Saturday, May 26, 2012

Sifat dan Komposisi Amalgam

Sifat Amalgam

A.    Sifat Fisik Amalgam
   1.      Creep
Creep adalah sifat viskoelastik yang menjelaskan perubahan dimensi secara bertahap yang terjadi ketika material diberi tekanan atau beban. Untuk tumpatan amalgam, tekanan mengunyah yang berulang dapat menyebabkan creep. ANSI-ADA specification no.1 menganjurkan agar creep kurang dari 3%. Amalgam dengan kandungan tembaga yang tinggi mempunyai nilai creep yang jauh lebih rendah, beberapa bahkan kurang dari 0,1%.
   2.      Stabilitas Dimensional
Idealnya amalgam harus mengeras tanpa perubahan pada dimensinya dan kemudian tetap stabil. Meskipun demikian ada beberapa faktor yang mempengaruhi dimensi awal pada saat pengerasan dan stabilitas dimensional jangka panjang.
1)      Perubahan dimensional
Amalgam dapat memuai dan menyusut tergantung pada cara manipulasinya, idealnya perubahan dimensi kecil saja. Kontraksinya yang hebat dapat menyebabkan terbentuknya kebocoran mikro dan karies sekunder.
Perubahan dimensional dari amalgam tergantung pada seberapa banyak amalgam tertekan pada saat pengerasan dan kapan pengukuran dimulai. Spesifikasi ADA no.1 menyebutkan bahwa amalgam dapat berkontraksi atau berekspansi lebih dari 20 μm/cm, diukur pada 300C, 5 menit dan 24 jam sesudah dimulainya triturasi dengan alat yang keakuratannya tidak sampai 0,5 μm.
Beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi perubahan dimensi adalah :
a.       Komposisi Alloy : semakin banyak jumlah silver dalam amalgam, maka akan lebih besar pula expansi yang terjadi.
b.      Rasio mercury:alloy : makin banyak mercury, akan semakin besar tingkat expansinya.
c.       Ukuran partikel alloy : dengan berat yang sama, jika ukuran partikel menyusut, maka total area permukaan alloy akan meningkat.
d.      Waktu triturasi : merupakan faktor paling penting. Secara umum, semakin lama waktu triturasi, maka ekspansi akan lebih kecil.
e.       Tekanan kondensasi : Jika amalgam tidak mengalami kondensasi setelah triturasi, akan terjadi kontraksi dalam skala besar karena tidak terganggunya difusi mercury ke alloy.
   3.      Difusi termal
Difusi termal amalgam adalah empat puluh kali lebih besar dari dentin sedangkan koefisien ekspansi termal amalgam 3 kali lebih besar dari dentin yang mengakibatkan mikroleakage dan sekunder karies.
   4.      Abrasi
Proses abrasi yang terjadi saat mastikasi makanan, berefek pada hilangnya sebuah
substansi / zat, biasa disebut wear. Mastikasi melibatkan pemberian tekanan pada tumpatan,
yang mengakibatkan kerusakan dan terbentuknya pecahan/puing amalgam.
B.     Sifat Mekanik Amalgam
   1.      Kekuatan
Dental amalgam mempunyai berbagai macam struktur, dan kekuatan struktur tersebut
tergantung dari sifat individu dan hubungannya antara satu struktur dengan struktur yang
lainnya.
Dental amalgam adalah material yang brittle/rapuh. Kekuatan tensile amalgam
lebih rendah dibanding kekuatan kompresif. Kekuatan kompresif ini cukup baik untuk
mempertahankan kekuatan amalgam, tetapi rendahnya kekuatan tensile yang memperbesar
kemungkinan terjadinya fraktur/retakan.
Beberapa faktor yang mengontrol/mempengaruhi kekuatan amalgam :
a.       Rasio mercury:alloy : jika mercury yang digunakan terlalu sedikit, maka partikel alloy
tidak akan terbasahi secara sempurna sehingga bagian restorasi alloy tidak akan
bereaksi dengan mercury, menyisakan peningkatan lokal porositas dan membuat
amalgam menjadi lebih rapuh.
b.      Komposisi alloy : komposisi tidak terlalu berpengaruh terhadap kekuatan amalgam.
Beberapa sumber mengatakan amalgam yang tinggi copper dengan tipe dispersi lebih
kuat dibanding alloy dengan komposisi konvensional.
c.       Ukuran dan bentuk partikel : kekuatan amalgam diperoleh dengan ukuran partikel
yang kecil, mendukung kecenderungan fine atau microfine particles.
d.      Porositas : sejumlah kecil porositas pada amalgam akan mempengaruhi kekuatan.
Porositas dapat dikurangi dengan triturasi yang tepat, dan yang lebih penting adalah
teknik triturasi yang baik.
Faktor-faktor berikut ini dapat mendorong terbentuknya suatu restorasi amalgam yang
tidak kuat:
1. Triturasi yang tidak sempurna (under-trituration)
2. Kandungan mercury yang terlalu besar
3. Terlalu kecil tekanan yang diberi sewaktu kondensasi
4. Kecepatan pengisian kavitet yang lamban
5. Korosi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan diantaranya.
 1.   Efek Triturasi. Efek triturasi terhadap kekuatan tergantung pada jenis logam campur amalgam, waktu triturasi, dan kecepatan amalgamator.
2.   Efek Kandungan Merkuri. Faktor penting dalam mengontril kekuatan adalah kandungan merkuri dari restorasi tersebut. Merkuri dalam jumlah yang cukup haris dicampur dengan logam camput untuk menutupi partikel-partikel logam campur dan memungkinkan terjadinya amalgamasi yang menyeluruh. Masing-masing partikel logam campur harus dibasahi oleh merkuri. Bila tidak, akan terbentuk adonan yang kering dan berbutir-butir. Adonan semacam itu menghasilkan permukaan yang kasar dan berlubang-lubang yang dapat menimbulkan korosi. Setiap kelebihan merkuri yang tertinggal pada restorasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan dalam jumlah yang cukup besar.
3.   Efek Kondensasi. Tekanan kondensasi, dan bentuk partikel campur, semuanya mempengaruhi sifat amalgam. Jika digunakan teknik kondensasi tipikal dan logam campur lathe-cut, makin besar tekanan kondensasi, makin tinggi kekuatan kompresinya, terutama kekuatan awal (misalnya pada 1 jam).Teknik kondensasi yang baik akan memeras keluar merkuri dan menghasilkan fraksi volume dari fase matriks yang lebih kecil. Tekanan kondensasi yang tinggi diperlukan untuk mengurangi porositas dan mengeluarkan merkuri dari amalgam lathe-cut. Sebaliknya, amalgam sferis yang dimampatkan dengan tekanan rignan akan mempunyai kekuatan yang baik.
4.   Efek Porositas. Ruang kosong dan porus adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan kompresi dari amalgam yang sudah mengeras.
5.   Efek Laju Pengerasan Amalgam. Spesifikasi ADA menyebutkan kekuatan kompresi minimal adalam 80 Mpa pada 1 jam. Kekuatan kompresi 1 jam dari amalgam komposisi tunggal yang kandungan tembaganya tinggi sangatlah besar.
C.    Sifat Kimia Amalgam
   1.      Reaksi Elektrokimia Sel Galvanik
Korosi galvanic atau bimetalik terjadi ketika dua atau lebih logam berbeda atau alloy
berkontak dalam larutan elektrolit , dalam hal ini adalah saliva . Besarnya arus galvanis
dipengaruhi oleh lama/usia restorasi , perbedaan potensial korosi sebelum berkontak dan
daerah permukaan.
Jarak yang cukup lebar/besar dihasilkan dan kontak elektrik dari beberapa restorasi
secara in vivo . Untuk restorasi amalgam–amalgam , perbedaan potensial korosi sebelum
berkontak mungkin akan berguna dalam memprediksi besarnya arus galvanis, yang mana
paling tidak perbedaan keluarnya adalah 24 mV
Hubungan lama restorasi dengan besar arus galvanic berbanding terbalik .artinya
semakin lama usia restorasi amalgam dengan tumpatan lainnya , semakin kecil arus galvanic
yang dihasilkan.
   2.      Korosi
Korosi adalah reaksi elektrokimiawi yang akan menghasilkan degradasi struktur dan
properti mekanis. Banyak korosi amalgam terjadi pada bagian pits dan cervical. Korosi dapat
mengurangi kekuatan tumpatan sekitar 50%, serta memperpendek keawetan penggunaan.
   3.      Tarnish
Reaksi elektrokimia yang tidak larut, adherent, serta permukaan film yang terlihat dapat
menyebabkan tarnish. Penyebab discoloration yang paling terkenal adalah campuran silver
dan copper sulfida karena reaksi dengan sulfur dalam makanan dan minuman.
D.    Sifat Biologi Amalgam
   1.      Alergi
Secara khas respon alergi mewakili antigen dengan reaksi antibodi yang ditandai
dengan rasa gatal, ruam, bersin, kesulitn bernafas, pembengkakan, dan gejala lain.
Dermaititis kontak atau reaksi hipersensitif tipe 4 dari Commbs mewakili efek samping
fisiologis yang paling mungkin terjadi pada amalgam gigi, tetapi reaksi ini terjadi oleh kurang dari 1 % dari populasi yang di rawat.
   2.      Toksisitas
Sejak awal penggunaannya kemungkinan efek samping dari air raksa sudah mulai
dipertanyakan. Kadang-kadang masih ada dugaan bahwa keracunan air raksa dari tambalan
gigi adalah penyebab dari penyakit-penyakit tertentu yang diagnosisnya tidak jelas dan ada
bahaya bagi dokter gigi atau asistennya. Ketika uap air raksa terhirup selama pengadukan
penempatan dan pembuangan.
Tidak diragukan bahwa air raksa merembes ke dalam struktur gigi. Suatu analisis
pada dentin dibawah tambalan amalgam mengungkapkan adanya air raksa yang turut
berperan dalam perubahan warna gigi.
Sejumlah air raksa dilepaskan pada saat pengunyahan tetepi kemungkinan keracunan
dari air raksa yang menembus gigi atau sensititasi terhadap garam-garam air raksa yang larut
dari permukaan amalgam sangat jarang terjadi . kemungkinan pyang paling menonjol bagi
asimilasi air raksa dari amalgam gigi adalah melalui tahap uapnya.
Debu merkuri bisa dikeluarkan ke udara selama triturasi, kondensasi atau
pembuangan tunpatan amalgam yang telah lama. Tumpatan merkuri dalam proses
pembedahan dapat mengakibatkan kontaminasi udara dalam jangka panjang .

Komposisi Amalgam

Alloy
Presentase Berat (%)
Silver
65 (maksimum)
Tin
29 (maksimum)
Copper
6 (maksimum)
Zinc
2 (maksimum)
Mercury
3 (maksimum)
Palladium
 0,5
Fungsi dari tiap unsur diatas yaitu :
          1.      Silver.
a.       Memutihkan alloy.
b.      Menurunkan creep.
c.       Meningkatkan strength.
d.      Meningkatkan setting expansion.
e.       Meningkatkan resistensi terhadap tarnish.
          2.      Tin
a.       Mengurangi strength dan hardness.
b.      Mengendalikan reaksi antara perak dan merkuri. Tanpa timah reaksi akan terlalu cepat terjadi dan setting expansion tidak dapat ditoleransi.
c.       Menigkatkan kontraksi.
d.      Mengurangi resistensi terhadap tarnish dan korosi.
          3.      Copper
a.       Meningkatkan ekspansi saat pengerasan.
b.      Meningkatkan strength dan hardness.
          4.      Zinc
a.       Zinc dapat menyebabkan terjadinya suatu ekspansi yang tertunda bila campuran amalgam terkontaminasi oleh cairan selama proses pemanipulasiannya.
b.      Dalam jumlah kecil, tidak dapat mempengaruhi reaksi pengerasan dan sifat-sifat amalgam. Zinc berperan sebagai pembersih ataupun deoxidizer selama proses pembuatannya, sehingga dapat mencegah oksidasi dari unsure-unsur penting seperti silver, copper, ataupun tin. Alloy yang dibuat tanpa zinc akan menjadi lebih rapuh, sedangkan amalgam yang dibuat dengan penambahan zinc akan menjadi kurang plastis.
          5.      Mercury
Dalam beberapa merek, sejumlah kecil merkuri (sampai 3%) ditambahkan kedalam alloy. Campuran yang terbentuk disebut dengan alloy pre-amalgamasi yang dapat menghasilkan reaksi yang lebih cepat.
          6.      Palladium
a.       Mengeraskan alloy.
b.      Memutihkan alloy

Sumber : 

Sunday, May 6, 2012

Inervasi pada Rahang dan Gigi

Nervus sensori pada rahang dan gigi berasal dari cabang nervus cranial ke-V atau nervus trigeminal pada maksila dan mandibula. Persarafan pada daerah orofacial, selain saraf trigeminal meliputi saraf cranial lainnya, seperti saraf cranial ke-VII, ke-XI, ke-XII.

NERVUS MAKSILA

Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila, palatum, dan gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus ini akan bercabang lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris superior ini kemudian akan bercabang lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris superior anterior, nervus alveolaris superior medii, dan nervus alveolaris superior posterior. Nervus alveolaris superior anterior mempersarafi gingiva dan gigi anterior, nervus alveolaris superior medii mempersarafi gingiva dan gigi premolar serta gigi molar I bagian mesial, nervus alveolaris superior posterior mempersarafi gingiva dan gigi molar I bagian distal serta molar II dan molar III.

NERVUS MANDIBULA

Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior. Nervus alveolaris inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah akar gigi molar sampai ke tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah merupakan sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga cabang yang lebih besar yang membentuk plexus dimana cabang pada inferior ini memasuki tiap akar gigi.
Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada persarafan mandibula. Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada  mukosa pipi, saraf ini juga memiliki cabang yang biasanya di distribusikan ke area kecil pada gingiva buccal di area molar pertama. Namun, dalam beberapa kasus, distribusi ini memanjang dari caninus sampai ke molar ketiga. Nervus lingualis, karena terletak di dasar mulut, dan memiliki cabang mukosa pada beberapa area mukosa lidah dan gingiva. Nervus mylohyoid, terkadang dapat melanjutkan perjalanannya pada permukaan bawah otot mylohyoid dan memasuki mandibula melalui foramen kecila pada kedua sisi midline. Pada beberapa individu, nervus ini berkontribusi pada persarafan dari insisivus sentral dan ligament periodontal.

Sumber : Stanley J. Nelson and Major M. Ash. Wheeler’s Dental Anatomy, Physiology, and Occlusion. 9th Ed. Missouri : Saunders Elsevier. 2010:256-8

Friday, May 4, 2012

Struktur Anatomi Gigi Anterior

1.      Insisivus Pertama Atas
a.       Labial
·         Tampak bagian mesio insisal lebih bersudut (hamper 900), sedangkan bagian disto insisal lebih membulat.
·         Ukuran mesio-distal lebih pendek dari pada ukuran serviko-insisal.
·         Akar satu, cenderung membelok ke distal.
·         Memiliki tiga lobus.
·         Pada gigi yang baru erupsi, memiliki mamelon.
b.      Lingual
·         Memiliki dua marginal ridge, yaitu mesial marginal ridge dan distal marginal ridge.
·         Memiliki satu fosa, yaitu palatal fosa.
·         Memiliki cingulum yang berkembang baik.
·         Akar satu.
c.       Mesial
·         Terlihar cingulum.
·         Terlihat mesial marginal ridge.
·         Terlihat curvature of cervical line pada bagian mesial lebih cembung (memanjang kea rah insisal).
·         Akar satu.
d.      Distal
·         Terlihat cingulum.
·         Terlihat distal marginal ridge.
·         Terlihar curvature of cervical line di bagian distal lebih datar dibanding pada bagian mesial.
·         Akar satu.
e.       Incisal
·         Terlihat insisal edge.
·         Terlihat cingulum.
·         Terlihat fosa.
·         Terlihat mesial marginal ridge dan distal marginal ridge.
   2.      Insisivus Kedua Atas
Secara keseluruhan bentuknya hampir sama dengan insisivus satu atas. Yang membedakan adalah :
·         Ukurannya lebih kecil dibanding insisivus pertama atas;
·         Mahkotanya lebih membulat dibanding insisivus pertama, namun tetap saja bagian yang paling bersudut merupakan bagian mesial.
·         Fosanya lebih dalam dibanding insisivus pertama atas.
·         Mesial marginal ridge, distal marginal ridge, dan cingulum tidak terlalu berkembang seperti pada insisivus pertama atas.
   3.      Caninus Atas
a.       Labial
·         Memiliki satu cusp, dengan ujung cusp disebut cusp tip.
·         Lereng mesial lebih pendek dibanding lereng distal.
·         Memiliki labial ridge, karena perkembangan lobus yang baik.
·         Akar satu, cenderung mengarah ke distal.
b.      Lingual
·         Memiliki satu cusp, dengan ujung cusp disebut cusp tip.
·         Memiliki tiga marginal ridge, mesial marginal ridge pada bagian mesial, distal marginal ridge pada bagian distal, dan palatal ridge yang terletak di antara mesial dan distal marginal ridge.
·         Memiliki dua fosa, mesial fosa, dan distal fosa.
·         Memiliki cingulum yang sangat berkembang dengan baik.
·         Memiliki satu akar.
c.       Mesial
·         Memiliki satu cusp, dengan ujung cusp disebut cusp tip.
·         Terlihat mesial marginal ridge.
·         Terlihat cingulum.
·         Curvatur of cervical line pada bagian mesial lebih cembung.
·         Memiliki satu akar.
d.      Distal
·         Memiliki satu cusp, dengan ujung cusp disebut cusp tip.
·         Terlihat distal marginal ridge.
·         Terlihat cingulum.
·         Curvatur of cervical line pada bagian distal lebih datar dibanding pada bagian mesial.
·         Memiliki satu akar.
e.       Insisal
·         Terlihat cusp tip.
·         Terlihat mesial marginal ridge, distal marginal ridge, dan palatal ridge.
·         Terlihat mesial fosa dan distal fosa.
·         Terlihat cingulum.
   4.      Insisivus Pertama Bawah
Secara keseluruhan struktur anatominya sama dengan insisivus atas. Yang menjadi perbedaannya adalah :
·         Merupakan gigi terkecil dari insisivus.
·         Ukuran mesio-distal dibagian serviks hampir parallel dengan ukuran mesio-distal dibagian insisal.
·         Ridge, cingulum, dan fosa yang sangat tidak berkembang dengan baik.
·         Akarnya lebih gepeng daripada akar insisivus atas.
   5.      Insisivus Kedua Bawah
Secara keseluruhan struktur anatominya sama dengan insisivus atas. Yang menjadi perbedaannya adalah :
·         Ukurannya lebih besar dari insisivus satu bawah.
·         Ukuran mesio-distal dibagian serviks lebih kecil dibanding ukuran mesio-distal dibagian insisal.
·         Ridge, cingulum, dan fosa berkembang lebih baik daripada di insisivus satu bawah.
·         Akar lebih gepeng dibanding insisivus kedua atas.
   6.      Caninus Bawah
Secara keseluruhan struktur anatominya sama dengan caninus atas. Yang menjadi perbedaannya adalah :
·         Ukuran serviko insisal lebih besar dibanding ukuran mesio-distal, sehingga terlihat bahwa gigi caninus bawah lebih panjang, dan lebih ramping disbanding caninus atas.
·         Lobusnya tidak berkembang sebaik pada caninus atas, sehingga ridge, fosa, dan cingulum tidak sebesar pada caninus atas.
·         Akarnya lebih gepeng daripada caninus atas.
P.S : Kalo ada kesalahan, mohon di kasih tau ya..
        Btw, bagi kalian-kalian yang kesulitan nyari gigi buat bahan praktikum, bisa kunjungi web http://jualgigi.com/ ini. Dijamin  giginya kualitas bagus dan harganya juga affordable deh. Nggak nyesel. Mau gigi permanen apa gigi sulun? Tinggal dipilih. Mau gigi anterior apa posterior? TInggal dipilih. Ayok mari dikunjungi segera.