1.
Supernumerary
Teeth
Supernumerary
teeth adalah gigi yang berkembang melebihi jumlah normal, dan gigi yang
berkembang tersebut dapat normal secara morfologis, atau abnormal.
Supernumerary teeth yang terletak diantara insisivus sentral maksila disebut mesiodens. Supernumerary teeth yang
terletak pada area premolar disebut peridens,
dan yang terletak pada area molar disebut distodens.
Supernumerary
teeth merupakan keabnormalan yang terjadi pada tahap inisiasi, dan faktor
etiloginya adalah herediter.
FIG.
19-1 Periapical radiographs of inverted mesiodens.
FIG.
19-5 Periapical radiographs show bilateral supplemental premolar teeth
(peridens).
2.
Kehilangan Gigi
Tampilan dari
kehilangan gigi dapat bervariasi, dari tidak adanya beberapa gigi (hypodontia), tidak adanya sejumlah gigi
(oligodontia), dan kegagalan seluruh
gigi untuk berkembang (anodontia).
Kehilangan gigi
ini merupakan keabnormalan yang terjadi pada tahap inisiasi, dan faktor
etiologinya adalah herediter, disfungsi endokrin, penyakit sistemik, atau
terpapar radiasi secara berlebihan.
B.
Ukuran Gigi
1.
Macrodontia
Pada
macrodontia, ukuran gigi lebih besar daripada ukuran normal. Macrodontia jarang
mengenai keseluruhan gigi. Biasanya macrodontia mengenai satu gigi, gigi
kontralateral, atau mengenai sekelompok gigi.
Macrodontia
merupakan keabnormalan yang terjadi pada bud stage, dan faktor etiologinya
adalah herediter pada bentuk lokalisata, dan disfungsi endokrin pada bentuk
keseluruhan gigi yang terlibat.
FIG. 19-11 A large macrodont molar shows an increased
mesiodistal dimension (A). The macrodont central incisor shows enlarged mesiodistal
and coronal-apical dimensions (B).
2.
Microdontia
Pada
microdontia, ukuran gigi lebih kecil dibandingkan ukuran normal. Seperti halnya
macrodontia, microdontia dapat melibatkan semua gigi atau terbatas pada satu
gigi atau sekelompok gigi. Biasanya gigi insisivus lateral dan molar ketiga
yang ukurannya lebih kecil. Gigi yang supernumeraru dapat juga mengalami microdontia.
Microdontia
merupakan keabnormalan yang terjadi pada bud stage, dan faktor etiologinya
adalah herediter pada bentuk lokalisata, dan disfungsi endokrin pada bentuk
keseluruhan gigi yang terlibat.
FIG. 19-13 The “ peg-shaped ” deformity in microdontia of
a maxillary lateral incisor.
C.
Erupsi Gigi
1.
Transposisi
Transposisi
merupakan kondisi dimana dua gigi yang bersebelahan telah berganti posisi ada
lengkung gigi. Gigi yang paling sering mengalami transposisi adalah gigi
caninus permanen dan gigi premolar pertama permanen. Belum dilaporkan adanya
transposisi pada gigi desidui.
FIG. 19-14 A cropped panoramic image demonstrating
bilateral transposition of the maxillary canines and fi rst premolars.
D.
Morfologi Gigi
yang Berubah
1.
Fusion
Fusi gigi merupakan
hasil dari penggabungan dua benih gigi yang sedang berkembang. Fusi merupakan
keabnormalan pada gigi yang terjadi pada cap stage. Beberapa peneliti mengatakan bahwa fusi
merupakan hasil ketika dua benih gigi berkembang sangat dekat dan, ketika mereka
tumbuh, mereka akan berkontak dan berfusi sebelum kalsifikasi. Peneliti lain
mengatakan bahwa tekanan yang dihasilkan selama perkembangan menyebabkan kontak
dari dua bud yang bersebelahan.
FIG.
19-15 Fusion of the central and lateral incisors in both the primary and
the permanent dentitions. Note the reduction in number of teeth and the
increased width of the fused tooth mass.
2.
Concrescence
Concrescence
terjadi ketika akar dari dua atau lebih gigi baik gigi permanen maupun gigi
desidui berfusi pada sementum. Jika kondisi ini terjadi selama perkembangan,
sering disebut sebagai true concrescence.
Jika kondisi ini terjadi kemudian, disebut acquired
concrescence.
Concrescence
merupakan keabnormalan gigi yang terjadi pada tahap aposisi dan maturasi, dan
faktor etiologinya adalah injuri traumatic atau gigi yang crowded.
3.
Gemination
Geminasi
merupakan anomaly yang terjadi ketika satu tooth bud mencoba untuk membelah.
Hasilnya dapat berupa invaginasi mahkota dengan pembelahan sebagian atau, pada
kasus yang jarang terjadi, pembelahan sempurna dari mahkota sampai akar,
menghasilkan struktur yang identik.
Geminasi
merupakan keabnormalan pada gigi yang terjadi pada cap stage, dan faktor
etiologinya adalah herediter.
FIG. 19-17 Gemination of a mandibular lateral incisor
showing bifurcation of the crown and pulp chamber.
4.
Taurodontism
Badan gigi yang
mengalami taurodontism memanjang dan akarnya pendek. Kamar pulpa dari gigi
taurodontism meluas dari posisi normal pada mahkota sampai panjang badan gigi
yang memanjang, menyebabkan dasar pulpa yang terletak lebih ke apikal.
Taurodontism
dapat terjadi pada gigi mana saja baik permanen maupun desidui. Bagaimanapun,
hal ini sering terjadi pada molar dan lebih jarang terjadi pada premolar.
Tampilan teurodontism dapat terlihat pada satu gigi atau beberapa gigi.
FIG.
19-18 Periapical radiographs reveal enlarged pulp chambers and apically
positioned furcations in permanent first molars.
5.
Dilaceration
Delaceration
adalah gangguan pada pembentukan gigi yang menghasilkan lengkungan atau belokan
dari gigi baik di akar maupun pada mahkota. Walaupun anomaly ini biasanya
berkembang alami, namun konsep tertua dari dilaserasi adalah hasil dari trauma
mekanis terhadap bagian terkalsifikasi dari gigi yang sudah terbentuk sebagian.
FIG.
19-20 Dilaceration of the root of a and mandibular third molar.
6.
Dens
Invaginatus, Dens In Dente
Meupakan hasil
dari invaginasi permukaan enamel ke bagian dalam dari gigi. Invaginasi dapat
terjadi baik pada area cingulum (dens
invaginatus), atau pada tepi insisal (dens
in dente) mahkota atau pada akar selama perkembangan gigi.
Dens in dente
merupakan keabnormalan pada gigi yang terjadi pada cap stage, dan faktor
etiologinya adalah herediter.
FIG. 19-23 The radiopaque, inverted tear-drop outline of
dens invaginatus in a maxillary lateral incisor. Note the position of the
invagination in the cingulum area of the tooth crown.
7.
Dens Evaginatus
Berbeda dari
dens invaginatus atau dens in dente, dens evaginatus merupakan hasil dari
pertumbuhan enamel organ ke bagian luar gigi. Insisivus lateral merupakan gigi
yang paling sering terlibat, dimana caninus jarang terlibat.
FIG.
19-27 The occlusal tubercle of dens evaginatus as seen in a mandibular
premolar (A). A periapical radiograph of the specimen (B).
8.
Amelogenesis
Imperfecta
Amelogenesis
imperfecta adalah anomaly genetic yang terjadi karena mutasi yang mungkin
terjadi pada satu dari empat gen yang berbeda yang berperan pada pembentukan
enamel. Enamel gigi yang mengalami amelogenesis imperfecta dapat kurang
struktur normal prismatic dan berlapis pada ketebalannya atau pada tepi.
Hasilnya, gigi ini lebih resisten terhadap karies.
FIG. 19-30 The reduced radiopacity of the enamel and the
rapid abrasion of the crowns of the primary teeth are features of
hypomineralized amelogenesis imperfecta.
Sumber :
1. Mary
Bath, Balogh and Margaret J. Fehrenbach. Dental
Embriology, Histology, and Anatomy. 2nd Ed. Elsevier Saunders :
USA. 2006. P. 65-9
2. Stuart
C. White and Michael J. Pharoah. Oral
Radiology Principles and Interpretation. 6th Ed. Mosby Elsevier
: St. Louis. 2009. P. 295-307