Mouth Breathing
Mouth breathing (bernafas
dari mulut) telah menjadi salah satu faktor etiologi terjadinya maloklusi. Mode
pernapasan mempengaruhi bentuk rahang, lidah dan dapat juga mempengaruhi
kepala. Karenanya, bernafas dari mulut dapat menyebabkan berubahnya postur
rahang dan lidah yang berlanjut ke maloklusi. Kebanyakan orang normal melakukan
mouth breathing ketika mereka
melakukan kegiatan fisik seperti ketika berolahraga atau ketika melakukan
aktivitas yang berat.
Klasifikasi Orang yang Bernafas dari
Mulut
Orang
yang bernafas dari mulut dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu:
a. Obstruktif.
Adanya hambatan sebagian atau
keseluruhan pada nasal dapat menyebabkan orang untuk bernafas melalui mulut.
Berikut ini merupakan beberapa penyebab terjadinya hambatan pada nasal :
· Nasal
septum yang menyimpang.
· Nasal
polyp.
· Inflamasi
kronis pada mukosa nasal.
· Tumor
jinak lokalisata.
· Reaksi
alergi dari mukosa nasal.
· Adenoid
yang menghambat.
· Pembesaran
congenital dari nasal turbinates.
b. Habitual.
Orang yang bernafas dari mulut karena
kebiasaan adalah orang yang tetap bernafas melalui mulut ketika hambatan pada
nasalnya telah dihilangkan. Karenanya, bernafas dari mulut menjadi kebiasaan
yang dilakukan secara tidak sadar.
c. Anatomi.
Orang yang bernafas dari mulut karena anatomi adalah
orang yang morfologi bibirnya tidak dapat menutup sepenuhnya, contohnya adalah
pasien yang memiliki bibir atas yang pendek.
Dampak Mouth
Breathing
Kelainan orthodontik yang terjadi pada anak yang bernafas
melalui mulut adalah:
1.
Maloklusi Klas II divisi 1. Anak yang bernafas
melalui mulut memiliki bibir pendek sehingga diperlukan usaha otot yang besar
untuk mendapatkan penutupan bibir, maka diperoleh penutupan lidah-bibir bawah
dan ini terdapat hubungan Klas II divisi 1. Akibat dorongan lidah ketika pasien
mencoba membasahi bibir yang kering mengakibatkan mahkota insicivus terdorong
ke labial.
2.
Anterior open bite. Tanimoto dkk.
menyatakan bahwa mouth breathing dapat mengakibatkan open bite dengan
susunan gigi maksila yang sempit. Penutupan bibir pada anak yang bernafas
melalui mulut yaitu penutupan lidah-bibir bawah, di mana ujung lidah berada
pada incisal insicivus mandibula yang mencegah erupsi lebih lanjut dan
menghalangi perkembangan vertical dari segmen insicivus tersebut. Hal ini yang
menyebabkan anterior open bite pada anak yang bernafas melalui mulut.
3.
Maksila yang sempit dengan palatum tinggi.
Perubahan pola pernapasan dapat mengubah ekuilibrium tekanan pada rahang dan
gigi dan mempengaruhi pertumbuhan rahang dan posisi gigi. Lidah tergantung di
antara lengkung maksila dan mandibula menyebabkan konstriksi segmen bukal
sehingga menyebabkan bentuk v maksila dan palatum yang tinggi. Hal ini
dikarenakan kurangnya stimulasi muskulus yang normal dari lidah dan tekanan
yang meningkat pada kaninus dan area molar pertama akibat tegangnya muskulus
orbicularis oris dan bucinator, segmen bukal maksila tidak berkembang dan
memberikan bentuk v pada maksila dan palatum yang tinggi dan pasien biasanya
mengalami cross bite posterior.
Nail Biting
Menggigit
kuku tidak menyebabkan maloklusi besar, namun menyebabkan ketidakteraturan
minor dari gigi seperti rotasi, aus pada incisal edge, dan crowding.
Dampak dari Nail Biting
Menggigit
kuku dapat menyebabkan dampak seperti berikut”
1. Rotasi
gigi.
2. Atrisi
pada ujung incisal gigi.
3. Protrusi
incisivus maksila.
Lip Sucking dan Lip Biting
Lip biting
dan lip sucking terkadang terjadi
setelah pemberhentian paksa thumb
atau finger sucking. Menggigit bibir
paling sering melibatkan bibir bawah yang diletakkan ke dalam dan di berikan
tekanan pada permukaan lingual dari
anterior maksila.
Kebiasaan
ini dapat dicegah menggunakan lip bumpers
yang tidak hanya mencegah bibir digigit tapi juga mengubah inklinasi aksial
dari gigi anterior yang dikarenakan perilaku tak terkendali dari lidah.
Dampak dari Lip Sucking Lip dan Biting.
Pasien
yang memiliki kebiasaan menggigit atau menghisap bibir dapat menunjukkan
tampilan seperti berikut:
1. Anterior
atas yang proklinasi dan anterior bawah yang retroklinasi.
2. Bibir
bawah yang hipertrofi dan besar.
3. Bibir
pecah-pecah.
Sumber
: S.I Bhalajhi. Orthodontics The Art and Science. 3rd Ed. New Delhi
: Arya (MEDI) Publishing House. 2004. P.104-8
No comments:
Post a Comment
Dont be shy to just post a comment :)