Jadi, berikut ini bakalan aku kasih liat ke kalian gimana proposal aku.
Judulnya adalah :
Pengaruh Maloklusi Klas I Angle Tipe Modifikasi Dewey terhadap Prevalensi Gingivitis pada Siswa/i SMAN 3 Banda Aceh
Aku gak tau juga sih judul itu sebetulnya bisa disebut penelitian atau gak, tapi karena gak ada ide lain, yaudah aku buat aja. heheCheck this out :
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Maloklusi adalah masalah yang sering terjadi dan
mengenai hampir seluruh manusia yang ada di muka bumi. Prevalensi kejadian
maloklusi di Indonesia adalah sebesar 80% dan maloklusi merupakan masalah bagi
kesehatan gigi dan mulut terbesar ketiga setelah prevalensi karies dan penyakit
periodontal.1
Maloklusi merupakan suatu kelainan yang terjadi pada
hubungan antara satu gigi dengan gigi lain yang merupakan antagonisnya.
Maloklusi adalah kelainan yang terjadi saat oklusi normal gigi-geligi. Oklusi
menurut Angle adalah hubungan normal dari bidang inklinasi oklusal gigi ketika
rahang dalam keadaan tertutup.2
Prevalensi maloklusi tersebut dapat berpengaruh
terhadap kesehatan jaringan periodontal.
Hal ini dapat disebabkan karena saat terjadinya maloklusi, gigi geligi dapat
menunjukkan ketidakteraturan erupsi dan menyebabkan gigi crowded misalnya. Gigi yang crowded
ini akan menjadi tempat yang sangat cocok untuk retensi plak. Dimana nantinya
pada plak akan melekat bakteri-bakteri yang akan menyebabkan kerusakan pada
jaringan periodontal.
Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai
jaringan pendukung gigi. Penyakit periodontal yang paling sering diderita
adalah gingivitis, yaitu penyakit periodontal yang hanya mengenai bagian
gingiva saja. Namun, saat seseorang menderita gingivitis, orang tersebut jarang
mengetahui pernyakit yang dideritanya, dikarenakan gingivitis tidak menimbulkan
rasa nyeri pada penderitanya. Ciri umum pada penderita gingivitis yang dapat
dilihat pada gingivanya adalah warna gingiva yang berubah. Saat gingiva
tersebut dalam kondisi sehat, warna gingival adalah pink, sedangkan ketika
seseorang menderita gingivitis, warna gingivanya akan berubah menjadi merah
kehitaman. Kemudian, tanda umum lainnya adalah terjadinya perdarahan pada gingiva,
terutama saat sedang menyikat gigi.3 Prevalensi penyakit periodontal khususnya gingivitis
di Indonesia adalah cukup besar, yaitu sekitar 85%, sehingga pembelajaran yang
lebih terhadap penyakit periodontal diperlukan agar dapat mengurangi prevalensi
terjadinya gingivitis tersebut.
Penelitian ini dilakukan guna melihat apakah terdapat
korelansi antara keadaan maloklusi pasien terhadap prevalensi gingivitis yang
terjadi. Selain disebabkan gigi crowded,
yaitu tipe 1 modifikasi Dewey terhadap maloklusi Klas I Angle, penelitian ini
juga akan melihat apakah crossbite
dan mesial drift yang terjadi baik
pada gigi anterior maupun gigi posterior akan
berpengaruh terhadap terjadinya gingivitis.
Untuk melihat status gingiva seseorang dapat
dilakukan pemeriksaan papilla bleeding
index (PBI). Setelah melakukan
pemeriksaan PBI, operator akan menghitung jumlah skor yang didapat dari
perdarahan subjek, kemudian akan dibagikan dengan jumlah keseluruhan gigi yang
telah diperiksa.4 Dari skor akhir indeks tersebut akan dihasilkan
status gingiva pasien. Jika angka menunjukkan angka 0 = gingiva sehat, 1 =
gingivitis ringan, 2 = gingivitis sedang, 3-4 = gingivitis berat.
1.2
Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan sebab-akibat antara
maloklusi Klas I Agle tipe modifikasi Dewey terhadap prevalensi gingivitis pada
siswa/i SMAN 3 Banda Aceh.
1.3
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh maloklusi Klas I Angle
tipe modifikasi Dewey terhadap prevalensi gingivitis pada siswa/I SMAN 3 Banda
Aceh.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
§ Bagi Peneliti.
Manfaat
penelitian ini bagi peneliti adalah guna menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai pengaruh maloklusi terhadap
kesehatan jaringan periodontal dan juga bagaimana cara untuk menjaga kesehatan
jaringan periodontal.
§ Bagi Subjek Penelitian.
Manfaat
penelitian ini bagi subjek penelitian adalah agar subjek penelitian dapat lebih
memelihara kesehatan jaringan periodontalnya, walaupun para subjek penelitian
memiliki maloklusi Klas I Angle modifikasi Dewey tipe 1 dan 5.
§ Bagi Institusi Pendidikan.
Manfaat
penelitian ini bagi institusi pendidikan adalah guna menambah bahan kepustakaan
dari institusi pendidikan terkait.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Maloklusi
Oklusi menurut Angle adalah hubungan normal dari
bidang inklinasi oklusal gigi ketika rahang dalam keadaan tertutup2. Oklusi merupakan fenomena kompleks yang melibatkan
gigi-geligi, ligament periodontal, rahang, temporomandibular
joint, otot-otot serta sistem saraf.
Oklusi adalah hubungan kontak antara gigi rahang
atas dan gigi rahang bawah ketika rahang berada pada posisi tertutup penuh,
begitu juga dengan hubungan antara gigi pada lengkung yang sama5.
a. Oklusi statis, yaitu oklusi yang mengacu pada posisi
dimana gigi-geligi atas dan bawah saling berkontak.
b. Oklusi fungsional, yaitu oklusi yang mengacu pada
gerak fungsional dari mandibula, dan karenanya gigi-geligi rahang bawah akan
berkontak dengan gigi-geligi rahang atas.
Oklusi sudah berkembang sejak gigi sulung pertama
sekali erupsi. Selama masa perkembangan
ini, terjadi perkembangan motorik oral dan kemampuan mastikasi pun diperoleh.
Maloklusi merupakan suatu kelainan yang terjadi pada
hubungan antara satu gigi dengan gigi lain yang merupakan antagonisnya.
Maloklusi berhubungan dengan tidak adanya bentuk ideal yang terjadi pada
gigi-geligi saat berada pada kontak maksimal ketika gigi beroklusi (oklusi
sentris).
2.2 Klasifikasi
Maloklusi
Terdapat banyak jenis maloklusi yang terjadi, karena
itu maloklusi telah diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian. Mengklasifikasi
maloklusi memiliki manfaat sebagai berikut :
a.
Klasifikasi
membantu mendiagnosis dan merencanakan perawatan untuk pasien.
b.
Klasifikasi
membantu melihat dan memahami permasalahan yang berhubungan dengan maloklusi
tersebut.
c.
Klasifikasi
membantu menghubungkan masalah yang terjadi.
d.
Perbandingan
beberapa jenis maloklusi menjadi lebih mudah karena adanya klasifikasi.
Edward Angle pada tahun 1899 telah
mengklasifikasikan maloklusi ke dalam beberapa Klas yang mudah untuk dipahami
dan diingat. Klasifikasi Angle merupakan langkah pertama dalam perkembangan
ilmu ortodonti dan maloklusi kemudian juga diklasifikasikan oleh beberapa orang
lainnya. Beberapa klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut.2, 7
2.2.1 Klasifikasi Angle.
Angle mengatakan bahwa gigi molar permanen pertama
atas dan bawah merupakan kunci oklusi dan bahwa molar permanen pertama atas dan
bawah seharusnya memiliki hubungan dimana cusp mesiobuccal dari molar pertama
atas beroklusi pada groove buccal molar pertama bawah. Sistem klasifikasi Angle
ini merupakan langkah penting dalam perkembangan ortodonti karena sistem klasifikasi
ini tidak hanya membagi tipe mayor dari maloklusi namun juga menjelaskan
definisi\ mudah mengenai oklusi normal gigi-geligi.
Berdasarkan relasi molar yang terjadi antara rahang
atas dan rahang bawah, Angle membagi maloklusi ke dalam tiga klas yaitu :
a) Klas I
Klasifikasi Angle Klas I dikarakteristikkan dengan
adanya hubungan normal pada molar antar rahang. Cusp mesiobuccal dari molar
pertama atas beroklusi pada groove buccal molar pertama bawah. Pasien yang mengalami maloklusi Klas I Angle
ini dapat menunjukkan adanya ketidakteraturan (irregular) pada gigi-geligi, seperti adanya crowding, spacing,
rotasi, missing tooth, dan lain
sebagainya. Pasien menunjukkan hubungan skeletal yang normal dan juga
menunjukkan fungsi otot yang normal.
Jenis maloklusi lain yang sering dikategorikan ke
dalam Klas I Angle ini adalah bimaxilary
protrusion dimana pasien menunjukkan hubungan molar Klas I normal namun
gigi-geligi dari lengkung rahang atas dan bawah terletak lebih ke depan dalam
hubungan terhadap profil wajah.
b) Klas II
Klasifikasi Angle Klas II dikarakteristikkan dengan
molar yang memiliki hubungan dimana cusp distobuccal molar pertama atas
beroklusi pada groove buccal molar pertama bawah. Klas II Angle memiliki tiga divisi,
yaitu :
Ø Klas II, divisi 1
Klas II, subdivisi 1 dikarakteristikkan dengan
insisivus yang proklinasi dengah hasil terjadi peningkatan overjet. Juga dapat
terjadi insisivus yang deep bite pada
area anterior. Tampilan klinis dari maloklusi ini adalah adanya aktivitas
abnormal pada otot. Bibir atas biasanya hypotonic,
pendek dan gagal untuk menutup. Bibir bawah terletak pada aspek palatal gigi
atas, yang merupakan tampilan umum Klas II divisi 1. Aktivitas otot buccinator
tidak terkendali dan menyebabkan terjadinya penyempitan pada rahang atas pada
area premolar dan caninus sehingga membuat rahang atas berbentuk seperti huruf
V.
Ø Klas II, divisi 2
Tampilan klinis maloklusi Klas II divisi 2 adalah
adanya insisivus pertama atas yang berinklinasi kea rah lingual dan insisivus
dua atas yang berinklinasi melewati insisivus pertama. Pasien juga menunjukkan
adanya deep bite pada regio anterior.
Ø Klas II, subdivisi
Tampilan klinis maloklusi ini adalah adanya relasi
molar Klas II yang terdapat pada satu sisi dan sisi yang lain terdapat relasi
Klas I.
c) Klas III
Klasifikasi Klas III Angle ini dikarakteristikkan
dengan relasi molar dimana cusp
mesiobuccal molar pertama atas beroklusi pada ruang interdental antara molar
pertama dan molar kedua bawah. Klas III Angle terbagi lagi ke dalam beberapa
divisi, yaitu :
Ø True Class III.
Gambaran klinis maloklusi true class III adalah adanya insisivus yang berinklinasi cenderung
lebih ke lingual. Pasien dapat menunjukkan overjet yang normal, relasi
insisivus edge to edge, atau adanya anterior crossbite.
Maloklusi true
class III ini dapat disebabkan karena :
§ Mandibula yang terlalu besar;
§ Mandibula yang terletak lebih ke depan;
§ Maksila yang lebih kecil dibandingkan ukuran normal;
§ Maksila yang retroposisi;
§ Kombinasi dari penyebab diatas.
Ø Pseudo Class III.
Tipe maloklusi ini terjadi karena adanya pergerakan
mandibula ke depan selama penutupan rahang. Berikut ini adalah beberapa
penyebab terjadinya pseudo class III:
§ Adanya premature kontak yang dapat menyebabkan
mandibula bergerak ke depan.
§ Ketika terjadi kehilangan dini gigi desidui
posterior, anak cenderung menggerakkan mandibula ke depan untuk mendapatkan
kontak pada regio anterior.
§ Anak yang memiliki adenoid yang besar cenderung
menggerakkan mandibula ke depan sebagai usaha untuk mencegah lidah berkontak dengan
adenoid.
Ø Class III subdivision.
Merupakan
kondisi yang dikarakteristikkan dengan adanya hubungan molar Klas III pada satu
sisi dan hubungan molar Klas I pada sisi lainnya.
2.2.2 Modifikasi Dewey terhadap Klasifikasi Angle.
Dewey memperkenalkan modifikasi dari klasifikasi
maloklusi Angle. Dewey membagi Klas I Angle ke dalam lima tipe dan Klas III
Angle menjadi tiga tipe.
a) Modifikasi Dewey terhadap Klas I Angle.
Ø Tipe 1 : maloklusi Klas I dengan gigi anterior crowded.
Ø Tipe 2 : maloklusi Klas I dengan insisivus maksila
yang protrusif.
Ø Tipe 3 : maloklusi Klas I dengan crossbite pada gigi anterior.
Ø Tipe 4 : maloklusi Klas I dengan crossbite pada gigi posterior.
Ø Tipe 5 : maloklusi Klas I dengan molar permanen yang
telah bergeser ke mesial dikarenakan ekstraksi dini molar kedua desidui atau
ekstraksi dini premolar kedua.
b) Modifikasi Dewey terhadap Klas III Angle.
Ø Tipe 1 : maloklusi Klas III dengan lengkung rahang
atas dan bawah yang ketika dilihat secara terpisah berada pada jajaran yang
normal. Namun ketika pasien mengoklusikan rahang menunjukkan insisivus yang edge to edge, menjadikan mandibula
bergerak ke depan.
Ø Tipe 2 : maloklusi Klas III dengan insisivus
mandibula crowded dan pada relasi
lingual terhadap insisivus maksila.
Ø Tipe 3 : maloklusi Klas III dengan insisivus maksila
crowded dan pada relasi crossbite terhadap gigi anterior
mandibula.
2.2.3 Modifikasi Lischer terhadap Klasifikasi Angle.
Lischer memberikan istilah neutrocclusion untuk
klasifikasi maloklusi Klas I Angle, distocclusion untuk Klas II Angle, dan
mesiocclusion untuk Klas III Angle. Sebagai tambahan, Lischer juga memberikan
beberapa istilah lagi untuk menunjukkan maloklusi tertentu.
a) Neutrocclusion : sama dengan Klas I Angle.
b) Distocclusion : sama dengan Klas II Angle.
c) Mesiocclusion : sama dengan Klas III Angle.
d) Buccocclusion : penempatan satu atau sekelompok gigi
lebih ke buccal.
e) Linguocclusion : penempatan satu atau sekelompok
gigi lebih ke lingual.
f) Supraocclusion : ketika satu atau sekelompok gigi
bererupsi diatas level normal.
g) Infraocclusion : Ketika satu atau sekelompok gigi
tidak bererupsi pada level normal.
h) Mesioversion : gigi yang terletak lebih ke mesial dibanding
posisi normal.
i) Distoversion : gigi yang terletak lebih ke distal
dibanding posisi normal.
j) Transversion : dua gigi yang mengalami transposisi.
k) Axiversion : inklinasi aksial yang abnormal dari
gigi-geligi.
l) Torsiversion : rotasi gigi terhadap sumbu panjangnya.
2.2.4 Klasifikasi Bennet.
Norman Bennet
mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan etiologinya, yaitu :
a) Klas I : posisi abnormal dari satu atau beberapa
gigi dikarenakan faktor lokal.
b) Klas II : formasi abnormal sebagian atau seluruh
rahang karena defek perkembangan tulang.
c) Klas III : hubungan abnormal antara lengkung rahang
atas dan bawah, dan antara salah satu lengkung terhadap kontur facial dan
pembentukan abnormal yang berhubungan dengan salah satu rahang.
2.3 Etiologi
Maloklusi
2.3.1 Klasifikasi
Moyer
A.
Herediter
· Sistem neuromuskular.
· Tulang.
· Gigi.
B.
Defek perkembangan.
C.
Trauma
· Trauma prenatal dan injuri saat lahir.
· Trauma postnatal.
D. Agen fisik.
· Ekstraksi dini dari gigi desidui.
E. Kebiasaan.
· Menghisap jari atau menghisap jempol.
· Tongue thrusting.
· Menghisap bibir atau menggigit bibir.
· Menggigit kuku.
· Kebiasaan lain.
F. Penyakit.
· Penyakit sistemik.
· Kelainan endokrin.
· Penyakit lokal.
· Penyakit nasofaringeal dan fungsi respirasi yang
terganggu.
· Penyakit gingival dan periodontal.
· Tumor.
· Karies.
G. Malnutrisi.
2.3.2 Klasifikasi White dan Gardiner.
A.
Abnormalitas pada dental.
·
Malrelasi antero-posterior.
·
Malrelasi vertikal.
·
Malrelasi lateral.
·
Abnormalitas kongenital.
B.
Abnormalitas pre-erupsi.
·
Abnormalitas pada posisi benih gigi.
·
Kehilangan gigi.
·
Gigi supernumerary dan gigi yang abnormal bentuknya.
·
Gigi desidui yang tetap bertahan dalam rongga mulut melewati masanya.
·
Frenum labial yang besar.
·
Injuri traumatik.
C.
Abnormalitas post-erupsi.
·
Muskular.
·
Kehilangan dini gigi desidui.
·
Ekstraksi gigi permanen.
2.4 Jaringan
Periodontal
Jaringan periodontal adalah jaringan pendukung gigi
yang terdiri dari gingival, sementum, ligament periodontal, dan tulang
alveolar. Jaringan periodontal merupakan jaringan penyokong gigi yang harus
dipelihara kesehatannya agar gigi tetap berfungsi normal dan gigi tetap kokoh.
2.4.1 Gingiva
Gingiva
normal menutupi tulang alveolar dan akar gigi ke tingkatan mendekati mahkota
yang disebut dengan cementoenamel
junction. Secara anatomi, gingival dibagi menjadi :8
a. Marginal gingiva
Marginal gingiva, merupakan ujung batas gingival
yang berada disekitar gigi dan berbentuk seperti kerah.
b. Sulcus gingiva
Sulcus gingival merupakan celah sempit disekitar
gigi yang dibatasi oleh permukaan gigi pada satu sisi dan epitel pada sisi
lainnya.
c. Attached gingiva
Gingiva cekat bersambungan dengan marginal gingiva.
Bentuknya kaku, kenyal, dan terikat dengan jaringan periodontal lain
dibawahnya, yaitu tulang alveolar.
d. Interdental gingival
Interdental gingiva berada pada ruang interproksimal
gigi, dibawah area kontak gigi.
2.4.2 Sementum.
Sementum
merupakan lapisan jaringan ikat terkalsifikasi yang menutupi akar gigi.9
2.4.3 Ligamen
Periodontal.
Ligamen
periodontal adalah lapisan tipis jaringan ikat fibrosa yang terletak antara
gigi dan soket tulang gigi tersebut. Ligamen periodontal menghubungkan gigi
dengan dinding tulang pada soket gigi.9
2.4.4 Tulang
Alveolar.
Tulang
alveolar atau prosesus alveolar adalah tulang pada rahang atas dan bawah yang
meliputi dan mendukung akar gigi.9
2.5 Etiologi
Gingivitis
Etiologi utama
terjadinya gingivitis adalah adanya plak. Plak adalah deposit lunak membentuk
biofilm yang menumpuk ke permukaan gigi atau permukaan keras lainnya di dalam
rongga mulut.10 Plak merupakan media perlekatan bagi bakteri yang
nantinya akan menyerang struktur jaringan periodontal. Plak yang tidak
dibersihkan akan terkalsifikasi membentuk deposit keras disebut kalkulus yang
biasanya terletak pada dasar gigi.10, 11 Bakteri yang berperan dalam proses terjadinya gingivitis
adalah Gram-positif batang, Gram-positif kokus, dan Gram-negatif kokus.12
Biasanya, terjadinya penyakit periodontal tidak
menimbulkan gejala yang signifikan. Sehingga pasien jarang untuk
mengkonsultasikan masalah kesehatan periodontalnya kepada dokter gigi. Berikut
ini adalah beberapa gejala yang terjadi ketika terjadi gingivitis :3, 9
· Gusi yang berdarah, lebih sering terjadi selama
penyikatan gigi..
· Gusi yang merah kehitaman dan bengkak.
Namun, warna dari
gingiva tersebut tidak selalu menunjukkan bahwa seseorang tersebut menderita
gingivitis. Lebih baik, pasien mengunjungi dokter gigi untuk melakukan
pemeriksaan guna mengetahui status kesehatan gingivanya.
2.6 Patogenesis
Gingivitis
Adapun pathogenesis terjadinya periodontitis adalah
sebagai berikut :13
2.6.1 Initial
Lesion
· Terjadi sedikit peningkatan pada permeabilitas
vascular dan terjadi vasodilatasi.
· Gingival crest fluid berada pada sulcus.
· Terjadi migrasi leukosit, terutama neutrofil pada
jumlah yang sedikit melalui jaringan ikat gingival, melewati epitel penghubung
dan masuk ke dalam sulcus.
2.6.2 Early
Lesion
· Meningkatnya permeabilitas vascular, vasodilatasi,
dan terdapat alirah gingival crest fluid.
· Terjadi degenerasi fibroblas.
· Terjadi destruksi kolagen, menghasilkan adanya area
kekosongan kolagen pada jaringan ikat.
· Proliferasi epitel penghubung dan epitel sulcular ke
area kekosongan kolagen tersebut.
2.6.3 Established
Lesion
· Infiltasi sel inflamasi yang padat (terdapat plasma
sel, limfosit, neutrofil).
· Akumulasi sel inflamasi pada jaringan ikat.
· Pelepasan MMP dan konten lisosom yang meningkat dari
neutrofil.
· Penghilangan kolagen yang signifikan dan diimbangi
dengan proliferasi epitel yang signifikan pula.
· Pembentukan epitel poket yang mengandung banyak
neutrofil.
2.7 Kerangka
Teori
Maloklusi
Klas I Angle Tipe Modifikasi Dewey
|
Fisiologis
|
Patologis
|
Internal
|
Eksternal
|
Gingivitis
|
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka
Konsep
Maloklusi Klas I Angle tipe
modifikasi Dewey
|
Gingivitis
|
Oral
Hygiene
|
Variabel Perancu
3.2 Variabel
Penelitian
Ø Variabel Bebas.
· Maloklusi Klas I Angle tipe modifikasi Dewey.
Ø Variabel Terikat.
· Gingivitis.
Ø Variabel Perancu.
· Oral Hygiene.
3.3 Definisi Operasional
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Cara Ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala
|
Maloklusi Klas I
Angle tipe modifikasi Dewey
|
Maloklusi Klas I
Angle adalah maloklusi yang dikarakteristikkan dengan hubungan cusp buccal
molar pertama atas yang terletak pada groove buccal molar pertama bawah. Tipe
modifikasi Dewey yang dimaksud adalah modifikasi Dewey terhadap klasifikasi
maloklusi Angle. Dewey membagi klasifikasi Klas I Angle ke dalam lima tipe.
|
Menggunakan kaca
mulut sebagai alat bantu untuk melihat hubungan molar pertama rahang atas dan
rahang bawah subjek penelitian.
|
§
Klas I Angle
modifikasi tipe 1 Dewey.
§
Klas I Angle
modifikasi tipe 2 Dewey.
§
Klas I Angle
modifikasi tipe 3 Dewey.
§
Klas I Angle
modifikasi tipe 4 Dewey.
§
Klas I Angle
modifikasi tipe 5 Dewey.
|
Nominal
|
Gingivitis
|
Inflamasi yang
terjadi pada gingiva yang terdapat disekitar gigi tanpa disertai kehilangan
perlekatan dan kehilangan tulang alveolar. Gingivitis ditandai dengan hasil
ukur papilla bleeding index yang
melewati batas gingival sehat, yaitu yang mendapat nilai satu sampai
seterusnya.
|
Pengukuran papilla bleeding index dilakukan
dengan menggunakan prob yang dijalankan sepanjang margin gingival dari distal
ke mesial atau sebaliknya, kemudian ditunggu kira-kira 20 detik untuk melihat
hasil perdarahan.
Hasil perdarahan akan
berupa :
0 = tidak ada
perdarahan.
1 = perdarahan berupa
titik.
2 = perdarahan berupa garis.
3 = Perdarahan berupa segitiga.
PBI = jumlah skor
pada semua gigi dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa.
|
0 = gingiva sehat.
1 = gingivitis
ringan.
2 = gingivitis
sedang.
3-4 = gingivitis
berat.
|
Ordinal
|
3.4 Hipotesis Penelitian
Adanya hubungan antara maloklusi Klas I
Angle tipe modifikasi Dewey terhadap prevalensi gingivitis pada siswa SMAN 3
Banda Aceh.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain
Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
desain cross sectional.
4.2 Waktu dan
Tempat Penelitian
Waktu : Penelitian
dilakukan selama dua minggu pada tanggal 9 – 27 September 2013.
Tempat :
SMAN 3 Banda Aceh.
4.3 Populasi
dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah siswa/i SMAN 3
Banda Aceh. Sampel penelitian adalah siswa/i kelas XI SMAN 3 Banda Aceh.
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.4.1 Kriteria
Inklusi
1. Siswa/i SMAN 3 Banda Aceh.
2. Memiliki gigi molar pertama atas dan bawah.
3. Pada saat pemeriksaan subjek tidak dalam keadaan
menstruasi.
4.4.2 Kriteria
Eksklusi
1. Menderita penyakit sistemik (diabetes mellitus,
kelainan darah).
2. Menderita periodontitis.
4.5 Alat dan
Bahan
· Kaca mulut.
· Probe.
· Handskun.
· Tissue.
· Masker.
· Gelas kumur.
· Pulpen.
· Borang penilaian papilla
bleeding index.
4.6 Cara Kerja
Penelitian
Siswa/i SMAN 3 Banda Aceh yang menjadi
subjek penelitian akan diperiksa keadaan maloklusinya apakah sesuai dengan
kriteria yang dibutuhkan. Bagi siswa/i yang memenuhi kriteria, selanjutnya akan
diberikan pengarahan mengenai tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Para
subjek penelitian yang bersedia akan diberikan informed consent untuk ditandatangani dan selanjutnya akan
dilakukan anamnesis mengenai data diri serta penyakit sistemik yang diderita
oleh subjek.
Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan untuk melihat
status/keadaan gingiva subjek penelitian. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
dengan mengukur papilla bleeding index
dan selanjutnya akan diketahui mengenai status gingiva pasien, apakah sehat
atau mengalami gingivitis.
Pemeriksaan apakah subjek memenuhi kriteria adalah
dengan melihat hubungan molar pertama pasien baik rahang atas dan rahang bawah,
dengan menggunakan kaca mulut sebagai alat pembantu. Jika maloklusi yang
dialami pasien adalah maloklusi Klas I Angle, maka pasien memenuhi kriteria.
Pemeriksaan papilla
bleeding index adalah dengan menggunakan prob dan kaca mulut. Prob
digunakan dengan cara menjalankan prob dari distal ke mesial sulcus gingiva,
kemudian ditunggu kira-kira 20 detik untuk melihat perdarahan pada bagian
tersebut.4 Selanjutnya, dicatat hasil yang diperoleh dari
perdarahan tersebut pada kertas yang telah disediakan.
4.7 Analisis Data
Analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi square untuk melihat hubungan
maloklusi Klas I Angle tipe modifikasi Dewey dengan gingivitis.
4.8 Alur
Penelitian
Subjek Penelitian
|
Informed Consent
|
·
Pemeriksaan
Indeks Perdarahan Papila (bagi pasien yang tinggi indeks perdarahan
papilla, disarankan untuk meningkatkan kebersihan gigi dan mulutnya).
|
Pengumpulan Data
|
Analisis Data
|
Pemeriksaan Klinis untuk melihat
subjek yang sesuai dengan kriteria.
|
DAFTAR PUSTAKA
3. Fact sheet: Gingivitis and
periodontitis. 2011. "http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0016265/". Accessed 29 May 2013.
11. Gingivitis Gum disease; Periodontal
disease. 2012. "http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002051/". Accessed 29 May 2013.