Saturday, March 15, 2014

Oral Candidiasis (Candidosis)


1.      Definisi

Candidiasis atau candidosis merupakan bentuk paling umum dari mikosis oral superficial.1
Cnadidiasis oral merupakan infeksi oportunistik yang paling umum mempengaruhi mukosa oral. Pada sebagian besar kasus, lesi tersebut disebabkan oleh jamur Candida albicans.2

2.      Etiologi

Candidiasis utamanya disebabkan oleh Candida albicans, dan jarang karena spesies candida lainnya.1 Candida albicans, Candida tropicalis, Candida glabrata bersama terdiri lebih dari 80% dari spesies yang terisolasi dari infeksi Candida pada manusia.2

3.      Patogenesis

Untuk menginvasi lapisan mukosa, mikroorganisme harus menempel ke permukaan epitel, oleh karena itu, strain Candida dengan potensi adhesi yang lebih baik lebih patogenik daripada strain dengan adhesi yang kurasa.
Penetrasi jamur dari sel-sel epitel difasilitasi oleh produksi lipase mereka, dan agar jamur bertahan diepitel, mengatasi deskuamasi konstan sel epitel permukaan. Terdapat hubungan yang jelas antara kandidiasis oral dan pengaruh faktor predisposisi lokal dan umum. Faktor predisposisi lokal yang mampu untuk mempromosikan pertumbuhan candida atau mempengaruhi respon imun oral mucosa. Faktor predisposisi umum biasanya berhubungan dengan status imun dan endokrin pasien.2

4.      Faktor Predisposisi

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya candidiasis. Faktor-faktor tersebut adalah faktor predisposisi dan terbagi menjadi faktor predisposisi lokal dan umum.
Status kekebalan tubuh dapat dipengaruhi oleh obat-obatan juga penyakit, yang menekan sistem imun bawaan. Candidiasis pseudomembranous juga berhubungan dengan infeksi jamur pada anak-anak, yang tidak memiliki sistem imun yang berkembanga sempurna.
Denture stomatitis, angular cheilitis, dan median rhomboid glossitis disebut sebagai infeksi yang berhubungan dengan candida, dan lesi ini dapat, selain karena candida, disebabkan oleh bakteri.

Faktor predisposisi lokal untuk oral candidiasis dan lesi lain yang berhubungan dengan Candida.
Pemakaian gigi tiruan.
Merokok.
Berhubungan dengan atopik.
Inhalasi steroid.
Steroid topical.
Hyperkeratosis.
Tidak seimbangnya mikroflora mulut.
Kualitas dan kuantitas saliva.
Faktor predisposisi umum untuk oral candidiasis.  
Penyakit yang menekan sistem imun.
Status kesehatan yang terganggu.
Obat yang menekan sistem imun.
Kemoterapi.
Kelainan endokrin.
Kekurangan hematin.

5.      Klasifikasi Oral Candidiasis.2



6.      Gejala Klinis

a.         Pseudomembranous Candidiasis.
Bentuk akut dari pseudomembran candidiasis (thrush) dikelompokkan ke primary oral candidiasis dan dikenal sebagai infeksi candida yang klasik. Infeksi biasanya mempengaruhi pasien yang mengkonsumsi antibiotic, obat imunosupresan, atau penyakit yang menekan sistem imun.
Infeksi ini biasanya menampilkan membrane yang melekat longgar yang terdiri dari organism jamur dan debris cellular yang meninggalkan sebuah peradangan, terkadang area perdarahan jika pseudomembran dihilangkan.
Gejala klinis kandidiasis pseudomembran akut dan kronis dapat dibedakan. Bentuk kronis terjadi sebagai akibat infeksi HIV dimana pasien dengan penyakit ini dapat terkena infeksi candida pseudomembran untuk waktu yang lama. Pasien yang dirawat dengan inhaler steroidjuga dapat terkena lesi pseudomembran yang kronis. Pasien jarang melaporkan lesi mereka, walau beberapa ketidaknyamanan dirasakan saat adanya pseudomembran. 
b.         Erythematous Candidiasis.
Dulu dikenal sebagai atrophic oral candidiasis. Permukaan eritema menunjukkan atrofi dan peningkatan vaskularisasi. Lesi ini memiliki tepi yang difus, yang membantu membedakannya dari erythroplakia, yang mempunyai demarkasi yang lebih tajam. Candidiasis ini dianggap penerus candidiasis pseudomembran namun juga dapat muncul sendiri.
Biasanya ditemui pada palatum dan dorsum lidah pada pasien yang menggunakan inhaler steroid. Faktor predisposisi lain adalah merokok dan perawatan dengan antibiotic spectrum luas. Bentuk akut dan kronisnya hadir dengan tampilan klinis yang identik.
c.         Chronic Plaque-Type and Nodular Candidiasis.
Dulu disebut candidal leukoplakia. Dikarakteristikkan dengan plak putih, yang dapat dibedakan dari oral leukoplakia.
d.        Denture Stomatitis.
Area yang paling sering terkena adalah mukosa palatal yang tertutupi gigi tiruan, Tidak sering terjadi di mandibula. Denture stomatitis diklasifikasikan menjadi 3 tipe, Tipe I terletak di area eritema minor yang disebebkan oleh trauma dari gigi tiruan. Tipe II mempengaruhi sebagian besar mukosa yang tertutupi gigi tiruan. Tipe III memiliki mukosa granular pada bagian tengah palatum. Gigi tiruan berfungsi sebagai tempat yang melindungi mikroorganisme dari pengaruh fisik seperti saliva. Microflora yang terlibat adalah kompleks dan selain candida, juga mengandung bakteri seperti Streptococcus, Veillonella, Lactobacillus, Prevotella, dan Actinomyces. Tidak diketahui sampai mana peran bakteri terhadap pathogenesis denture stomatitis.
e.         Angular Cheilitis.
Merupakan fissure yang terinfeksi dari komisura mulut, sering dikelilingi oleh eritema. Lesi ini sering terinfeksi oleh Candida dan Staphylococcus aureus, kekurangan vitamin B12, kekurangan zat besi, dan hilangnya dimensi vertikal dikaitkan berhubungan dengan kelainan ini. Atopi juga dikaitkan degnan angular cheilitis. Kulit kering dapat mempercepat perkembangan fissure di komisura, memungkinkan invasi mikroorganisme. Tiga puluh persen pasien denture stomatitis juga mengalami angular cheilitis, yang hanya mempengaruhi pasien pemakai gigi tiruan tanpa denture stomatitis.
f.          Median Rhomboid Glossitis.
Dikarakteristikkan dengan lesi eritema pada tengah bagian posterior dorsal lidah. Lesi ini memiliki konfigurasi oval. Area eritema ini dihasilkan dari atrofi papilla filiform dan permukaan dapat menjadi lobulated. Etiologinya belum diklarifikasi, namun lesi sering menunjukkan campuran microflora bakteri/fungal. Biopsi menunjukkan Candida hypnea pada lebih dari 85% lesi. Perokok dan pemakai gigi tiruan meningkatkan terjadinya median rhomboid glossitis, juga pada pasien yang menggunakan inhalasi steroid. Terkadang lesi eritema bersamaan dapat dilihat pada mukosa palatal. Media rhomboid glossitis asimtomatik, dan manajemennya dibatasai untuk mengurangi faktor predisposisi. Lesi tidak menyebabkan risiko transformasi ganas.
g.         Oral Candidiasis Associated with HIV.
Lebih dari 90% pasien AIDS terkana oral oral candidiasis selama infeksi HIV mereka, dan infeksi dianggap sebagai pertanda perkembangan AIDS. Bentuk paling umum yang berhubungan dengan HIV adalah candidiasis pseudomembran, candidiasis eritema, angular cheilitis, dan chronic hyperplastic candidiasis.
h.         Secondary Oral Candidiasis.
Disertai dengan candidiasis mucocutan sistemik dan kekurangan imun lainnya. CMC (Chronic Mucocutanous Candidiasis) mencakup sekelompok gangguan heterogen yang selain oral candidiasis, juga mempengaruhi kulit, kuku dan lapisan mukosa lain seperti mukosa genital. Wajah dan kulit kepala dapat terlibat massa granuloma terdapat pada area ini. Sekita 90% pasien CMC terkena oral candidiasis. Keterlibatan mulut pada lidah, dan lesi hiperplastik putih terlihat pada perhubungan fisura. CMC dapat terjadi karena kelainan endokrin sebagai hipertiroid dan penyakit Addison. Gangguan fungsi fagositosis oleh neutrofil granulosit dan makrofag disebabkan oleh kekurangan myeloperoxidase yang juga dengan CMC. Baik kekebalan tubuh bawaan dan adaptif sangat penting untuk mencegah perkembangan CMC.3

7.      Pemeriksaan Laboratorium.

Adanya candida sebagai anggota flora normal mempersulit untuk membedakan saat normal dan infeksi. Sangat penting bahwa baik temuan klinis dan data laboratorium seimbang untuk sampai pada diagnosis yang tepat. Terkadang obat antifungal diberikan untuk membantu proses diagnosis.
Noda dari daerah terinfeksi, yang terdiri dari sel epitel, menciptakan peluang untuk deteksi jamur. Bahan yang diperoleh diletakkan pada isopropyl alcohol dan udara kering diberikan sebelum pewarnaan dengan periodic acid-Schiff. Deteksi jamur dipertimbangkan sebagai tanda infeksi. Teknik ini berguna ketika candidiasis oral pseudomembran dan angular cheilitis dicurigai. Untuk meningkatkan sensitivitas, gesekan kedua dapat ditransfer ke transport medium diikuti dengan budidaya pada agar Sabouraud. Untuk membedakan antara spesies Candida yang berbeda, pemeriksaan tambahan dilakukan pada agar Pagano-Levin.2

8.      Perawatan.

Sebelum memulai medikasi antifungal, penting untuk mengidentifikasi faktor predisposisi. Faktor lokal biasanya diidentifikasi namun kadang tidak mungkin dikurangi. Disitulah terdapat peran penting obat antifungal. Obat antifungal yang paling sering digunakan adalah golongan polyenes atau azoles. Polien seperti nystatin dan amphotericin B adalah alternative pertama pada perawatan candidiasis oral primer dan ditoleransi dengan baik. Polien tidak diserap pada saluran pencernaan dan tidak terkait dengan perkembangan resisten. Mereka mengerahkan tindakan melalui efek negatif pada produksi ergosterol, yang sangan penting untuk integritas membrane sel candida.
Walaupun kurang realistic, pelepasan permanen gigi tiruan merupakan perawatan efektif untuk denture stomatitis. Bagaimanapun, pengurangan atau penghilangan faktor predisposisi adalah tujuan utama perawatan denture stomatitis serta infeksi oportunistik lain. Hal ini termasuk permbaikan kebersihan gigi tiruan dan rekomendasi untuk tidak memakai gigi tiruan saat tidur. Bersihkan gigi tiruan juga berguna untuk mengganggu kematangan lingkungan mikroma dibawah gigi tiruan. Gigi tiruan disimpan pada cairan antimicrobial.
Perawatan topical dengan azoles seperti miconazol adalah pilihan perawatan untuk angular cheilitis yang terinfeksi oleh S.aureus dan candidiasis. Asam fusidic dapat digunakan sebagai pelengkap obat-obatan. Jika angular cheilits terdiri dari eritema disekitar fisura, salep steroid mungkin diperlukan untuk menekan inflamasi. Untuk mencegah kambuh, pasien harus mengoles krim pelembab, yang akan mencegah pembentukan fisura baru.
Azoles sistemik digunakan pada candidiasis primer yang terletak dalam, seperti candidiasis hyperplastic kronis, denture stomatitis, median rhomboid glossitis dengan tampilan granular, dan untuk infeksi resisten terapi, kebanyakan terkait dengan ketidakpatuhan. Ada beberapa kerugian azoles, mereka berinteraksi dengan warfarin, menyebabkan peningkatan kecenderungan perdarahan. Efek merugikan juga terdapat pada aplikasi topical azoles atau yang sebagian teresorpsi saluran pencernaan.
Azoles juga digunakan dalam pengobatan candidiasis oral sekunder terkait dengan faktor predisposisi sistemik dan untuk candidiasis sistemik.4



Sumber :
1.      George Laskaris. Color Atlas of Oral Diseases in Children and Adolescents. New York : Thieme. 2000. P. 128
2.      Martin S. Greenberg, Michael Glick, Jonathan A. Ship. Burket’s Oral Medicine. 11th Ed. Ontario : BC Decker Inc. 2008. P. 79, 82,
3.      Martin S. Greenberg, Michael Glick, Jonathan A. Ship. Burket’s Oral Medicine. 11th Ed. Ontario : BC Decker Inc. 2008. P. 79-82
4.      Martin S. Greenberg, Michael Glick, Jonathan A. Ship. Burket’s Oral Medicine. 11th Ed. Ontario : BC Decker Inc. 2008. P. 82-4, 38-9

Patogenesis Neoplasma



Neoplasma atau tumor adalah transformasi sejumlah gen yang menyebabkan gen tersebut mengalami mutasi pada sel DNA. Karsinogenesis akibat mutasi materi genetik ini menyebabkan pembelahan sel yang tidak terkontrol dan pembentukan tumor atau neoplasma. Gen yang mengalami mutasi disebut proto-onkogen dan gen supresor tumor, yang dapat menimbulkan abnormalitas pada sel somatik. Usia sel normal ada batasnya, sementara sel tumor tidak mengalami kematian sehingga multiplikasi dan pertumbuhan sel berlangsung tanpa kendali. Sel neoplasma mengalami perubahan morfologi, fungsi, dan siklus pertumbuhan.
Untuk terjadinya karsinogenesis diperlukan lebih dari satu mutasi untuk mengubah suatu sel normal menjadi sel-sel kanker. Hampir semua sel neoplasma berasal dari satu sel yang mengalami mutasi karsinogenik. Sel tersebut mengalami proses evolusi klonal yang akan menambah resiko terjadinya mutasi ekstra pada sel desendens mutan. Sel-sel yang hanya memerlukan sedikit mutasi untuk menjadi ganas diperkirakan bersumber dari tumor jinak. Ketika mutasi berakumulasi , maka sel tumor jinak itu akan menjadi tumor ganas.
Pertumbuhan neoplasma / kanker pada dasarnya dibagi menjadi beberapa fase yaitu:
-        Fase inisiasi yaitu fase dimana berubahnya sel normal tubuh menjadi sel yang peka / terinisiasi.
-        Fase induksi yaitu fase dimana sel tubuh yang sudah peka itu oleh karsinogen akan merubah menjadi sel kanker. Fase initiasi dan fase induksi tidak bisa diketahui, diperkirakan dapat berlangsung puluhan tahun.
-        Fase insitu yaitu fase dimana sel kanker itu bertumbuh terus tetapi masih pada tempatnya, belum menembus membrana basalis à intra epitelial, intra lobuler. Fase ini lamanya sangat bervariasi bisa selamanya tetap dalam fase ini, biasanya berlangsung sampai 5 tahun.
-        Fase Invasif yaitu dimana sel kanker telah keluar dari membrana basalis dan menginfiltrasi jaringan sekitarnya. Fase ini lebih cepat berlangsung kira-kira kurang dari 5 tahun.
-        Fase disseminasi yaitu fase dimana sel kanker itu sudah tumbuh jauh diluar organnya. Bila telah mencapai fase ini dikatakan kanker sudah tak dapat diobati dan biasanya berlangsung sangat cepat (1 – 5 tahun).1

Teori Patogenesis Neoplasma.
Sampai sekarang belum diketahui apakah tumor ganas disebabkan oleh hanya satu macam bahan penyebab atau beberapa macam bahan penyebab yang bekerja serentak atau berturut-turut, apakah terdapat satu macam mekanisme penyebab atau beberapa macam mekanisme yang berjalan sejajar atau berbeda-beda.2
a.     Teori Perubahan Genetik.
Menurut teori ini, pada suatu saat terjadi perubahan genetik yang menetap pada sel, yang dinamakan mutasi sehingga terjadi sintesis protein yang lebih aktif dan ini digunakan lebih banyak untuk reproduksi sel daripada bekerja. Ketika sel sudah mulai berproliferasi aktif, kemudian terjadi perubahan mutasi lebih lanjut, jadi awalnya terjadi perubahan epigenetic yaitu perubahan metabolism sel yang menyebabkan gen pengendali pembelahan sel menjadi tidak aktif (perubahan kariotip). Pada stadium awal pembentukan kanker, kerusakan ini tidak terlihat, kemudian perubahan yang tidak terlihat ini secara langsung atau melalui bahan karsinogen lain akan menjadi perubahan yang terlihat, yang secara klinis tampak sebagai kanker.
b.    Teori Feedback Deletion.
Semua sel mempunyai potensi genetic untuk berubah menjadi kanker tetapi dalam keadaan normal potensi ini terhambat. Karsinogen akan merusak gen pengatur (efek genetic) atau merusak enzim (efek epigenetik) sehingga merusak mekanisme yang stabil. Padas el tumor, gen pengatur pertumbuhan menghilang sehingga kemampuan sel untuk membelah menjadi tidak dihambat. Kehilangan gen pengatur atau rusaknya enzim pengontrol menyebabkan sel mendekati perubahan menjadi kanker. Konsep kehilangan kontrol ini disebut feedback deletion.
c.     Teori Multifaktor.
Satu tumor dapat disebabkan oleh beberapa penyebab yang bekerja sinergistik atau aditif. Contohnya : faktor genetik, hormon dan virus atau kimia, virus dan penyinaran. Faktor hormone memengaruhi jaringan sedemikian rupa sehingga jaringan mudah dipengaruhi oleh karsinogen lain.
d.    Teori Stadium Ganda.
Tumor ganas tidak hanya timbul akibat faktor penyebab yang banyak (multifactor) tetapi juga melalui stadium yang progresif (multi stage/multi step). Evolusi ini memerlukan waktu beberapa bulan atau tahum. Menurut teori ini, perubahan terjadi melalui dua stadium yaitu inisiasi dan promosi. Jadi, mula-mula harus inisiator dulu yang bekerja, baru kemudian promoter. Promotor disebut juga ko-karsinogen. Inisiator menimbulkan mutasi genetic, tetapi setiap usaha regenerasi sel akan dirusak oleh promoter, sehingga pada awalnya akan terjadi hyperplasia baru kemudian terjadi mutasi spontan dengan terbentuknya kanker.
e.     Multicellular Origin of Cancer Field Theory.
Neoplasma terbentuk oleh beberapa sel yang berdekatan secara serentak dan bukan berasal dari satu sel. Neoplasma mulai di tempat yang dipengaruhi karsinogen secara maksimal, respons neoplastik kemudian terjadi pada jaringan sekitarnya yang juga terkena pengaruh karsinogen yang sama.


Sumber :
    1.      Tjarta, Ahmad. Patologi. Jakarta: FK UI.
    2.      Janti Sudiono. Pemeriksaan Patologi untuk Diagnosis Neoplasma Mulut. Jakarta : EGC. 2008. P.   23-4