejamu. Vesikel-vesikel ini terlibat dalam hemaglutinasi,
hemolisis, adhesi bakteri, dan aktivitas proteolitik.
6. Asam Lemak
Asam lemak rantai pendek adalah faktor virulensi
yang aktif yang mempengaruhi kemotaksis neutrofil, degranulasi, luminesensi
kimia, fagositosis, dan perubahan intrasel yang lain. Asam butirat memiliki
inhibisi terhadap blastogenesis sel T yang lebih besar daripada asam propiat
dan isobutirat.
7.
Poliamin
Sel pejamu dan hampir semua bakteri, terutama
bakteri Gram-Negatif. mengandung banyak sekali poliamin. Poliamin seperti
putresin, kadaverin, spermidin, dan spermin adalah poliamin yang terlibat dalam
regulasi pertumbuhan sel, regenerasi jaringan, dan modulasi inflamasi.11
2.1.11
Biofilm saluran akar
Kombinasi
dari plaque, pelikel dan bakteri dikenal sebagai oral biofilm. Oral biofilm
adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pembentukan total yang sempurna
ketika pelikel melekat ke permukaan gigi dan menjadi terpopulasi dengan bakteri
dan produk-produk ekstraselulernya.12
Ada
4 fase pembentukan biofilm, yaitu;
1. Transpor
bakteri ke permukaan.
2. Awal
adhesi.
3. Pelekatan.
4. Kolonisasi
pada permukaan dan pembentukan biofilm.
Biofilm
secara umum, mempunyai struktur yang teratur, mereka tersusun dari mikrokoloni
sel-sel bakteri yang tidak sembarangan didistribusikan pada sebuah bentuk
matriks atau glycocalyx.13 Jika
bakteri telah mencapai pulpa, maka jaringan pulpanya akan terinflamasi tetapi
tetap vital untuk beberapa waktu lamanya, atau akan cepat menjadi nekrosis.
Mikroorganisme akan menginvasi pulpa yang nekrosis, berkembangbiak dan
menginfeksi sistem saluran akar termasuk tubulus dentinnya.
Jika
telah menjadi nekrosis, jaringan pulpa akan menjadi reeservoir bagi
mikroorganisme, produk samping bakteri dan produk-produk pemecahan
mikroorganisme. Infeksi endodonsia melibatkan infeksi baik di rongga pulpa
maupun jaringan periradikuler yang terkena penyakit.
Dari
sekitar 500 spesies bakteri yang dikenal sebagai flora normal rongga mulut
hanya relatif sedikit saja kelompok yang dapat diisolasi dari ruang pulpa yang
terinfeksi. Yang dominan adalah bakteri anaerob obligat, dengan sedikit bakteri
anaerob fakultatif yang jarang sekali ditemukan yang aerob.14
Predominant
Isolates from the Root Canals of 65 Teeth with Periapical Lesion
2.1.12 Hubungan pulpa dengan agen infeksi dan
agen non-infeksi
a. Agen infeksi
· Mikroba
Akibat adanya
mikroorganisme serta produk sampingnya di dalam dentin, jaringan pulpa akan
terinfiltrasi secara lokal (pada basis tubulus yang terkena karies) terutama
oleh sel-sel inflamasi kronik seperti makrofag, limfosit dan sel plasma. Ketika
karies meluas ke arah pulpa, intensitas dan karakter infiltrat akan berubah.
Jika pulpa terbuka,
jaringan pulpa akan diinfiltrasi secara lokal oleh leukosit PMN untuk membentuk
suatu daerah nekrosis likuifaksi pada lokasi terbukanya pulpa. Setelah pulpa
terbuka, bakteri akan berkoloni dan tetap tinggal di daerah nekrosis. Jaringan
pulpa bisa terus mengalami inflamasi hingga nekrosis ditentukan oleh faktor :
1. Virulensi
bakteri
2. Kemempuan
megeluarkan cairan inflamasi guna mencegah peningkatan tekanan intrapulpa.
3. Ketahanan
pejamu.
4. Jumlah
sirkulasi.
5. Drainase
limfe.
b. Agen noninfeksi
· Mekanik
Preparasi kavitasyang
dalam, pembuangan struktur gigi tanpa pendinginan yang memadai, dampak trauma,
trauma oklusal, kuretase periodonsium yang dalam merupakan iritan suhu dan
fisik yang paling berperan terhadap jaringan pulpa. Jika diabaikan akan merusak
odontoblas, permeabilitas akan meningkat pada dentin, potensi iritasi pulpa
semakin meningkat.
· Kimia
Irigan antibakteri yang
dipakai selama pembersihan dan pembentukan saluran akar, obat intrakanal, dan
beberapa senyawa pembersih dentin, zat yang dalam tumpatan sementara adalah
iritan yang potensial mengiritasi dapat menyebabkan inflamasi pada pulpa
jaringan dibawahnya.15
2.2 Konservasi
2.2.1 Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis untuk lesi
periradikular adalah dengan melakukan tes klinis, yaitu:
a. Perkusi
Perkusi dapat menetukan ada
tidaknya penyakit periradikuler. Respon positif yang jelas menandakan adanya
imflamasi periodontium. Cara melakukan perkusi adalah dengan mengetuk ujung kaca
mulut yang dipegang parallel atau tegak lurus terhadap mahkota pada permukaan
insisal atau oklusal mahkota. Tes perkusi lainnya adalah dengan meminta pasien
menggigit objek keras misalnya gulungan kapas, pada gigi yang dicurigai.
b. Palpasi
Palpasi menentukan seberapa
jauh proses inflamasi telah meluas ke arah periapeks. Respon positif pada
palpasi menandakan adanya inflamasi periadikuler. Palpasi dilakukan dengan
menekan mukosa diatas apeks dengan kuat. Penekanan dilakukan dengan ujung jari.
c. Tes kevitalan
pulpa
Stimulasi lansung pada
dentin, dingin, panas, dan tes elektrik akan menentukan respon terhadap
stimulus dan kadang-kadang dapat mengidentifikasikan gigi yang dicurigai karena
timbulnya respon yang abnormal.16
2.2.2 Klasifikasi penyakit periradikular
a.
Penyakit periradikular akut
·
Abses
alveolar akut
Ø Definisi
Suatu
kumpulan nanah yang terbatas pada tulang alveolar pada apeks akar gigi setelah
kematian pulpa, dengan perluasan infeksi ke dalam jaringan periradikular
melalui foramen apical. Diikuti oleh suatu reaksi parah setempat dan
kadang-kadang umum. Penyakit ini merupakan suatu kelanjutan proses penyakit
pulpa yang dimulai di pulpa dan berkembang ke jaringan periradikular yang
giliranya bereaksi tehadap infeksi.
Ø Gejala
Gejala
pertama mungkin adalah suatu sensitivitas gigi yang dapat berkurang dengan
tekanan ringan terus menerus pada gigi yang ekstruksi untuk menekannya kembali
ke dalam alveolus. Selanjutnya , pasien menderita rasa sakit berdenyut yang
parah dengan disertai pembengkakan jaringan lunak yang melapisinya. Jika
infeksi berkembang, pembengkakan menjadi lebih nyata dan meluas melebihi tempat
semula. Gigi terasa lebih sakit, memanjang, dan goyah. Kadang rasa sakit mereda
atau hilang sama sekali sedangkan jaringan di dekatnya tetap membengkak. Bila
dibiarkan tanpa perawatan, infeksi mungkin berkembang menjadi osteoitis,
perioitis, selulitis, dan osteomilitis. Nanah yang terkandung dapat keluar
membentuk fistula.
·
Periodontitis
apical akut
Ø Definisi
Adalah
suatu inflamasi periodonsium dengan rasa sakit sebagai akibat trauma, iritasi,
atau infeksi melalui saluran akar, tanpa memperhatikan apakah pulpa vital atau
non vital.
Ø Gejala
Gejala
periodontitis apical akut adalah rasa sakit gigi sangat sensitif. Dapat juga
gigi merasa agak sakit, kadang-kadang hanya bila diperkusi pada arah tertentu
atau rasa sakitnya dapat sangat.
·
Eksaserbasi
akut suatu lesi
Ø Definisi
Suatu
reaksi inflamatori akut yang melapisi suatu lesi kronis yang ada, seperti kista
atau granuloma
Ø Gejala
Pada mulanya, gigi sensitif
terhadap perabaan. Bila inflamasi berkembang, gigi dapat terangkat dalam
soketnya dan dapat menjadi sensitif. Mukosa yang melapisi daerah radikular
dapat sensitif terhadap palpasi dan terlihat merah dan membengkak.
b.
Penyakit periradikular kronis dengan daerah rarefraksi
·
Abses
alveolar kronis
Ø Definisi
Suatu
infeksi tulang alveolar periradikular yang berjalan lama dan bertingkat rendah.
Sumber infeksi terdapt di dalam saluran akar.
Ø Gejala
Biasanya
asintomatik; kadang-kadang abses semacam itu hanya dapat dideteksi pada waktu
pemeriksaan radiografik rutin atau karena adanya fistula.
·
Granuloma
Ø Definisi
Suatu
pertumbuhan jaringan granulomatus yang bersambung dengan ligament periodontal.
Disebabkan oleh matinya pulpa dan difusinya bakteri dan toksin bakteri dari
saluran akar ke dalam jaringan periradikular di sekitarnya melalui foramen
apical dan lateral.
Ø Gejala
Suatu
granuloma tidak menghasilkan reaksi subjektif, kecuali pada kasus langka bila
runtuh dan mengalami supurasi. Biasanya granuloma adalah asimtomatik.
·
Kista
radikular
Ø Definisi
Suatu
kavitas tertutup atau kantung yang bagian dalamnya dilapisi oleh epithelium dan
pusatnya terisi cairan atau bahkan semisolid. Suatu kista radikular atau
alveolar adalah suatu kantung epithelial yang pertumbuhannya lambat pada apeks
gigi yang melapisi suatu kavitas patologik pada tulang alveolar. Lumen kista
berisi cairan protein berkonsentrasi rendah.
Ø Gejala tidak ada gejala yang dihubungkan degan
perkembangan suatu kista, kecuali yang kebetulan diikuti nekrosis pulpa. Suatu
kista dapat menjadi cukup besar untuk secara nyata menjadi pembengkakan.
c. Penyakit periradikular kronis dengan daerah
kondensasi
·
Osteoitis
memadat
Ø Definisi
Reaksi
terhadap suatu inflamasi kronis tingkat rendah daerah periradikular yang disebabkan
oleh suatu rangsangan ringan melalui saluran akar.
Ø Gejala
Gangguan
ini biasanya tanpa gejala dan ditemukan pada waktu pemeriksaan radiografik
rutin
d. Lesi-lesi periradikular lainnya
·
Resorpsi
eksternal akar
Ø Definisi
Suatu
proses litik yang terjadi di dalam sementum atau dentin akar gigi.
Ø Gejala
Biasanya
asimtomatik. Apabila akar sama sekali telah teresorpsi, gigi menjadi goyah.17
2.2.3 Diagnosis dan diagnosis banding penyakit
periradikular
a.
Penyakit periradikular akut
·
Abses
alveolar akut
Ø Diagnosis
Pada tingkat awal sulit untuk menentukan
giginya karena tidak adanya tanda-tanda klinis dan adanya rasa sakit yang difus
dan menjengkelkan. Suatu radiograf dapat menolong untuk menentukan gigi yang
terlibat dengan memperlihatkan suatu kavitas, suatu restorasi yang rusak, ruang
ligament periodontal yang menebal atau bukti kerusakan tulang pada daerah apeks
gigi. Karena lesi sudah ada untuk beberapa waktu dan dibatasi tulang medularis,
suatu radiograf tidak menunjukkan kerusakan tulang alveolar. Bila abses akut
merupakan eksaserbasi abses alveolar kronis yang sudah berjalan lama, suatu
daerah rarefraksi periapikal terlihat jelas pada radiograf. Gigi yang teribat
adalah nekrotik dan tidak bereaksi terhadap arus listrik atau aplikasi dingin,
gigi sensitive terhadap perkusi atau pasien menyatakan bahwa gigi terasa sakit
bila digunakan mengunyah, mukosa apical terasa sensitif terhadap palpasi dan
gigi mungkin goyah dan ekstruksi.
Ø Diagnosis
banding
Suatu abses periodontal merupakan suatu
kumpulan nanha di sekitar permukaan akar gigi yang berasal dari infeksi pada
struktur penyangga gigi. Ini berhubungan dengan suatu poket periodontal dan
menunjukkan pembengkakan dan rasa sakit ringan. Pembengkakan biasanya terletak
berhadapan dengan daerah tengah akar dan tepi gingival., daripada berhadapan
dengan apeks gigi atau melebihinya. Suatu abses periodontal umumnya dihubungkan
dengan gigi vital daripada gigi tanpa pulpa, berlawanan dengan suatu abses
alveolar akut yang pulpanya telah mati. Tes vitalitas pulpa berguna untuk
mendapatkan suatu diagnosa yang tepat.
·
Periodontitis
apical akut
Ø Diagnosis
Gejalanya adalah hasil dari rangsangan yang
berasal dari perawatan endodontic, yang disebabkan oleh instrumentasi yang
berlebih, rangsangan obat-obatan, atau pengisian yang berlebihan. Dalam kasus
ini giginya tanpa pulpa atau hasil stimulasi noksius yang merangsang ligament
periodontal yang dalam kasusu ini giginya vital. Gigi sensitive terhadap
perkusi atau terhadap tekanan ringan, sedangkan mukosa yang melapisi apeks akar
mungkin sensitif atautidak sensitive terhadap palpasi. Pemeriksaan radiograf
dapat menunjukkan ligament periodontal yang menebal suatu daerah kecil
rarefraksi bila melibatkan gigi tanpa pulpa dan dapat menunjukkan struktur
periradikular normal bila terdapat pulpa vital di dalam mulutunya.
Ø Diagnosis
banding
Diagnosis banding antara periodontitis apical
akut dan abses alveolar akut. Kadang perbedaannya hanya satu tingkat lanjutan.
Dalam perkembanganya dengan kerusakan jaringan periapikal daripada hanya satu
reaksi inflamasi ligament periodontal. Riwayat pasien, gejala dan hasil tes
klinis akan menolong untuk membedakan penyakit ini.
·
Eksaserbasi
akut suatu lesi
Ø Diagnosis
Biasanya dihubungkan dengan permulaan terapi
saluran akar pada gigi yang sama sekali asimtomatik. Pada gigi semacam itu,
radiograf menunjukkan lesi periradikuler yang jelas. Pasien mungkin mempunyai
suatu riwayat kecelakaan traumatic yang mengubah warna gigi menjadi gelap
setelah beberapa lama atau rasa sakit pasca bedah pada gigi yang telah reda
sampai peristiwa rasa sakit yang sekarang. Tidak adanya reaksi terhadap tes
vitalitas menunjukkan pada suatu diagnosis pulpa nekrotik, meskipun pada
peristiwa yang jarang terjadi, sebuah gigi dapat bereaksi terhadap tes pulpa
listrik karena adanya cairan di dalam saluran akar.
Ø Diagnosis
banding
Eksaserbasi akut lesi kronis akan memberikan
gejala yang sama dengan gejala abses alveolar akut. Karena perawatan kedua lesi
adalah sama, tidak diperlukan diagnosis banding.
b.
Penyakit periradikular kronis dengan daerah rarefraksi
·
Abses
alveolar kronis
Ø Diagnosis
Mungkin tidak memberikan rasa sakit atau hanya
rasa sakit ringan. Kadang tanda pertama kerusakan oseus nyata terlihat secara
radiografik pada waktu pemeriksaan rutin atau terdapat perubahan warna pada
mahkota gigi. Radiograf sering menunjukkan suatu rasa sakit menusuk yang
tiba-tiba yang menjadi reda dan tidak timbul lagi, atau dia menceritakan suatu
peristiwa injuri traumatic. Pemeriksaan klinis menunjukkan suatu kavitas, suatu
restorasi komposit, akrilik atau metalik. Pulpa mungkin mati tanpa menyebabkan
gejala. Pada kasus lainnya, pasien mengeluh tentang rasa sakit ringan pada
gigi, terutama pasa waktu mengunyah, gigi tidak bereaksi terhadap tes termal
atau tes pulpa listrik.
Ø Diagnosis
banding
Suatu abses kronis juga harus dibedakan dari
osteofiriosis periapikal, dikenal juga sebagai sementosa atau fibroma menulang,
yang dihubungkan dengan suatu gigi vital dan tidak memerlukan perawatan
endodontic.
·
Granuloma
Ø Diagnosis
Adanya granuloma yangtanpa gejala akan terlihat
saat pemeriksan rutin. Adanya daerah rarefraksi nampak nyata, dengan tidak
adanya kontinuitas lamina dura. Diagnosis tepat hanya dapat dibuat dengan
pemeriksaan mikroskop. Gigi yang terlibat biasanya tidak peka terhadap perkusi
dan tidak goyah. Mukosa diatas apeks akar mungkin peka atau mungkin tidak peka
terhadap palpasi. Dapat dijumpai suatu fistula. Gigi tidak bereaksi terhadap
tes termal atau tes pulpa listrik. Pasien memberikan riwayat pulpalgia yang
mereda
Ø Diagnosis
banding
Suatu granuloma tidak dapat dibedakan dari penyakit
periradikular lain kecuali kalau diperiksa secara mikroskopik. Suatu pulpa
nekrotik dan suatu daerah rarefraksi periapikal pada radiograf biasnya cukup
merupakan bukti.
·
Kista
radikular
Ø Diagnosis
Pulpa gigi dengan kista radikular tidak
bereaksi terhadap stimuli listrik atau termal dan hasil tes klinis lainnya
adalah negative, kecuali radiograf. Pasien mungkin mendapatkan suatu riwayat
sakit lainnya. Biasanya pada pemeriksaan radiograf, terlihat tidak adanya
kontinuitas lamina dura, dengan suatu daerah rarefraksi. Daerah radiolusen
biasanya terlihat bulat dalam garis berikutnya. Daerah radiolusen lebih besar
daripada suatu granuloma dan dapat meliputi lebih dari satu gigi.
Ø Diagnosis
banding
Suatu kista biasanya lebih besar daripada
granuloma dan dapat menyebabkan akar yang berdekatan merenggang karena tekana
yang terus menerus dari akumulasi cairan kista. Suatu kavitas normal kelihatan
terpisah dari apeks akar yang memperhatikan sudut pengambilan radiograf,
sedangkan suatu kista tetap terikat pada apeks akar tanpa memperhatikan sudut
pengambilan gambar.
c. Penyakit periradikular kronis dengan daerah
kondensasi
·
Osteoitis
memadat
Ø Diagnosis
Secara radiograf terlihat sebagai suatu
radiopak terlokalisir yang mengelilingi gigi yang terpengaruh. Ini adalah suatu
daerah tulang padat dengan pola trabekular yang berkurang.
d.
Lesi-lesi
periradikular lainnya
·
Resorpsi
eksternal akar
Ø Diagnosis
Daerah
kecil resorpsi permukaan sementum yang tidak dapat dilihat secara radiografis
hanya dapat diketahui secara histologis. Secara radiografis, resorpsi eksternal
terlihat sebagai daerah cekungan atau tidak rata pada permuakaan akar atau
penumpulan apeks. Daerah resorpsi pengganti atau ankilosis memunyai akar yang
teresorpsi tanpa ruang ligament periodontal dan dengan tulang menggantikan
kerusakan. Daerah resorpsi inflamatori yang disebabkan oleh tekanan suatu
granuloma yang tumbuh, kista, atau tumor mempunyai daerah resorpsi akar dekat
dengan daerah radiolusensi. Kista biasanya karena pertumbuhannya lambat,
menggunakan tekanan pada akar gigi dan menggerakkan akar daripda menyebabkan
resorpsi. Tumor neoplastik menyebabkan resorpsi akar cepat.
Ø Diagnosis banding
Resorpsi eksternal
perlu dibedakan dengan resorpsi internal. Pada resorpsi eksternal, radiograf
menunjukkan suatu penumpulan apeks, daerah tidak rata, suatu daerah yang
“tergali” pada sisi akar atau apabila daerahnya terletak di atas saluran akar,
saluran akar dengan jelas melintasi daerah resorpsi. Pada resorpsi internal,
akan terlihat sebuah saluran akar dengan daerah”seperti balon” yang membesar
dan dibatasi dengan baik. Bila tulang di dekat daerah resorpsi terpengaruh dan
daerah yang teresorpsi cekung ke arah luar dan bila saluran akar utuh, sebagai
yang terlihat pada radiogrfa, maka terdapat resorpsi eksternal.17
2.2.4 Prognosis penyakit periradikular
a.
Penyakit Periradikular Akut
·
Abses Alveolar Akut
Prognosis bagi gigi
biasanya baik, tergantung pada tingkat keterlibatan lokal dan jumlah kerusakan
jaringan. Meskipun gejala abses alveolar akut dapat parah, rasa sakit dan
pembengkakan umumnya mereda bila dilakukan drainase yang memadai. Pada kebanyakan kasus, gigi dapat
diselamatkan oleh perawatan endodontik dan keparahan gejala tidak perlu
dihubungkan dengan mudah atau sukarnya perawatan.
·
Periodontitis Apikal Akut
Prognosis bagi gigi
umumnya baik. Terjadi gejala periodontitis apikal akut waktu perawatan
endodontik tidak akan mempengaruhi hasil akhir perawatan.
·
Eksaserbasi Akut suatu Lesi
Prognosis bagi gigi
adalah baik begitu gejalanya hilang.
b.
Penyakit Periradikular Kronis dengan
Daerah Rarefaksi
·
Abses Alveolar Kronis
Prognosis
bagi gigi tergantung pada pembersihan yang tepat., pemberian bentuk dan
obturasi saluran akar. Disamping itu, faktor-faktor lain seperti status
periodontal, keperluan restoratif, dan potensi fungsional, membantu untuk
menentuka prognosis.
·
Granuloma
Prognosis bagi retensi
jangka panjang gigi adalah baik sekali.
·
Kista Radikular
Prognosis tergantung
pada gigi khususnya, perluasan tulang yang rusak dan mudah dicapainya
perawatan.
c.
Penyakit Periradikular Kronis dengan
Daerah Kondensasi
·
Osteitis Memadat
Prognosis bagi retensi
jangka panjang gigi adalah bagus sekali bila terapi saluran akar dilakukan dan
bila gigi direstorasi secara memuaskan. Lesi memadat dapat bertahan setelah
perawatan endodontik.
d.
Lesi-Lesi Periradikular Lainnya
·
Resorpsi Eksternal Akar
Prognosisnya adalah
berhati-hati. Bila faktor etiologik diketahui dan diambil, proses resorptif
akan berhenti tetapi akan menimbulkan sebuah gigi lemah yang tidak mampu
menahan kekuatan fungsional.17
2.2.5 Rencana perawatan penyakit periradikular
a.
Penyakit Periradikular Akut
·
Abses Alveolar Akut
Perawatan terdiri dari
mengadakan drainase dan mengontrol reaksi sistemik. Bila gejala telah mereda,
gigi harus dirawat endodontic secara konservatif. Pada waktu kunjungan pertama,
bila gigi telah dibiarkan terbuka untuk drainase, harus seara hati-hati dan
cermat dilakukan debridment dengan irigasi dan instrumentasi sebelum mengobati
dan menutup saluran akar. Sekali saluran akar ditutup, perawatan endodontik
diselesaikan.
·
Periodontitis Apikal Akut
Perawatan periodontitis
apikal akut terdiri dari penentuan sebab dan meredakan gejalanya. Terutama
sangat penting untuk menentukan apakah periodontitis apikal akut ada hubungannya
dengan gigi vital atau gigi tanpa pulpa. Bila fase akut sudah reda, gigi
dirawat secara konservatif.
·
Eksaserbasi Akut suatu Lesi
Perawatan
eksaserbasi akut lesi kronis yang termasuk gawat, sama dengan perawatan abses
alveolar akut.
b.
Penyakit Periradikular Kronis dengan
Daerah Rarefaksi
·
Abses Alveolar Kronis
Perawatan terdiri dari
pengambilan infeksi pada saluran akar. Begitu bagian akhir ini diselesaikan dan
saluran akar diisi, perbaikan jaringan periradikular umumnya terjadi.
·
Granuloma
Terapi saluran akar
cukup untuk merawat granuloma. Pengambilan sebab inflamasi biasanya diikuti
oleh resorpsi jaringan granulomatus dan perbaikan dengan tulang bertrabekular.
·
Kista Radikular
Pengambilan secara
bedah seluruh kista radikular sehingga bersih tidak perlu dilakukan pada semua
kasus. Perawatan endodontik juga dapat menyembuhkan kista radikular.
c.
Penyakit Periradikular Kronis dengan
Daerah Kondensasi
·
Osteitis Memadat
Diindikasikan perawatan
endodontik.
d.
Lesi-Lesi Periradikular Lainnya
·
Resorpsi Eksternal Akar
Berubah-ubah
sesuai etiologinya. Bila resorpsi eksternal disebabkan perluasan penyakit pulpa
ke jaringan pendukung, terapi saluran akar biasanya memberhentikan proses
resorptif. Karena kekuatan yang berlebihan dari alat-alat ortodontik dapat diberhentikan
dengan mengurangi kekuatan tersebut. Karena resorpsi eksternal disebabkan oleh
replantasi gigi, preparasi saluran akar dan obturasi dengan pasta Ca(OH)2.17
2.2.6 Evaluasi pasca perawatan penyakit periradikular
a. Pemeriksaan klinis
·
Tidak adanya pembengkakan
·
Hilangnya saluran sinus
·
Tidak adanya fungsi yang hilang
·
Tidak ada bukti rusaknya jaringan lunak
termasuk adanya sulkus yang dalam pada pemeriksaan dengan sonde periodontium
b. Temuan radiografi
·
Berhasil: tidak ada lesi yang resorptik, secara
radiologis radiolusensi tidak berkembang atau hilang setelah interval pasca
perawatan 1 sampai 4 tahun
·
Gagal: kelainan menetap atau berkembangnya
suatu tanda penyakit yang jelas secara radiografis. Secara khusus adanya lesi
radiolusensi yang telah membesar.
·
Meragukan: situasinya tergambar dengan adanya
lesi radiolusensi yang tidak berkemabng menjadi lebih banyak atau membaik
dengan jelas.
c. Pemeriksaan histologi
Suatu perbaikan struktur periapeks dan tidak adanya
inflamasi.18
2.2.7
Mekanisme penyembuhan
Berdasarkan proses
reparasi tempat bekas ekstraksi (yang pada jaringan lain mungkin tidak persis
sama), proses inflamasi akan menurun sedangkan sel-sel pembentuk jaringan
(fibroblast dan sel endotel) akan meningkat setelah penyebabnya dibuang. Saat
ini, organisasi dan maturasi jaringan mulai aktif. Tulang yang telah diresorpsi
mulai diisi oleh tulang baru dan sementum yang teresorpsi direparasi oleh
sementum seluler. Ligament periodontium yang pertama kali terkena meruapakan
jaringan terakhir yang dipulihkan arsitektur normalnya.
Pemeriksaan histologi atas lesi periradikuler yang sedang
menyembuh menunjukkan adanya deposisi sementum, peningkatan vaskularisasi, dan
peningkatan aktivitas fibroblast dan osteoblas. Sitokinin memegang peran
penting selama penyembuhan lesi periradikular.
Pada beberapa lesi terlihat bahwa tidak semua struktur
pulih kembali seperti sediakala. Terlihat adanya variasi dalam pola tulang atau
serabut yang berbeda. Bisa terlihat dalam radiograf sebagai melebarnya lamina
dura atau berubahnya konfigurasi tulang. 19
2.3
Interpretas Radiograf Pada Penyakit Periapeks
a.
Mutu Gambaran Radiograf
1.
Kualitas Gambar
Kualitas
gambar den beberapa detil yang ditunjukkan pada gambaran radiograf tergantung
pada beberapa faktor yang meliputi:
·
Kontras
·
Geometri gambar
·
Karakteristik sinar X-Ray
·
Ketajaman gambar dan resolusi
2.
Persyaratan utama untuk interpretasi
radiografi gigi diringkas sebagai berikut:
·
Kondisi pandangan optimum
·
Memahami sifat dan batasan dari
radiograf hitam, abu-abu, dan putih
·
Pengetahuan tentang radiografi apa yang
digunakan harusnya terlihat, sehingga penilaian penting terhadap kualitas film
individu dapat dibuat
·
Pengethuan rinci mengenai tampilan
radiografi struktur anatomi normal
·
Pengetahuan rinci mengenai tampilan
radiografi dari kondisi patologis yang mempengaruhi kepala dan leher
·
Pendekatan sistematis untuk melihat
seluruh radiograf dan untuk melihat serta menggambarkan lesi spesifik
·
Akses ke film sebelumnya untuk
perbandingan.20
b.
Lesi Periapeks
Gambaran
radioopak dan radiolusen dalam rahang (baik secara normal maupun
non-endodonsia) dapat tertukar dengan lesi endodonsia. Lesi periradikular yang
disebabkan oleh pulpa biasanya didasri pada empat karakter yaitu:
·
Hilangnya lamina dura di daerah apeks
·
Radiolusensi tetap terlihat di apeks
bagaimanapun sudut pengambilannya, kecuali pada condensing osteitis yang
terlihat sebagai gambaran radioopak
·
Radiolusensi menyerupai hanging drop
· Biasanya
pulpa sudah nekrosis.21
1. Periodontitis
Apikalis Akut
Penebalan garis radiolusen pada ligamen periodontal.
2. Abses
Periapikal Akut
Hilangnya struktur radioopak lamina
dura pada apeks gigi.
3. Abses
Alveolar Kronis
Radiograf menunjukkan suatu daerah difus rarefraksi tulang, ligamen periodontal menebal. Tampak gambaran radiolusen yang besar dengan tepi difus yang tidak teratur.
4. Kista
Periapeks
Radiograf menunjukkan gambaran radiolusen yang terdefinisi dengan baik dengan batas radioopak (sklerotik). Daerah radiolusen biasanya bulat
5. Granuloma
Radiograf menunjukkan gambaran
radiolusen kecil yang terdifinisi dengan baik. Struktur radiolusen tersebut
dikelilingi oleh tulang sklerosis yang memadat.
6. Osteitis
Memadat
Pada radiograf terlihat sebagai
suatu daerah radioopak terlokalisasi yang mengelilingi gigi.
c. Diagnosis
Banding
1. Perbedaan
diagnosis abses dan kista radikular/Granuloma adalah batas pada gambaran
radiolusen. Kalau kista dan granuloma memiliki batas radioopak yang jelas,
sedangkan pada abses tidak memiliki batas yang jelas.1
2. Perbedaan
diagnosis kista radikular dengan granulome terletak pada ukurannya. Pada
radiograf, gambaran radiolusen granuloma lebih kecil daripada kista. Akan
tetapi, kista radikular yang masih kecil tidak dapat dibedakan dari granuloma
secara radiograf. Cara untuk membedakannya secara akurat adalah dengan
pemeriksaan mikroskopik. Gambaran kista radikular/periapikal ditandai dengan
adanya rongga yang dilapisi non-keratinizing stratisfied squamous (epitelum
pipih berlapis tidak berkeratin). 22
BAB
3
KESIMPULAN
·
Nyeri spontan merupakan salah satu tanda
pulpitis irreversible.
·
Penyakit jaringan periradikular dapat terjadi
akibat pulpa yang mengalami pulpitis irreversible ataupun nekrosis pulpa.
·
Reaksi imun pada lesi periradikular biasanya diperantarai oleh mediator inflamasi
nonspesifik dan reaksi imun spesifik.
·
Dalam penegakan diagnosis penyakit
periradikular, dilakukan tes klinis perkusi dan palpasi.
·
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
radiograf dan histologi sangat membantu penegakan diagnosis.
·
Rencana perawatan yang dapat dipertimbangkan
adalah drainase, pengilangan iritan, dan perawatan saluran akar, sesuai dengan
lesi yang akan dirawat.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Walton RE. Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta:
EGC. 2008. p. 20-2
2.
Walton RE. Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta:
EGC. 2008. p. 68, 586
3.
Walton RE. Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta:
EGC. 2008. p. 53
4.
Walton RE. Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta:
EGC. 2008. p. 12-5
5.
Bergenholtz G. Bindslev PH. Reit C. Texbook of Endodontology. 2nd
ed. United Kingdom: Willey-Blackwell. 2010. p. 17
6.
Walton RE. Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta:
EGC. 2008. p. 46-7
7. Grossman
LI. Oliet S. Rio CED. Ilmu Endodontik
dalam Praktik. Ed.11. Jakarta: EGC. 1995. p. 40-8
8.
Walton RE. Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta:
EGC. 2008. p. 23-6
9.
Grossman LI. Oliet S. Rio CED. Ilmu Endodontik dalam Praktik. Ed.11.
Jakarta: EGC. 1995. p. 66
10.
Walton RE. Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta:
EGC. 2008. p. 46
11.
Walton
RE. Torabinejad M. Prinsip
dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta: EGC. 2008. p. 321-2
12.
Mount GJ. Hume WR. Preservation and Restoration of Tooth Structure. Queensland :
Knowledge Book & software. 2005.p 22,
63
13.
Newman. Michael G. Carranza FA. Et.al. Carranza’s Clinical Periodontology. 10thed.
Philadelphia: Saunders Elsevier. 2006. p 138, 141
14.
Walton RE. Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta:
EGC. 2008. p. 319
15.
Walton RE. Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta:
EGC. 2008. p. 30-3
16.
Walton RE. Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta:
EGC. 2008. p. 66-7
17. Grossman
LI. Oliet S. Rio CED. Ilmu Endodontik
dalam Praktik. Ed.11. Jakarta: EGC. 1995. p. 90-109
18.
Walton RE. Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta:
EGC. 2008. p. 375-6
19.
Walton RE. Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta:
EGC. 2008. p. 52
20. Whaites
Eric. Essentials of Dental Radiography
and Radiology. UK: Churchill Livingstone. 3rd Ed. 2002. P 211, 236-239
21.
Walton RE. Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta:
EGC. 2008. p. 71
22. Danidiningrat.
Kista Odontogen dan Nonodontogen.
2005. Surabaya: Airlangga University Press.
Blognya bagus bgt kaaaaaak! Makasih :D
ReplyDeleteMakasih :D
Delete