1. Definisi
Forensik
odontologi melibatkan pengumpulan, manajemen, interpretasi, evaluasi, dan
presentasi yang benar dari bukti dental untuk kepentingan kriminal atau
kepentingan masyarakat, kombinasi beberapa aspek dental, ilmiah, dan profesi
hukum. Kedokteran gigi forensik dapat diartikan sebagai cabang ilmu kedokteran
gigi yang menggunakan pengetahuan dental untuk masalah masyarakat atau
kriminal.1
Odontologi forensik adalah penggunaan ilmu kedoteran
gigi terhadap hukum. Kedokteran gigi forensik termasuk beberapa studi ilmiah,
dimana sistem hukum dan ilmu kedokteran gigi bertemu. Bidang kedokteran gigi
ini melibatkan pengumpulan dan interpretasi bukti dental dan bukti lain yang
berhubungan dalam semua bidang kriminalitas.2
2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan
manfaat dari ilmu kedokteran gigi forensik adalah sebagai berikut:3
-
Mengenal sistem
identifikasi forensik korban hidup dan korban bencana dengan ilmu kedokteran
gigi forensik dan menggali lebih dalam berbagai metode terbaru.
-
Meningkatkan
kesadaran, peran, dan kompotensi dokter gigi untuk ikut terlibat dalam
penanganan kasus forensik dan bencana massal secara lebih percaya diri dan
penuh tanggung jawab.
3. Sejarah
Terbentuknya odontologi forensik dikarenakan Dr. Oscar
Amoedo (dikatakan sebagai bapak odontologi forensik), yang mengidentifikasi
korban kebakaran di Paris, pada tahun 1898. Berikut ini adalah sejarah
odontologi forensik:1,4
1453 : Kasus
identifikasi dental yang pertama sekali dilaporkan. Pangeran Shewsburry, yang
meninggal pada pertempuran Castillon, berhasil diidentifikasi.
1775 : Dr.
Paul Revere, forensic odontologist
pertama, mengidentifikasi jenazah korban berdasarkan informasi protesa yang
telah dibuat.
1849 :
Penghukuman berdasarkan bukti dental pertama sekali terjadi. Buktinya adalah crown dari korban yang terbakar.
1850 : Di
Boston, Dr. John Webster dihukum karena pembunuhan berdasarkan bukti dental.
Dia kemudian digantung.
1884 : R.
Reid, seorang dokter gigi, membacakan artikel penting kepada BDA (British Dental Association) pada rapat
di Edinburgh tentang penggunaan ilmu dental pada deteksi kejahatan.
1887 : Godon di Paris merekomendasikan penggunaan
gigi pada identifikasi orang hilang, berdasarkan keakuratan catatan yang
disimpan oleh dokter gigi.
1897 : Sebanyak
126 warga Paris mati terbakar di Bazar de la Charite. Dr. Oscar Amoedo (seorang
dokter gigi Cuba yang bekerja di Paris) membantu 2 dokter gigi Prancis, drg.
Devenport dan Brault memeriksa dan mengidentifikasi banyak korban. Insiden ini
dipublikasikan sebagai tulisan tentang bencana massal dalam kedokteran gigi
forensik yang pertama.
1898 : Dr.
Amoedo menulis tesis mengenai pentingnya ilmu kedokteran gigi dalam aspek
medicolegal. Dia secara universal dikenal sebagai bapak odontologi forensik.
1932 : Edmond
Locard merekomendasikan penggunaan sidik bibir dalam identifikasi.
1937 :
Percobaan pembunuhan berhenti dan tersangka dihukum berdasarkan bukti bite mark untuk pertama kalinya.
1946 : Welty
dan Glasgow memikirkan program komputer untuk menyortir 500 catatan dental.
1963 : Tangan,
mata, telinga, kulit kepala, dan gigi yang ditambal diambil setelah kematian
untuk merahasiakan identitas mereka oleh J. Taylor.
1967 : Linda
Peacock memiliki bite mark juga
memiliki bukti lain yang merujuk pada
penghukuman seorang pria muda.
1969 : Para
pemrakarsa di Amerika telah mendirikan AAFS, yang salah satunya adalah
kedokteran gigi forensik.
1970 : Para
pemrakarsa pula mendirikan Organization
in Forensic Dentistry.
1980 : Karena
kemajuan IPTEK telah dirancang suatu program kompter dalam suatu peristiwa
korban massal untuk kedokteran gigi forensik walaupun belum sempurna.
2000 : Di
tanah air telah diselenggarakan suatu kongres Asia Pasifik tentang identifikasi
korban massal (MDVI) di Ujung Pandang. Penyelenggaranya adalah Kapolda setempat
dengan Interpol.
2003 : Telah
berdiri ikatan peminat ilmu kedokteran gigi forensik di Jakarta kemudian
diresmikan oleh kongres PDGI di Ujung Pandang.
2004 hingga kini telah dilaksanakan pelatihan
identifikasi oleh Direktorat Pelayanan Gigi Medik DEPKES RI.
4. Keuntungan Gigi sebagai Objek Pemeriksaan
Terdapat beberapa hal yang menjadi keuntungan gigi
menjadi objek pemeriksaan, antara lain adalah:4
a.
Gigi-geligi
merupakan rangkaian lengkungan secara anatomis, antropologis dan morfologis
mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi sehingga apabila
trauma mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu.
b.
Gigi-geligi
sukar untuk membusuk kecuali gigi tersebut sudah mengalami nekrotik atau
gangren, biarpun dikubur, umumnya organ-organ tubuh lain bahkan tulang telah
hancur tetapi gigi tidak (masih utuh).
c.
Gigi-geligi di
dunia ini tidak ada yang sama karena menurut SIMS dan Furnes bahwa gigi manusia
kemungkinan sama adalah 1:1000000000.
d.
Gigi-geligi
mempunyai ciri-ciri yang khusus apabila ciri-ciri gigi tersebut rusak atau
berubah maka sesuai dengan pekerjaan dan kebiasaan menggunakan gigi bahkan
setiap ras mempunyai ciri yang berbeda.
e.
Gigi-geligi
tahan asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang dibunuh dan direndam di
dalam drum berisi asam pekat, jaringan ikatnya hancur sedangkan giginya masih
utuh.
f.
Gigi-geligi
tahan panas, apabila terbakar sampai dengan suhu 4000C gigi tidak
akan hancur, kecuali dikremasi karena suhunya diatas 10000C. Gigi
menjadi abu sekitar suhu lebih dari 6490C. Apabila gigi tersebut
ditambal menggunakan amalgam maka bila terbakar akan menjadi abu sekitar suhu
lebih dari 8710C, sedangkan bila gigi tersebut memakai mahkota logam
atau inlay alloy emas maka bila
terbakar akan menjadi abu sekitar suhu 871-10930C.
g.
Gigi-geligi dan
tulang rahang secara roentgenografis, biarpun terdapat pecahan-pecahan rahang pada
roentgenogramnya dapat diinterpretasi kadang-kadang terdapat anomali dari gigi
dan komposisi tulang rahang yang khas.
h.
Apabila korban
telah dilakukan pencabutan gigi umumnya ia memakai gigi palsu dengan berbagai
macam model gigi palsu dan gigi palsu tersebut dapat ditelusuri atau
diidentifikasi. Gigi palsu akrilik akan terbakar menjadi abu pada suhu 5380C-6490C.
Bridge dari porselen akan menjadi abu
pada suhu 10930C.
i.
Gigi-geligi
merupakan sarana terakhir dalam identifikasi apabila sarana-sarana lain atau
organ lain tidak ditemukan.
Keterbatasan odontologi forensik:1
a.
Rugae palatal
tidak bisa digunakan pada kasus edentulus, ketika tidak ada data antemortem,
ketika ada patologi di palatal, dan jika korban terbakar, mengalami
dekomposisi, dan skeletonisasi karena rugae sering hancur.
b.
Sidik bibir
tidak bisa digunakan 20 jam setelah kematian, jika ada patologi di bibir
seperti mukokel, dan cleft, atau jika
ada perubahan postoperaso dari bibir, ada scar,
dan lain-lain.
c.
Bite mark tidak
bisa digunakan 3 hari setelah kematian atau jika sudah dekomposisi atau jika
korban terbakar.
d.
Bisa terjadi
kesalahan ketika mengambil foto dan radiograf. Kesalahan dapat terjadi saat
pengambilan sampel, proses, dan interpretasi. Kontaminasi bakteri dan DNA orang
lain dapat mengubah interpretasi.
5. Jenis Data Odontologi Forensik
a.
Data Antemortem
Pencatatan data
gigi dan rongga mulut semasa hidupnya, biasanya berisikan:4
-
Identitas pasien.
-
Keadaan umum
pasien.
-
Odontogram (data
gigi yang menjadi keluhan).
-
Data perawatan
kedokteran gigi.
-
Nama dokter gigi
yang merawat.
-
Informed consent
(hanya sedikit sekali dokter gigi di Indonesia yang membuat informed consent baik di praktik pribadi
maupun di rumah sakit).
Menurut buku DEPKES
tentang penulisan data gigi dan rongga mulut yang berisikan standar baku mutu
nasional antara lain:4
-
Pencatatan
identitas pasien mulai dari nomor file sampai dengan alamat pekerjaan serta
kelengkapan alat komunikasinya.
-
Keadaan umum
pasien, berisi golongan darah, tekanan darah, kelainan-kelainan darah, serta
kelainan dari virus yang berkembang saat ini.
-
Odontogram. Data
gigi dicatat dalam formulir odontogram dengan denah dan nomenklatur yang baku
nasional dengan lengkap.
-
Data perawatan
kedokteran gigi, berisi waktu awal perawatan, runtut waktu kunjungan, kelihan
dan diagnosa, gigi yang dirawat, tindakan lain yang dilakukan dokter gigi
tersebut.
-
Roentgenogram,
baik intraoral maupun ekstraoral.
-
Pencatatan
status gigi dengan kode tertentu sesuai dengan standar interpol.
-
Formulir data
antemortem dalam buku DEPKES ditulis dengan warna kertas kuning. Di dalam
formulir ini terdapat pula catatan data orang hilang.
b.
Data Postmortem
Pencatatan data postmortem menurut formulis DEPKES
berwarna merah dengan catatan victim
identification pada mayat. Yang pertama dilakukan adalah fotografi kemudian
proses pembukaan rahang untuk memperoleh data gigi dan rongga mulut, lalu
dilakukan pencetakan rahang atas dan rahang bawah. Bila terjadi kaku mayat maka
lidah yang kaku tersebut diikat dan ditarik ke atas sehingga lengkung rahang
bebas untuk dilakukan pencetakan. Studi model rahang korban juga merupakan
barang bukti.4
Dilakukan pencatatan gigi pada formulir odontogram
sedangkan kelainan-kelainan di rongga mulut dicatat pada kolom tertentu.
Catatan ini adalah lampiran dari visum et repertum korban. Lalu dilakukan
pemeriksaan sementara dengan formulir baku mutu nasional dan internasional,
lalu dituliskan surat rujukan untuk pemeriksaan laboratorium dengan formulir
baku mutu nasional pula.4
Setelah diperoleh hasil laboratorium maka dilakukan
pencatatan ke dalam formulir lengkap baru dapat dibuatkan suatu berita acara
sesuai KUHAP demi proses peradilan. Visum yang lengkap ini sangat penting
dengan lampiran-lampirannya serta barang buktu dapat diteruskan ke jaksa
penuntut kemudian ke sidang acara hukum pidana.4
Sumber :
1. Rai B, Kaur J. Evidence-Based Forensic Dentistry.
Heidelberg: Springer. 2013. p.1-2, 6.
2. Senn DR, Stinson PG. Forensic Dentistry. 2nd
Edition. USA: Taylor & Francis Group. 2010. p.4
3. Averkari EL. Progress in Challenges in Forensic
Odontology, Faculty of Dentistry. University of Indonesia. Jakarta. 2013
4. Lukman D. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Gigi Forensik.
Jilid 1. Jakarta: Sagung Seto. p.1-2, 5-6, 45-6